Monthly Archives: October 2012

Muslim China Merayakan Iedul Adha

‘Waduh sepanjang jalan kok macet ya, bisa terlambat nich tiba di masjid Niu Jie’, saya membatin dalam hati saat mengendarai kendaraan menuju lokasi sholat Iedul Adha. Berbeda dengan sebagian besar jalan raya di Indonesia, khususnya di Jakarta, yang lengan saat libur nasional Iedul Adha, maka kemacetan lalu lintas di Beijing berlangsung seperti biasanya. Di China, Iedul Adha bukanlah hari libur nasional seperti Imlek dan hari kemerdekaan, sehingga aktivitas perkantoran berlangsung seperti biasa. Akibatnya, jalan-jalan raya tetap macet, khususnya di saat jam kantor.  Bahkan di beberapa ruas jalan terlihat agak parah karena ada pembangunan under pass.

Syukurlah, setelah menembus kepadatan lalu lintas selama sekitar satu setengah jam, akhirnya sekitar pukul 9 pagi saya tiba di masjid Niu Jie. Di luar masjid, di sepanjang Niu Jie Street para jamaah berduyun-duyun memasuki halaman masjid. Sementara para polisi berseragam biru tua terlihat berjaga-jaga dan mengatur lalu lintas agar tidak terjadi kemacetan di sepanjang jalan.

Setelah memarkir kendaraan di seberang masjid, saya pun segera memasuki halaman depan masjid Niu Jie yang terlihat sudah penuh disesaki jamaah. Beberapa panitia masjid terlihat mengatur dan mengarahkan jamaah untuk menuju tempat yang masih kosong. Selain di dalam dan halaman depan masjid, panitia juga menyiapkan tempat sholat di halaman belakang masjid. Sedangkan untuk jamaah wanita, terdapat masjid khusus wanita yang terletak di bagian belakang komplek masjid.

Nobel Kesusastraan 2012 dan Kebebasan Berpendapat di China

‘We’ve observed that searching for [freedom] in mainland China may temporarily break your connection to Google. This interruption is outside Google’s control’

Kalimat di atas otomatis muncul ketika dari Beijing saya bersilancar di Google dengan kata depan ‘freedom’. Selain kata ’freedom’, banyak lagi kata-kata terlarang di China, selain tentunya larangan penggunaan sosial media Barat seperti Twitter dan Facebook. Diperlukan server proxy untuk bisa mengakses internet secara bebas di China. Di tengah sikap proteksionis Pemerintah China dalam masalah penggunaan internet, yang diartikan pula sebagai bagian dari implementasi kebijakan pembatasan kebebasan berpendapat, Panitia Nobel Kamis lalu (11 Oktober 2012) mengganjar Nobel Kesusastraan kepada penulis China Guan Moye atau Mo Yan karena karya-karyanya yang dipandang berhasil menggabungkan “cerita rakyat, sejarah dan kontemporer ke dalam halusinasi realis’.

Berbeda dengan penghargaan hadiah Nobel Perdamaian kepada Liu Xiabo pada tahun 2010, yang ditentang keras karena diberikan kepada seorang pembangkang, maka penghargaan kepada Mo Yan, anggota Partai Komunis China (PKC) dan Wakil Presiden Asosiasi Penulis China, disambut hangat oleh masyarakat dan pemerintah China. Di Weibo, Twitternya China, sambutan hangat terlihat dari berbagai komentar yang muncul dari kicauan mereka. Sementara Pemerintah China melalui anggota Komite Tetap Politbiro Partai Komunis China Li Chang Chun menyampaikan ucapan selamat dan mengatakan bahwa kemenangan Mo merupakan cerminan dari kemajuan kesusastraan China dan meningkatnya pengaruh China.

Susur Jejak Marco Polo di Jembatan Lugou

“Over this river there is a very fine stone bridge, so fine indeed, that it has very few equals in the world.” 

Kekaguman di atas ditorehkan Marco Polo dalam buku hariannya usai mengunjungi jembatan yang melintasi sungai Yongding pada abad ke-13. Jembatan yang terletak sekitar 19 km di sebelah barat daya Beijing dan oleh masyarakat China disebut sebagai Jembatan Lugou menarik perhatian Marco Polo antara lain karena arsitekturnya dan bangunannya yang kokoh terbuat dari batu granit.

Menurut sejarahnya, jembatan Lugou atau yang kemudian dikenal sebagai jembatan Marco Polo pertama kali dibangun pada tahun 1189 dan selesai pada tahun 1192. Dengan panjang 235 meter, jembatan ini merupakan yang termegah pada jamannya dan hingga saat ini masih berdiri kokoh. Pada kedua sisi jembatan terdapat patung-patung singa di setiap tiangnya dengan bentuk dan gaya yang berbeda sesuai dengan masa pembuatannya.Setiap tiang terdapat beberapa patung singa dalam berbagai ukuran. Tidak diketahui persis berapa jumlah patung naga yang tedapat pada jembatan ini, namun diperkirakan setidaknya terdapat sekitar 627 patung naga. Kebanyakan berasal dari jaman DInasti Ming (1368-1644) dan Qing (1644-1911), sementara beberapa diantaranya berasal dari jaman dinasti yang lebih awal yaitu DInasti Yuan (1271-1368) dan DInasti Jin (1115-1234).Selain patung singa, hewan lain yang dijadikan patung adalah naga, kura-kura dan gajah.

Persepsi Masyarakat Indonesia Mengenai China

September 2012 baru saja berakhir dan bulan tersebut menandai persis setahun saya tinggal di Bejing, China. Selama setahun tersebut banyak peristiwa yang saya saksikan dan rasakan langsung, terutama terkait dengan perkembangan China yang sedemikian pesat. Tidak sedikit dari apa yang saya lihat dan rasakan tersebut yang kemudian dituliskan dan dibagi lewat blog, walau tidak sedikit pula yang tersimpan sebagai arsip pribadi atau tidak tertuliskan.

Selama setahun pula saya banyak menerima kunjungan tamu mulai dari saudara, kerabat, kolega, teman dekat hingga teman jauh. Profesi mereka bermacam-macam, mulai dari ibu rumah tangga, dosen, jurnalis, pengusaha hingga tentara, pejabat dan pegawai pemerintah. Tujuan kunjungan mereka ke China pun beragam, ada yang sekedar jalan-jalan, menghadiri pertemuan, berobat hingga studi banding. Menariknya, tidak sedikit dari tamu-tamu saya tersebut yang ternyata baru pertama kali berkunjung ke daratan China.

Masyarakat Tiongkok Peringati Hari Berdirinya RRT

Setiap tanggal 1 Oktober masyarakat Tiongkok memperingati berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang dideklarasikan pada tanggal 1 Oktober 1949 oleh Ketua Partai Komunis Tiongkok (PKT) Mao Zedong. Setiap tahun upacara peringatan dilakukan di berbagai penjuru negeri dan pada tingkat pusat selalu dilaksanakan di tempat terbuka di lapangan Tian’anmen serta dihadiri oleh seluruh pemimpin tertinggi RRT.

Para pemimpin tertinggi RRT dan anggota masyarakat yang diundang menghadiri upacara peringatan HUT berdirinya RRT, tanpa terkecuali berdiri tegak dan rapih menghadap Monumen Pahlawan Rakyat  yang berada di tengah lapangan Tian’anmen. Tidak ada tenda, kursi atau tribun kehormatan yang disiapkan bagi peserta upacara. Sengatan matahari pagi pun tidak dapat menghalangi para peserta upacara untuk mengikuti rangkaian acara secara khidmat.

Seperti disiarkan secara nasional oleh stasiun televisi CCTV, acara diawali dengan mengheningkan cipta oleh seluruh peserta upacara untuk mengenang para martir/pejuang revolusi, kemudian dilanjutkan dengan peletakan 9 karangan bunga raksasa oleh seluruh pemimpin tertinggi RRT yang berjumlah 9 orang dan tergabung dalam Politbiro Komite Sentral PKT (secara keseluruhan mereka dikenal pula sebagai 9 naga) yang dipimpin Presiden Hu Jintao. 

Panen138

Ajaib88

WLC