Kerap dikenal sebagai daerah penghasil buah nanas simadu, Kabupaten Subang di Jawa Barat ternyata juga merupakan penghasil buah rambutan, salah satu jenis buah lokal di Indonesia yang mampu bertahan dari serbuan buah impor. Seperti data yang didapat dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Subang, di kabupaten ini terdapat perkebunan rambutan luas milik warga yang tersebar di 16 kecamatan (dari 30 kecamatan).
Dengan jumlah lahan kebun rambutan yang luas, tidak mengherankan jika setiap musim rambutan tiba, warna merah buah rambutan mendominasi pemandangan di Kabupaten Subang, khususnya di kecamatan Purwadadi, Kalijati, dan Cipeundeuy. Di sepanjang tepi jalan menuju ketiga kecamatan tersebut terlihat pohon rambutan dan para pedagang ramai menjajakan buah rambutan.
Untuk mencapai Subang, warga Jakarta dan sekitarnya dapat melalui jalan tol Cikopo, keluar di pintu tol Kalijati. Jika tidak terkena macet, sekitar 2 jam kita akan tiba di Subang dan merasakan suasana pedesaan yang dikelilingi pohon rambutan. Dengan semakin mudahnya akses ke Subang, maka jalan-jalan di akhir pecan bersama keluarga dan sahabat ke daerah tersebut bisa menjadi alternatif pilihan menarik, khususnya saat musim panen rambutan pada bulan Desember – Februari.
Berada di tengah kebun dan sensasi memetik buah rambutan bersama-sama dari pohon di kebun menjadi hiburan dan pengalaman tersendiri, khususnya untuk anak-anak yang biasa tinggal di perkotaan. Mereka dapat lebih mengenal lebih dekat pohon rambutan mulai dari perawatan hingga panen langsung buah rambutan dari pohonnya. Untuk itulah pada tanggal 16 Januari 2016 saya bersama keluarga dan teman-teman SMA melaksanakan kegiatan “jalan-jalan ke kebun rambutan Pak Mulyadi” di Subang.
Pak Mulyadi, salah seorang teman SMA saya yang memiliki beberapa kebun rambutan di daerah tersebut, dengan senang hati menjadi tuan rumah yang baik bagi teman-teman dan keluarganya. Mereka diperbolehkan memanjat pohon rambutan dan memetik buahnya secara langsung atau merasakan dikerubuti semut hitam yang jatuh dari dedauan atau buah. Mereka yang tidak bisa memanjat pohon bisa memetik rambutan dengan tangannya atau menggunakan galah dari bambu. Kegembiraan terpancar dari wajah-wajah bapak, ibu dan anak-anak yang ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Anak-anak yang terbiasa bermain dengan gawai atau duduk manis di depan komputer, hari itu dengan riang berloncat-loncatan untuk menggapai dan memetik rambutan dan memakan di tempat. Sesekali anak-anak tersebut memanjat pohon atau menggunakan galah untuk memetik rambutan. Sementara orang tua menunggu di samping atau dibawahnya sembari memegang karung untuk menampung rambutan yang dipetik, yang beberapa diantaranya sudah dibawa dari rumah (niat banget he he he).
Di sela-sela kegiatan memetik rambutan, tidak ketinggalan anak-anak dan orang tua menyempatkan diri untuk berfoto bersama ataupun berselfie. Kehadiran domba-domba yang sedang merumput di kebun rambutan juga menjadi daya tarik tersendiri dan menjadi teman berfoto sambal bergaya ala peternak (kalau itu sich saya sendiri ha ha ha).
Puas memetik rambutan dan bermain di kebun, rombongan pun kemudian beristirahat di kediaman Pak Mulyadi untuk makan “sore” dan bebenah sebelum kembali ke kediaman masing-masing. Bukan hanya itu, ternyata masing-masing keluarga juga dibekali dengan 1-2 karung rambutan yang sudah dipetik sebelumnya. Alhamdullilah.
Leave a Reply