Tahun Baru Imlek tahun 2020 yang jatuh pada Sabtu 25 Januari 2020 menjadi momen penting yang menandai dua dekade kembalinya perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia secara terbuka dan meriah. Masyarakat Tionghoa terlihat ramai memenuhi wihara atau kelenteng untuk melakukan ibadah, melakukan saling kunjung antar keluarga dan kerabat seperti layaknya umat Muslim Indonesia merayakan Idul Fitri. Sementara di berbagai tempat ramai dipertunjukkan atribut Tahun Baru Imlek 2571 dan kegiatan seni budaya tradisional seperti barongsai,
Para pejabat Negara dan Pemerintah pun tidak takut
lagi untuk menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru Imlek dan ikut merayakannya.
Presiden Joko Widodo misalnya, melalui akun instagram pribadi menampilkan
gambar kartun dirinya tengah mengenakan kemeja putih memberikan ucapan selamat
Tahun Baru Imlek 2571. Presiden juga menyampaikan doa agar Indonesia semua
semakin sejahtera, meraih cita-cita, penuh kedamaian dan semakin maju.
Sementara itu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
mendatangi Wihara Dharma Bakti dan Dharma Jaya di Petak Sembilan, Kecamatan
Taman Sari, Jakarta Barat. Menurut Anies “Tahun Baru Imlek 2571 di Jakarta yang
disambut dengan rintik hujan menjadi momen penanda dalam mencuci masa lalu,
membersihkan kekurangan, dan membawa kebaikan untuk satu tahun ke depan…”
Sedangkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menghadiri
puncak perayaan Tahun Baru Imlek 2571 di Kelenteng Sam Poo Kong, Kota Semarang.
Bukan hanya hadir, Ganjar secara spontan menjadi pemain barongsai. Menurut Ganjar,
barongsai merupakan salah satu seni budaya dari Tionghoa yang sudah menjadi
bagian dari kekayaaan Indonesia yang harus dirawat dan dilestarikan bersama.
Bahkan di Aceh, yang terkesan seram dengan hukum syariah
pun, Tahun Baru Imlek dirayakan antara lain dengan makan bersama pada malam
tahun baru dan dilanjutkan dengan bersembahyang ke vihara bagi yang beragama
Konghucu, sementara yang Kristen ke gereja. Bukan hanya itu, Umat Muslim disana
pun ikut serta merayakan tahun baru Imlek dengan antara lain bersilahturahmi ke
tetangga dan sebagian meramaikan arak-arakan barongsai,
Kemeriahan seperti tersebut di atas tidak akan ditemui
pada masa Orde Baru yang selama 32 tahun melarang perayaan Imlek dan ekspresi
budaya Tiongkok di muka umum. Pemerintahan Orde Baru melalui Intruksi Presiden
(inpres) No. 14/1967 tentang larangan agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa
mengharamkan perayaan tahun baru Imlek diramaikan di depan publik. Pelarangan
juga menyangkut pemakaian aksara, lagu-lagu berbahasa Mandarin di ruang publik.
Setelah Orde Baru berakhir pada 1998 dan Presiden
Habibie menjadi Presiden ke-3 RI menggantikan Suharto, era keterbukaan dan
keberagaman mulai hadir kembali hadir di ruang publik di Indonesia. Presiden Habibie
memulainya dengan menerbitkan Inpres No. 26/1998 yang membatalkan aturan-aturan
diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa. Melalui Inpres tersebut, dihentikan
penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Ketika Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tampil sebagai
Presiden ke-4 RI menggantikan Habibie pada 1999, beliau pun mendesak ‘penduduk
pribumi’ Indonesia untuk menyatu dengan etnis Tionghoa. Bukan hanya itu, Gus
Dur kemudian menganulir Inpres No. 14/1967 dengan menerbitkan Inpres No. 6/2000
tanggal 17 Januari 2000 yang memungkinkan komunitas Tionghoa bebas kembali menjalankan
kepercayaan dan budayanya.
Inpres No.6/2000 tersebut disambut hangat oleh
masyarakat Tionghoa dengan merayakan peringatan tahun baru Imlek 2000 dengan
cukup megah di kompleks Museum Fatahillah Jakarta. Setahun kemudian, dengan
Keppres No. 19/2001 Gus Dur meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif,
yang kemudian dijadikan hari libur Nasional oleh Presiden ke-5 RI Megawati
Soekarnoputri.
Kembalinya perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia pada
20 tahun yang lalu dan menjadi hari libur Nasional tentu saja menjadi momen penting
untuk secara terus menerus bisa memperkuat kembali keyakinan akan pentingnya
keberagaman dan toleransi antar sesama anak bangsa di Indonesia. Karena harus
diakui bahwa keberagaman sebenarnya bukan sekadar kekayaan nasional, namun
sudah merupakan ruh bagi bangsa ini.
Untuk itu, perayaan Tahun Baru Imlek 2571, seperti
juga perayaan pada tahun-tahun sebelumnya, kiranya bukan sekedar perayaan
rutinitas dan hanya menjadi perayaan bagi masyarakat Indonesia keturunan
Tionghoa, namun kiranya juga menjadi perayaan yang memiliki makna khusus dan
dirayakan oleh seluruh elemen bangsa.
Perayaan Tahun baru Imlek tahun 2020 kiranya bisa menjadi momen untuk memperkuat dan
merenungkan kembali keyakinan akan pentingnya keberagaman dan menjaga masa
depan persatuan NKRI. Berbagai dinamika sosial politik yang mengemuka pada
tahun 2019, dimana setiap perbedaan menjadi perdebatan, politik identitas dan
sikap-sikap intoleran semakin mengemuka, kiranya bisa menjadi pembelajaran
penting bagaimana polarisasi tajam yang terjadi di tengah masyarakat mesti
segera dicegah agar tidak mengancam persatuan dan keutuhan NKRI.
Semangat keragaman etnis, budaya, agama, tradisi mesti
dikelola menjadi aset budaya yang mampu menggerakkan semangat persatuan menuju
perwujudan keadilan sosial. Semua itu bisa terwujud bila ada kesadaran bersama
untuk mengolah aset budaya luhur tanah air dan semangat untuk berbagi.
Leave a Reply