Monthly Archives: August 2013

Mensyukuri NKRI di Hari Kemerdekaan

MerdekaEnam puluh delapan tahun usia kemerdekaan RI, bisa jadi merupakan usia yang cukup panjang bagi seorang manusia, tetapi tidak untuk sebuah bangsa dan negara yang bernama Indonesia. Kita, setidaknya saya, masih berharap Indonesia masih akan tetap ada, ratusan atau bahkan ribuan tahun ke depan. Karena itu pula saya bersyukur bahwa Indonesia sebagai suatu negara kesatuan masih tetap berdiri di bawah bendera yang sama, sang dwi warna merah putih. Beberapa negara lain tidak seberuntung Indonesia, mereka terpecah belah dan bahkan hilang dari percaturan peta politik dunia.

Ketika Perang Dingin berakhir, Uni Soviet terpecah belah menjadi beberapa negara. Beruntung etnis mayoritas di Uni Soviet masih bisa bertahan dan membentuk negara sendiri bernama Rusia. Namun tidak demikian halnya dengan Yugoslavia atauSocialist Federal Republic of Yugoslavia (SFRY). Negara yang didirikan oelh Joseph Broz Tito pada tahun 1946, hilang dari peta dunia pada tahun 2003 ketika semua negara bagiannya memilih menjadi negara-negara yang berdaulat sendiri-sendiri. Bosnia dan Herzegovina memisahkan diri pada tahun 1990, Kroasia, Macedonia dan Slovenia memilih berpisah pada tahun 1991, sedangkan Serbia dan Montenegro memisahkan diri pada tahun 2003, diikuti Kosovo yang memisahkan diri dari Serbia pada tahun 2008.

Mari Saling Memaafkan Apapun Medianya

Met Idul FitriSaat Idul Fitri tiba, ucapan selamat hari raya dan permohonan maaf pun terucap, baik kepada orang-orang di dekat kita ataupun kepada orang-orang yang keberadaannya jauh dari kita.

Di era kejayaan pos, untuk mengirimkan ucapan Idul Fitri, seseorang mesti menuliskan pesan di atas secarik kertas atau kartu pos satu persatu, menuliskan alamat yang dituju di atas amplop, mendatangi kantor dan menempelkan perangko di pojokan amplop, baru pesan dikirim. Beberapa hari kemudian, kecepatan tergantung besarnya biaya perangko, pesan Idul Fitri diterima di alamat tujuan.

Ketika teknologi komunikasi semakin maju, pengiriman ucapan Idul Fitri pun tergeser oleh pesan pendek lewat telepon dan sekarang oleh jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter serta berbagai aplikasi lainnya. Cukup dengan menekan satu tombol, dalam hitungan detik ucapan selamat Idul Fitri sudah terkirim dan mendarat di gadget penerima.

Mengenal Suku Muslim di China

Muslim HuiBicara tentang Muslim di China, bayangan yang biasa mengemuka di benak masyarakat awam adalah bahwa penduduk China yang menganut agama Islam hanya berasal dari satu suku tertentu dan berada di suatu daerah atau provinsi tertentu pula, misalnya di Xinjiang.

Padahal jika menyimak sejarah dan letak geografisnya yang bertetangga dan berdekatan dengan negara-negara yang penduduknya menganut agama Islam, kita akan mengetahui bahwa China, sebagai sebuah negara yang memiliki peradaban kuno dan tradisi kebudayaan yang beragam, merupakan negara yang multi etnis dimana terdapat 56 suku, termasuk suku-suku yang penduduknya menganut agama Islam, yang tersebar di berbagai daerah. Mereka hidup berdampingan dan rukun sejak lama.

Islam sendiri masuk ke China sudah sejak abad pertama hijriah yang antara lain dibawa oleh utusan Kalifah Utsman Bin Affan pada tahun 678 M. Bukti bahwa Islam sudah berada di China sejak lama antara lain adalah adanya pemukiman Islam dan masjid pertama di Canton yang dibangun atas perintah Kaisar Yung Wei pada masa Dinasti Tang (618 M – 906 M).

Sejak itu, hubungan China dengan dunia Islam terus menguat dan erat. Sehingga bukan hal yang mengherankan jika dari 56 suku yang ada di China, banyak di antaranya adalah suku-suku yang penduduknya Muslim yaitu Hui, Uyghur, Kazakh, Tartar, Salar, Dongxiang, Tajik, Uzbek, Baoan, Mongol, Tibet, Dai dan Bai.

Dari segi populasi, dari sekitar 1,3 milyar penduduk RRC, diperkirakan 1-2 persennya adalah penganut agama Islam atau sekitar 22 juta jiwa. Mereka berasal dari berbagai suku yang tersebar di kawasan barat China di provinsi Xinjiang, Gansu dan Ningxia. Selain itu, ada pula kantong-kantong Muslim di Provinsi Yunnan dan Henan.

Lailatul Qadar di China Hanya Setengahnya Indonesia

IMG02330-20130802-1327Khotbah Jumat di masjid Dongsi, Beijing, tengah disampaikan ketika saya memasuki ruangan masjid. Seorang ustad muda bermata sipit, bersorban dan berpakaian putih tengah menyampaikan khotbah Jumat dalam bahasa Mandarin di depan sekitar 100 jamaah yang terlihat menyimak dengan tekun. Di bagian belakang sang khotib, duduk bersila dua orang yang bersorban dan mengenakan pakaian sama dengannya. Tampaknya kedua orang tersebut adalah juga ustad dan tokoh yang disegani di masjid Dongsi.

Dengan tutur kata yang sopan dan halus, jauh dari kesan meledak-ledak seperti yang kerap dijumpai dalam khotbah di Indonesia, sang khotib menyampaikan khotbah mengenai malam Lailatul Qadar. Dalam khotbahnya, sang khotib antara lain mengemukakan mengenai kemuliaan malam Lailatul Qadar sebagai malam yang agung, malam penuh kemuliaan banyak dinantikan dan diharapkan oleh seorang Muslim. Ibadah di dalamnya lebih baik daripada ibadah selama seribu bulan. Siapa yang mendapatkan kemuliaannya sungguh ia manusia beruntung dan dirahmati. Sebaliknya, siapa yang luput dari kebaikan di dalamnya, sungguh ia termasuk manusia buntung dan merugi.