Monthly Archives: May 2014

Belajar Pertanian Hingga ke Tiongkok

blusukan agricultural chengduTanggal 26-27 Mei 2014 lalu untuk kesekian kalinya saya berkunjung ke Chengdu, ibu kota Provinsi Sichuan, yang terletak di barat daya Tiongkok atau sekitar 2 jam 40 menit penerbangan dari Beijing. Kunjungan kali ini dilakukan bersama dengan KPH Haryo Wiroguno dari Yogyakarta, Sekretaris Daerah Kabupaten Kulon Progo dan beberapa pengusaha Indonesia untuk melaksanakan promosi pertanian dan peninjauan ke distrik Chenzhou guna melihat pengelolaan pertanian modern yang dilakukan para petani di Chengdu.

Dipilihnya Chengdu sebagai daerah kunjungan tidak terlepas dari peran penting kota tersebut dalam pengembangan industri pertanian terbesar di Tiongkok. Di kota yang terkenal dengan pandanya ini dikembangkan antara lain tanaman padi, sayur-sayuran, buah-buahan, ternak, teh hijau, jamur, tanaman herbal, ikan air tawar dan bambu. Selain itu, dikembangkan pula pertanian berwawasan lingkungan (eco-agriculture), dan wisata pertanian.

Di Chenzhou saya kembali bertemu Luo Dong, seorang pemuda berusia sekitar 30 tahunan. Dari penampilannya, Luo terlihat tidak berbeda dengan para pemuda seusianya yang bergaya modis dengan celana jins dan jaket melekat di tubuh. Yang membedakan adalah profesinya sebagai petani. Bukan hanya itu, ia pun adalah adalah seoang ketua kelompok tani yang dipilih dari sekitar puluhan petani yang ada di kelompoknya. Di tengah pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi Tiongkok yang sedemikian pesat dan mendorong kaum muda berlomba-lomba mencari pekerjaan di kota-kota besar, pilihan Luo untuk berprofesi sebagai petani tentu saja menarik.

Masjid di Lereng Bukit Laoshan

mosque qingdaoSempat tersasar karena salah alamat, akhirnya saya tiba di masjid Qingdao di Tongan Road No. 562, Distrik Utara Kota Qindao (informasi dari om google menyebutkan bahwa masjid tersebut terletak di Changzhou Road, Distrik Shinan, sekitar 30 menit berkendaraan dari lokasi masjid yang sebenarnya). Dari kejauhan masjid ini tidak terlihat karena terhalang bukit dan pepohonan, tapi begitu mendekati gerbang tampaklah sebuah bangunan megah dengan kubah kuning di atapnya dan 2 buah menara jangkung di setiap sudutnya.

Berbeda dengan beberapa masjid di Tiongkok yang umumnya dibangun dengan arsitektur tradisional Tiongkok dan terletak di tengah pemukiman muslim, maka masjid Qingdao justru dibangun dengan gaya arsitektur modern dan menyerupai bangunan masjid yang ada di Indonesia. Masjid Qingdao dibangun di lereng sebuah bukit yang disebut Laoshan, kawasan baru yang jauh dari pemukiman. Karena letaknya di lereng bukit, tidak heran jika untuk mencapai tempat tersebut, kendaraan yang ditumpangi mesti mendaki dan berputar mengelilingi bagian bukit.

Masjid Qingdao yang diresmikan pada 2006 ini sebenarnya merupakan masjid baru yang dibangun untuk menggantikan masjid lama yang terletak dekat stasiun kereta, yang sudah rata dengan tanah dan menjelma menjadi bangunan apartemen bagi warga setempat. Berdiri di atas tanah seluas sekitar 4.000 meter persegi, bangunan masjid Qingdao memiliki dua lantai yang dipergunakan untuk sholat dan berbagai kegiatan lainnya.