Salah satu kenikmatan menyaksikan
sepakbola adalah bisa merasakan kegembiraan dan kebahagiaan serta kekecewaan
dan kesedihan sdekaligus, terutama saat yang disaksikan adalah tim kesayangan.
Dan malam minggu kemarin (26/9) saya merasakan semua perasaan tersebut ketika menyaksikan
siaran langsung Liga Inggris di televisi antara Manchester United (MU) dan
Brighton & Hove Albion.
Sebagai pendukung MU, di awal saya
berharap bahwa klub berjuluk setan merah tersebut akan bermain apik dan
memenangkan pertandingan. Sayangnya harapan saya tidak terkabul sepenuhnya. MU
kembali bermain buruk dan seperti belum menemukan bentuk terbaiknya. Secara statistik,
permainan Brighton lebih baik ketimbang tim MU. Brighton lebih dominan dalam
penguasaan bola dan lebih banyak melepaskan total tembakan.
Dominasi penguasaan bola dan
serangan-serangan terarah dilakukan Brighton sejak awal dan konsisten dilakukan
lewat sisi kanan pertahanan MU. Pertahan MU seperti tidak terkoordinasi dan seperti
tidak memiliki back kanan, meski ada Aaron Wanbisaka yang bertanggungjawab pada
posisi tersebut. Belum lagi katen Tim Harry Maguire dan Lindelholf yang
terlihat masih sering terlambat mengantisipas serangan Brighton.
Dengan kondisi sdperti itu saya menduga bahwa
gol ke gawang MU tinggal masalah waktu. Benar saja, menit ke-40 Brighton unggul,
meski bukan lewat serangan di sayap kanan tetapi lewat titik penalti setelah
salah seorang penyerang Brighton dilanggar oleh Bruno Fernandes di kotak penalti
sebelah kiri. Neal Maupay dari Brighton berhasil
mengeksekusi tendangan penalti dengan baik.