Monthly Archives: March 2014

WNI di Beijing Coblos Pemilu 2014 Lebih Awal

Pemilu Beijing

Hajatan pesta demokrasi 2014 dimulai dari luar negeri. Dan Beijing menjadi salah satu kota pertama di luar negeri yang menggelar pemilihan umum (pemilu) pada tanggal 30 Maret 2014, lebih cepat 10 hari dari pemilu di Indonesia yang digelar tanggal 9 April 2014. Berikut reportase pelaksanaan pemilu di Beijing. Sengaja saya membuatnya dengan bahasa yang lebih renyah biar tidak terkesan sebagai sebuah press release :)

“Waduh, tadi gue mesti bangun pagi-pagi biar gak kesiangan tiba di KBRI. Elo tau sendiri kan, libur-libur begini paling males bangun pagi. Enakan juga tarik selimut lagi daripada mesti ke KBRI naik kereta subway”, ujar seorang mahasiswi berambut sebahu ke rekannya saat berbincang-bincang sambil menyantap mi bakso

“Kalau gue sich gak masalah bangun pagi. Tapi gue gak bisa langsung ke KBRI untuk mencoblos karena mesti ke gereja. Dari gereja baru dech ke KBRI. Gak apa-apa agak kesiangan, yang penting gak terlambat dan bisa memberikan suara di TPS (Tempat Pemungutan Suara)”, timpal rekan si mahasiswi tersebut.

“ehm kalau gue sich, selain alasan susah bangun pagi, awalnya gue emang males untuk milih. Gue masih bingung untuk milih siapa. Makanya gue datang sekitar setengah jam sebelum TPS tutup”, begitu komentar yang saya dengar dari seorang mahasiswi n berjaket merah yang datang sore hari menjelang TPS tutup.

Kembali ke Tionghoa dan Tiongkok

tionghoa gusdurMelalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mengeluarkan  keputusan yang mencabut Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967, yang pada pokoknya mengganti penggunaan istilah “Tionghoa/Tiongkok” dengan istilah “Tjina”.

Dalam pertimbangannya disebutkan bahwa penyebutan istilah “Tjina/Cina” dalam surat edaran tersebut telah menimbulkan dampak psikososial-diskriminatif dalam relasi sosial yang dialami warga bangsa Indonesia yang berasal dari keturunan Tionghoa.

Pertimbangan lainnya adalah bahwa pandangan dan perlakuan diskriminatif terhadap seorang, kelompok, komunitas dan/atau ras tertentu, pada dasarnya melanggar nilai, prinsip perlindungan hak asasi manusia. Dan karenanya pula, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Mengunjungi Peternakan di Mongolia

MongoliaSetelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam dari Ulaanbaatar, ibu kota Mongolia, akhirnya saya dan anggota delegasi Konperensi ke-32 Food and Agricultural Organization (FAO) se Asia dan Pasifik tiba di kawasan peternakan Tsonjin Boldog. Secara jarak sebenarnya kawasan Tsonjin Boldog tidak terlalu jauh dari Ulaanbaatar, tidak sampai 100 km, namun karena jalanan di atas padang rumput yang dilewati tidak beraspal dan sebagian besar tertutup lapisan salju maka bus yang kami tumpangi pun tidak bisa melaju cepat.

Musim dingin yang panjang membuat kawasan padang rumput yang di musim panas terlihat hijau, maka di musim dingin justru menjadi putih karena tertutup salju.  Tidak mengherankan jika sepanjang mata memandang yang tampak adalah hamparan padang luas, pegunungan dan perbukitan yang diselimuti salju.

Cuma China Yang Berani Nilai HAM AS

‘Adat dunia balas-membalas, syariat palu-memalu’ demikian bunyi sebuah pepatah Melayu yang berarti kebaikan hendaknya dibalas dengan kebaikan, kejahatan dibalas dengan kejahatan pula. Pepatah ini sepertinya tepat untuk menggambarkan langkah yang ditempuh China dalam menghadapi tudingan pelanggaran HAM berat yang disampaikan AS dalam laporan tahunan  yang berjudul ‘Country Reports on Human Rights Practices for 2013’  yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) AS pada hari Kamis (27 Februari 2014).

Dalam laporan yang dimuat di laman resmi web Kemlu  AS dikemukakan bahwa meski terdapat kemajuan dalam penerapan HAM di China, namun Pemerintah China tetap melanjutkan tindakan yang melanggar HAM seperti antara lain melakukan penangkapan terhadap orang-orang yang mengkritik kebijakan pemerintah, perlakuan tidak adil terhadap etnis minoritas di Tibet dan Xinjiang dan sensor penggunaan internet.

Berbeda dengan kebanyakan negara lain yang enggan menanggapi laporan HAM Kemlu AS, China justru segera membalasnya sehari kemudian (Jumat 28 Februari 2014) melalui laporan HAM yang dikeluarkan oleh Kantor Penerangan Dewan Negara China yang berjudul ‘the Human Rights Record of the United States in 2013’. Seperti dikatakan  juru bicara Kemlu RRT Qin Gang, melalui laporan tersebut China ingin memperlihatkan kepada dunia bagaimana AS yang juga memiliki sejumlah  catatan pelangaran HAM, sebenarnya tidak layak untuk melakukan penilaian (mengenai terjadinya pelanggaran HAM) terhadap negara lain.