Monthly Archives: September 2015

Mengenalkan Indonesia di Kazakhstan Lewat Famtrip

maksi kazakh“Jika Mr. Aris mengenalkan kepada kami pepatah Indonesia Tak Kenal Maka Tak Sayang, maka di negeri kami pun ada pepatah yang berbunyi Daripada 100 Kali Mendengar, Lebih Baik Sekali Melihat”, begitu disampaikan Bakhyt Rustemov, seorang penulis dan akademisi asal Kazakhstan saat berbincang-bincang dengan saya usai makan siang bersama di restoran VIP D’Cost Jalan Abdul Muis Jakarta, 22 September 2015.

Rustemov menyatakan kegembiraannya karena setelah sebelumnya sering mendengar Indonesia lewat media dan literatur yang dibacanya, pada akhirnya bisa mewujudkan keinginannya berkunjung ke Indonesia dan melihat langsung kehidupan masyarakat Indonesia. Ditambahkan oleh Rustemov, bahwa kunjungan pertamanya ke Indonesia kali diharapkan menjadi awal untuk mewujudkan keinginannya menulis tentang Indonesia dalam bahasa Kazakh.

“Sebagai seorang atheis waktu masih di bawah pemerintahan Uni Soviet dan sekarang menjadi Muslim, saya juga ingin tahu tentang kehidupan Muslim di Indonesia”, demikian ditambahkan oleh Rustemov.

Hal senada juga dikemukakan oleh anggota rombongan lainnya yaitu Nikolay Postnikov. Sebagai seorang photographer dirinya sangat senang dapat berkunjung ke Indonesia karena bisa mengabadikan banyak hal mengenai keindahan Indonesia melalui bidikan lensanya. (Beberapa foto Postnikov bisa dilihat pada bagian bawah postingan ini)

Kerak Telor Betawi

IMG_20150920_163645Namanya Bang Risol. Sore itu, ketika saya mendatanginya di kawasan Lapangan Banteng, ia terlihat sedang sibuk membuat kerak telor untuk dua orang pembeli yang duduk di sebuah kursi pendek. Ia terus mengipas-ngipas api di dalam anglo yang diletakkan di tanah antara kedua gerobak pikul dan membolak-balik kerak telor yang diletakkan di atas wajan kecil. Tidak sampai 15 menit kerak telor yang dibuatnya matang. Setelah diberi bumbu berupa serundeng dan bawang goreng, maka kerak telor siap disantap.

Ya, berbeda dengan sajian kuliner lainnya yang umumnya didagangkan di restoran, rumah makan ataupun kios, maka kerak telor Bang Risol dan juga pedagang kerak telor lainnya langsung dibuat dan didagangkan dekat gerobak panggulnya yang khas beserta perangkat memasak sederhana berupa anglo dan arang.

Sebagai sebuah ikon kuliner dari Jakarta, boleh dikatakan kerak telor cukup popular di kalangan pecinta kuliner, tidak kalah jika dibandingkan dengan kuliner Betawi lainnya seperti gado-gado, karedok, asinan dan ketoprak. Konon sejak dulu kerak telor telah popular karena kelezatannya bahkan disajikan sebagai hidangan khusus untuk merayakan suatu acara atau hajatan.

Karikatur Tidak Lucu Charlie Hebdo Mengenai Aylan

Charlie Hebdo Aylan first-drawingSebuah foto bayi tiga tahun bernama Aylan Kurdi yang tertelungkup di pesisir Semenanjung Bodrum di pantai Turki pada tanggal 3 September 2015 telah membuat dunia tercengang dan murka serta menimbulkan simpati. Bayi dibawah tiga tahun asal Suriah yang masih mengenakan kaos warna merah dan celana biru, dengan sepasang sepatu melekat di kaki mungilnya itu terbaring tewas tak bernyawa, setelah kapal yang dia dan keluarganya tumpangi untuk mengungsi, terbalik terhantam ombak di Pulau Kos, Yunani.

Selain Aylan, ikut tewas pula Galip (kakaknya yang berusia 5 tahun) dan ibunya. Sedangkan ayahnya, Abdullah berhasil selamat. Mereka adalah bagian dari rombongan para pengungsi Suriah yang berusaha menghindar dari perang saudara yang sedang berkecamuk di sana.
Para tokoh dan media massa global pun ramai-ramai bersuara untuk menggugah kepedulian masyarakat dunia, terutama para pemimpinnya agar bisa mengambil tindakan, agar bisa menghentikan perang yang sedang terjadi.

Namun di tengah pemberitaan dan simpati media global kepada Aylan Kurdi yang menjadi simbol krisis pengungsi, majalah satir Perancis, Charlie Hebdo justru kembali memantik kontroversi. Seolah tidak kapok menghadapi serangan bersenjata seperti yang dialami 8 bulan lalu, Charlie Hebdo menampilkan dua buah kartun yang justru mengejek kematian Aylan. Berlindung di balik alasan kebebasan berpendapat, Charlie Hebdo mentertawai kematian Aylan Kurdi melalui karikatur-karikaturnya.

Ojek Sepeda Ontel Yang Tetap Menggoda

IMG_20150909_121557Di tengah kesuksesan Go-Jek memanfaatkan teknologi informasi yang mulai menggeser ojek motor konvensional, ternyata masih ada jasa angkutan alternatif yang masih bisa bertahan tanpa sentuhan mesin bermotor ataupun teknologi canggih  yaitu ojek sepeda ontel. Zaman yang semakin canggih sepertinya belum sepenuhnya mampu menyingkirkan kendaraan roda dua tanpa mesin ini. Keberadaan pengemudi ojek sepeda ontel ini masih bisa kita jumpai, antara lain di depan Stasiun Kota seperti yang saya saksikan pada Rabu (9/9/2015).

Siang itu, segera setelah keluar dari gerbang sebelah kanan Stasiun Kota, beberapa pengemudi ojek berjejer sambal memegang sepeda ontel menyongsong kehadiran para penumpang kereta yang baru saja keluar Stasiun. Mereka menawarkan jasa mengayuh sepeda ontel ke daerah-daerah di sekitar kawasan Kota Tua hingga Mangga Dua.

Panas terik matahari tidak menyurutkan semangat para pengemudi ojek untuk menawarkan jasanya dan kemudian mengayuh sepeda menyusuri gang dan bersaing dengan dengan angkutan kota dan sepeda motor. Wajah optimis dan penuh senyum diperlihatkan salah seorang pengemudi ojek sepeda yang saya abadikan gambarnya pada tulisan ini. Meski banyak penumpang yang memilih ojek motor, tapi pengemudi ojek berkaos biru ini tetap tersenyum dan berharap akan ada penumpang yang menaiki sepedanya.