Monthly Archives: August 2016

Masjid Merah Panjunan dan Wujud Akulturasi Antar Budaya

masjid merah panjunan“Jauh-jauh ke Cirebon kok kita malah diajak ke masjid kecil seperti ini sich”, gerutu seorang teman saya ketika siang itu kami tiba di sebuah masjid berpagar merah bata di kawasan Panjunan Cirebon untuk menunaikan sholat dhuhur.

“Tempat wudhunya pun tidak dipisahkan antara pria dan wanita, kita kan jadi susah untuk berwudu”, gerutunya lagi, seolah gerutuannya ingin didengar oleh teman-teman yang lain. Sementara teman-teman yang lain hanya senyum-senyum saja.

Saya yang mengajak teman-teman mampir ke masjid ini pun kemudian memberikan sedikit penjelasan, meski kecil dan sederhana, tapi masjid merah ini merupakan masjid bersejarah yang didirikan pada tahun 1480 dan menjadi salah satu saksi perkembangan Islam di Cirebon. Masjid ini menjadi saksi dari kegiatan para Wali Songo (Sembilan Wali), penyebar Islam di Jawa, dalam mengkoordinasikan dalam menyiarkan agama Islam di daerah Cirebon dan sekitarnya.

Kediaman Achmad Soebardjo Kantor Pertama Kemlu

rumah achmad soebardjo“Perjalanan seribu mil diawali dengan sebuah langkah”, demikian sebuah pepatah bijak dari Tiongkok. Demikian pula dengan perjalanan diplomasi Indonesia, dimulai dari langkah pertama dan langkah itu dimulai dari Kediaman Achmad Soebardjo di Jalan Cikini Raya No. 80, Jakarta Pusat.

Mereka yang biasa makan di warung “Ampera 2 Tak” di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, tidak jauh dari stasiun kereta Cikini, pasti sering melihat sebuah rumah besar berarsitektur Belanda yang letaknya persis di seberang warung tersebut. Tapi meski sering melihat rumah tersebut, kemungkinan besar mereka tidak tahu siapa pemilik rumah yang terletak di Jalan Cikini Raya No. 80 tersebut. Tidak ada keterangan apapun, misalnya papan nama, yang menunjukkan identitas penghuni atau pemilik rumah tersebut. Rumah itu terlihat kusam dan sepi. Hanya sesekali terlihat ada orang keluar masuk dari rumah tersebut.

Namun pada 19 Agustus 2016 lalu, sejak pagi suasana yang berbeda tampak di rumah tersebut. Pagar rumah dipasangi selendang merah putih. Sementara di halaman rumah berkibar sebuah bendera merah putih berukuran besar dan sebuah tenda putih menempel pada dinding rumah bagian depan. Tamu-tamu terlihat berdatangan memasuki rumah dan dua buah bus bertuliskan “Kementerian Luar Negeri” terlihat diparkir di pinggir jalan Cikini Raya.

Pada hari itu pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) tengah melakukan napak tilas memperingati ulang tahunnya yang ke-71 yang jatuh pada tanggal 19 Agustus 2016. Kegiatan dilakukan dengan mengunjungi rumah milik Menteri Luar Negeri (Menlu) pertama Republik Indonesia Achmad Soebardjo di Jalan Cikini Raya No. 80, Jakarta Pusat.

Mendorong Perdamaian Lewat Diplomasi Seni Lukis

MEnlu Retno“Kewajiban untuk menjaga perdamaian dunia secara jelas disebutkan dalam Konstitusi RI. Untuk itu, guna melaksanakan amanah Konstitusi, kami ke Riyadh dan Teheran untuk menemui pemimpin kedua negara guna meredakan konflik yang terjadi antara kedua negara tersebut. Di awal tahun 20116 ini, kami juga menggelar KTT Luar Biasa OKI khusus membahas status Palestina. Bukan hanya itu, kami pun terus mendorong keikutsertaan pasukan penjaga perdamaiaan asal Indonesia, yang saat ini sudah menjadi 10 besar negara penyumbang pasukan perdamaian di dunia, untuk menengahi konflik internaional”, demikian sambutan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi ketika membuka pameran lukisan tunggal karya maestro lukis Jeihan Sukmantoro yang bertajuk “Perdamaian di Bumi (Peace on Earth)” di Jakarta, 6 Agustus 2016.

“Kita sangat prihatin dengan kondisi dunia saat ini yang masih terus penuh dengan konflik. Untuk itu, saya sangat senang dapat memenuhi undangan Pak Jeihan dan membuka pameran karya-karyanya yang penuh makna dan pesan-pesan perdamaian. Saya mengapresiasi upaya Pak Jeihan untuk menyerukan pedamaian dunia lewat seni lukis. Dan melalui pameran selama dua hari ini (6-7 Agustus 2016), yang rencananya akan diikuti dengan pameran serupa di Washington DC, Amerika Serikat dan Moskow, Rusia, seruan perdamaian Indonesia kembali ditegaskan”, demikian ditambahkan oleh Menlu Retno Marsudi.

Kehadiran Menteri Luar Negeri RI dalam pembukaan pameran tunggal Jeihan, yang juga dihadiri oleh kalangan corps diplomatic di Jakarta dan pecinta seni lukis, memperlihatkan konsistensi dukungan Pemerintah Indonesia dalam ikut menjaga perdamaian dunia, bukan saja melalui jalur diplomasi dan pengiriman pasukan penjaga perdamaian tetapi juga melalui jalur seni dan budaya.

Menikmati Kekayaan Sang Proklamator Kemerdekaan RI

IMG_20160805_145856Sebagai seorang proklamator kemerdekaan dan Presiden pertama Indonesia yang berkuasa penuh selama 20 tahun, Ir. Soekarno atau Bung Karno memiliki kesempatan besar untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan untuk diri sendiri dan keluarganya. Tidak heran jika setelah beliau tumbang dari kekuasaannya dan wafat pada tahun 1970 dalam status tahanan rumah, banyak pihak yang kemudian memburu harta warisan kekayaan Bung Karno dan ingin menikmatinya, bahkan hingga ke luar negeri. Hal ini dilakukan karena konon Bung Karno memiliki simpanan jutaan dollar Amerika di sebuah bank di Swiss dan menyimpan beberapa ton emas batangan di suatu tempat.

Kini, guna merayakan hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71, untuk pertama kalinya masyarakat memiliki kesempatan untuk menikmati warisan kekayaan Bung Karno. Hal ini bisa terjadi karena sepanjang Agustus 2016 ini sejumlah kekayaan Bung Karno dibuka dan dipamerkan ke publik oleh Sekretariat Negara RI. Benarkah? Iya, benar sekali, tapi bukan warisan kekayaan berupa uang atau emas yang dipamerkan ke publik, karena hal itu mungkin hanya isapan jempol semata, melainkan kekayaan seni dan budaya dalam bentuk koleksi lukisan yang tak ternilai harganya.

Sebanyak 28 koleksi lukisan Istana Kepresidenan, dari sekitar 3.000 lukisan, yang tersimpan di beberapa Istana Kepresidenan Indonesia, antara lain Istana Kepresidenan di Jakarta, Bogor, Cipanas, Yogyakarta, dan Tampaksiring-Bali dan sebagian besar adalah koleksi Bung Karno yang dikenal memiliki selera seni sangat tinggi. Sebagian koleksi itu adalah hasil upaya Presiden Soekarno sendiri, yang tak segan langsung berbelanja ke berbagai galeri atau sanggar seni. Sebagian lukisan itu juga hadiah dari pemimpin negara-negara lain saat berkunjung ke Indonesia.