Monthly Archives: December 2015

Kelengangan Natal Di Brussel

IMG_20151224_162629Pada 20-25 Desember 2015 saya berkesempatan melakukan perjalanan dinas ke Brussel, ibu kota Belgia dan Uni Eropa. Mengingat saya pernah menetap bersama keluarga di Brussel pada tahun 2004-2008, kunjungan kembali ke Brussel tentu saja sangat menyenangkan. Rasanya seperti pulang kampung. Dan karena kunjungan kali ini bertepatan dengan hari Natal, yang tentunya dirayakan masyarakat Belgia yang mayoritas Katholik dan Protestan, saya membayangkan suasana kota akan lebih semarak dibandingkan pada hari-hari biasa.

Ya, seperti lazimnya semarak Natal di kota-kota besar di Eropa yang diwarnai berbagai hiasan, mulai dari pohon Natal, patung sinterklas hingga lampu warna warni, saya pun membayangkan kesemarakan suasana Natal di Brussel tahun 2015. Dan karena Natal jatuh setiap musim dingin, saya juga membayangkan jantung kota Brussels berubah menjadi “Winter Wonderland” seperti tahun-tahun sebelumnya, yang menampilkan pasar magis Natal, berbagai cahaya lampu, aktifitas jalanan di sekitar gedung Bourse (Bursa Efek), Place Sainte Catherine dan Marché aux Poissons (pasar ikan), dan tentu saja kawasan kota tua Grand Place atau Grote Mark.

Kawasan tersebut di atas senantiasa ramai dikunjungi warga setempat dan wisatawan manca negara yang ingin mengunjungi pasar Natal dan melihat-lihat serta menikmati keindahan arsitektur bangunan Eropa klasik buatan abad ke-11. Bangunan dan ruangan di sekitar Grand Place dihiasi pohon Natal yang dipenuhi lampu warna-warni serta ornamen lainnya. Toko-toko, restoran, dan kafe pun tidak mau kalah menyemarakkan suasana Natal dengan menjual merchandise, gastronomi khas Natal dalam berbagai bentuk dan kemasan.

Menjaga Kesinambungan Diplomasi Demokrasi

Sempat muncul selentingan bahwa pelaksanaan Bali Democracy Forum (BDF) akan ditinjau kelanjutannya, akhirnya pada tanggal 10-11 Desember 2015, bertempat di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali, BDF VIII kembali digelar dan kali ini mengusung tema Democracy and Effective Public Governance (Demokrasi dan Kepemerintahan Publik Yang efektif).

Forum dibuka resmi oleh Wakil Presiden M. Jusuf Kalla dan dihadiri 19 menteri/wakil menteri dan perwakilan dari 89 negara peserta dan observer. Pertemuan dibagi dalam 4 sesi yaitu pembukaan, debat umum, diskusi panel I dan II, dengan masing-masing panel membahas sub-sub tema tersendiri. Pada akhir pertemuan dihasilkan Chair’s Statement yang memuat hasil pertemuan dan kesepakatan yang dicapai oleh para peserta pertemuan.

Pada sesi pembukaan, Menlu Retno Marsudi menggarisbawahi dinamika demokrasi global sejak penyelenggaraan BDF VII tahun 2014 dan peran Bali Civil Society dan Media Forum dalam mengembangkan lingkungan yang lebih inklusif bagi hubungan antar pemerintah (G-to-G). Menlu juga menekankan kembali bahwa BDF di tahun-tahun mendatang akan tetap diselenggarakan dalam kerangka kerja sama , G-to-G pada tingkat menteri.

Santri dan Toleransi Dalam Kartun

IMG_20151129_180113Karya seni rupa, terkhusus lagi karya kartun, merupakan tawaran yang bisa disodorkan sebagai alternative untuk mendekatkan isu sensitif dan penting kepada publik luas. Seperti halnya karya seni (rupa) pada umumnya, kartun diekspektasikan mampu melakukan proses mimesis atas artefak dan gejala visual yang ada di alam, serta kemudian membubuinya dengan aksi kritis atas gejala sosial yang melingkungi problem kemasyarakat secara umum. Kritisisme atau aksi kritis yang bisa ditawarkan oleh karya kartun pada umumnya dengan pendekatan humor”, demikian tulis Kuss Indarto, kurator pameran Kartun Santri Nusantara yang digelar di Ruang B Galeri Nasional, Jakarta, 24-30 November 2015.

Dan merujuk perkataan Kuss Indarto tersebut di atas, maka ketika seorang santri membuat kartun, maka bisa diduga bahwa isu sensitif dan penting yang ingin disampaikan kepada publik luas adalah hal-hal yang terkait Islam dengan bumbu aksi kritis gejala sosial yang melingkungi problem kemasyarakatan secara umum. Hal ini tidak mengherankan, karena ketika kita bicara tentang santri maka kita merujuk pada seseorang yang mengikuti pendidikan ilmu agama Islam di suatu temp[at yang dinamakan Pesantren, biasannya menetap (mondok) di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai.