Seperti halnya bus, truk merupakan
raksasa jalan raya yang kehadirannya menakutkan para pengemudi kendaraan
lainnya. Saat kedua jenis kendaraan tersebut melaju di jalan raya, mereka tidak
ubahnya seperti monster. Kendaraan kecil yang berada di depannya sebaiknya menyingkir
dan jangan coba-coba menghalangi jalannya bila tidak ingin terancam
keselamatannya. Mengenai hal ini, aku punya pengalaman yang tidak terlupakan terkait
perilaku kendaraan segeda bagong tersebut yang nyaris saja merenggut
keselamatanku.
Kejadiannya terjadi beberapa tahun silam
di jalur pantura, ketika dalam perjalanan kembali dari mudik lebaran. Saat itu sebuah
truk hendak menyalip kendaraan jenis keluarga yang aku kemudikan. Sadar menghalangi
jalannya, sebelum sopir truk membunyikan klaksonnya, aku pun mengarahkan
kendaraanku ke jalur kiri. Tentu saja guna memberikan kesempatan truk tersebut melewatiku
dari sisi kanan.
Belum lagi posisi kendaraanku sempurna di jalur kiri, tiba-tiba truk tersebut sudah nyelonong di jalur kanan. Aku yang mencoba berhati-hati dalam mengemudi tentu saja kaget luar biasa karena tiba-tiba ada truk nyelonong di sisi kanan dengan jarak sangat dekat. Tidak lama kemudian terdengar bunyi berderit di bagian kanan kendaraanku. Rupanya truk tersebut telah menyerempet sisi kanan kendaraan dan menggores bagian pintu depan. Sedikit saja bergeser ke kiri maka celakalah aku at https://www.sellinglandfast.com/.
Ketika kendaraanku dan truk berhenti aku
bergegas menemui sang sopir truk. Aku tentu saja marah kepada sopir truk yang
tidak berhati-hati dalam mengemudikan kendaraannya, sehingga membahayakan kendaraan
lain. Tapi belum lagi marahku memuncak, sang sopir truk telah meminta maaf
terlebih dahulu. Ia beralasan ngantuk saat hendak menyalib kendaraanku. Sang sopir
truk yang berusia separuh baya mengaku kecapekan karena sudah seharian
mengemudi dan belum sempat istirahat. Akibatnya kurang konsentrasi dan
mengantuk saat mengemudi.
Menyaksikan kepasrahan sopir truk dan
niat baiknya untuk segera mengakui kesalahannya membuat aku tidak memperkarakannya
lebih lanjut. Aku hanya minta sopir truk dan perusahaan tempatnya bekerja untuk
menanggung biaya perbaikan kendaraanku yang terserempet truk.
Peristiwa yang terjadi beberapa tahun
silam tersebut muncul kembali dalam ingatanku ketika ketika aku bersama lima
orang teman sedang beristirahat sejenak di rest area KM57 dalam perjalanan
menuju Subang. Kami memperbincangkan banyak hal hingga akhirnya terfokus pada
topik mengenai tulisan-tulisan di bokong truk.
Perbincangan mengenai tulisan di bokong
truk muncul setelah kami melihat beberapa truk masuk ke rest area KM57 yang beberapa
di antaranya memiliki tulisan-tulisan dan gambar-gambar yang menarik dan
menghibur di bokong truknya. Beberapa tulisan yang menarik dan menggemaskan
antara lain “Jangan tinggalkan yang baik demi yang menarik,” “Tidak ada kata terlambat untuk berubah,” “Jika
beban hidupmu sudah terlalu berat ragamu tak lagi kuat, ngisingo ben ro dok
lego,” atau yang paling legendaris “Kutunggu jandamu” dan
“Piye isih penak jamanku tho?”.
“Tulisan-tulisan dan gambar-gambar di
bokong truk lucu karena ia mewakili kenyataan hidup kita sehari-hari. Ternyata
di balik sikap ugalan-ugalan truk di jalan raya, ada realita kehidupan yang
mesti disikapi dengan bijak. Ada nilai filosofis yang bisa kita tarik dari tulisan
di bokong truk. Tidak sedikit dari tulisan-tulisan tersebut yang berisi ajakan untuk
hijrah,” ujar Karnadi atau biasa dipanggil Abie, temanku pertama yang membuka
obrolan tentang tulisan di bokong truk.
“Elo semua tau kan hijrah?,” tanya Abie.
Belum lagi menjawab pertanyaan, Abie
sudah langsung menjelaskan. “Bagi umat Muslim, hijrah mengingatkan akan momen
bersejarah hijrah Rasulullah Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah pada bulan
Muharam 662 Masehi yang merupakan proses berpindah dari keadaan yang tidak baik
menuju yang lebih baik,” jelas Abie.
“Bukan hanya itu, hijrah yang terjadi
pada bulan Muharam juga mengingatkan umat Muslim bahwa Muharam adalah bulan
haram untuk melakukan peperangan. Peperangan bukan hanya berarti mengangkat
senjata, membunuh, dan memerangi orang yang dianggap dholim, berperang juga
bisa diartikan berselisih. Umat Muslim dilarang untuk memulai perselisihan dan
bertengkar yang tidak ada manfaatnya,” ujar Abie panjang lebar.
“Lalu apa hubungannya antara tulisan di
bokong truk dengan hijrah,?” tanya Purwanto, temanku yang kedua, seolah tak sabar.
“Begini, elo lihat deh tulisan di dua bokong
truk yang diparkir di halaman itu. Tulisannya adalah “Jangan tinggalkan yang baik demi yang
menarik,” dan “Tidak ada kata terlambat untuk berubah. Bukankah kedua
kalimat ini sifatnya ajakan untuk berubah dari tidak baik menjadi baik,” jawab
Abie.
“Dari kedua tulisan tersebut saja kita
bisa mengetahui adanya pesan yang sifatnya mengajak untuk berubah dari yang belum
baik menjadi baik sesuai dengan semangat hijrah Nabi Muhammad SAW. Maksud dari tulisan
“Jangan tinggalkan yang baik demi yang menarik” menjadi bermakna karena memesankan
kepada kita akan nilai-nilai kebaikan. Maksudnya pun jelas yaitu agar jangan karena
ada yang lebih cantik maka lantas meninggalkan
saudara dan teman yang selama ini sudah berbuat baik terhadap kita,” jelas Abie
sambil menyeruput kopi.
“Terus tulisan “Tidak ada kata terlambat
buntuk berubah” bisa diartikan bahwa hijrah bisa terjadi atau dilakukan kapan
saja sepanjang diniatkan. Begitu kan Bie,” sela Purwanto.
“Benar sekali Pur,” jawab Abie
“Teman-teman, elo semua pernah kepikiran
enggak sich kalau sesungguhnya sebagian dari sopir truk adalah filsuf. Tentu saja
bukan sosok filsuf yang berwajah serius dan gemar melahap buku-buku filosofi
tebal. Tapi sosok filsuf jalanan yang bisa menyikapi hidup dengan cara jenaka. Mungkin
dengan berprinsip “Untuk apa pintar kalau tidak lucu,” tanya Mulyadi, temanku
ketiga yang biasa dipanggil Adut.
“Iya gua pernah kepikiran soal itu.
Sesungguhnya sopir truk adalah seorang filsuf yang sedang mengimplementasikan pemikiran-pemikiran
dalam kehidupan nyata. Ia kemudian menyosialisasikan pemikirannya lewat tulisan
di bokong truk,’ jawab Hermen, temanku keempat yang dari tadi sibuk update
status di media sosial
“Lalu bagaimana nilai filosofi dalam
tulisan di bokong-bokong truk tersebut,” tanya Hermen
“Elo pernah baca atau setidaknya dengar
tulisan di bokong truk yang berbunyi “Satu istri dua anak cukup, dua istri
semaput?,” sambut Adut
“Iya gue pernah lihat Dut. Gue kira
tadinya pesan sponsor tentang keluarga berencana. Tapi pas ada bagian dua istri
semaput alias pingsan, gue lantas berpikir bahwa si sopir truk sebenarnya ingin
mengingatkan teman-temannya agar cukup beristri satu saja. Meski menurut hukum agama,
sopir yang beragama Islam diperbolehkan beristri empat, tapi sopir truk yang penghasilannya
pas-pasan tidak usah sok-sokan memiliki istri lebih dari satu,” jawab Hermen
“Benar sekali. Meskipun kalimatnya
sederhana, tapi kalimat itu seperti sebuah respon atas gencarnya wacana
atau gairah terhadap poligini, seorang pria beristri lebih dari satu. Bahkan
belum lama ini ada kampanye tentang poligini yang dilakukan secara gencar. Muncul
propaganda mengenai idealnya beristri lebih dari satu,” jawab Adut
“Ngomong-ngomong, rasanya gue ingat Purwanto
pernah membagikan brosur poligini di group WA,” sela Abie
“Ha ha ha iya benar Bie. Gara-gara
brosur tersebut gue jadi ikut-ikutan membayangkan bahwa hidup dengan
dikelilingi banyak istri barangkali akan membuat hidup terasa keren. Makan
malam, jalan-jalan ke mal atau mengaji sambil ditemani para istri akan terlihat
gagah bila dipajang di media sosial,” jawab Purwanto dengan ceria.
“Halah … kayak elo berani aja Pur …,”
sela Hermen sambil nyomot gorengan tahu Sumedang
“Nah itu dia teman-teman, poligini memang
selalu menjadi tema obrolan yang seru di kalangan bapak-bapak, termasuk tentu
saja sopir truk. Tidak sedikit lho sopir truk yang bercita-cita punya istri di setiap
peristirahatan dalam perjalan. Ya mirip-mirip semboyan pelaut jaman dulu, punya
istri di setiap kota pelabuhan. Tapi, para sopir truk alias filsuf jalanan kita
mengingatkan sisi yang sering terlupakan dalam semangat yang menggebu
tersebut: semaput, pingsan. Ada realita yang harus disadari bahwa
kenyataan tidak selalu seindah harapan. Punya istri satu saja belum tentu bisa memberikan
nafkah yang mencukupi, apalagi beristri lebih dari satu. Bisa pingsan deh,” jelas
Abie.
“Tuh dengerin penjelasan Abie. Kalau
pangkat kopral jangan mimpi seperti jenderal. Semaput itu sangat mungkin
berarti tragedi secara fisik. Menafkahi dua orang istri (apalagi lebih) berikut
anak-anaknya bukan perkara mudah. Mereka harus kerja ekstra untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang tidak murah,” sela Hermen yang kali ini terlihat kepedesan
karena kebanyakan menggigit cabe rawit
“Benar banget Men. Bahkan bagi keluarga
yang berkecukupan pun, bisa pingsan kalau beristri lebih dari satu. Gua pernah
baca cerita pengalaman Aa Gym yang sempat goyah ketika beristri lagi. Karena
itu, tidak mengherankan bila ada kata-kata bijak di bokong truk tentang
bagaimana menjaga hati, “Ora usah dolanan barang sing nyelempit. Nikmate sak
menit rekosone sundul langit” (nggak usah main barang sempit. Nikmat
semenit, deritanya sampai langit). Atau “Jangan tinggalkan yang baik demi yang
menarik,” kali ini Mulad, temanku kelima, yang berkomentar
“Lalu bagainana dengan tulisan di bokong
truk yang bertujuan untuk melucu? Apakah semua tulisan di bokong truk bermaksud
untuk melucu,” tanya Purwanto, mengalihkan pembicaraan soal poligini.
“Menurut gua sih, tidak semua jenis
tulisan di bokong truk dimaksudkan melucu. Seringkali kita mendapati tulisan
berupa nasihat, kritik nakal, protes, sindiran, gerundelan, atau curahan hati. Salah
satu contohnya yang berbunyi “Jangan tinggalkan yang baik demi yang menarik.”
Semua tulisan di bokong truk memliki kesamaan yaitu realistis, apa
adanya dan terkadang menjanjikan ironi. Mungkin karena itu sebabnya menjadi
lucu,” jelas Abie lebih lanjut
“Bisa diberikan contoh tulisannya?,”
tanya Hermen
“Lho tadi kan sebelumnya gua sudah kasih
contoh tulisan “Jika beban hidupmu sudah terlalu berat ragamu tak lagi kuat,
ngisingo ben ro dok lego (buang air besar lah biar lega),” jawab Abie
sambil menunjuk bokong sebuah truk yang diparkir di area kendaraan besar.
“Coba elo perhatikan deh pesan dari
tulisan tersebut. Gua kira sopir truk sedang meminta mereka yang membaca tulisan
di bokong truknya untuk menghadapi hidup dengan sederhana. Tidak harus repot-repot
memikirkan hidup ini. Memang kesannya agak nyeleneh dan jorok karena pakai kata
“ngisingo” (buang air besar). Tapi hidup memang begitu. Masalah yang sering
kali muncul dalam kehidupan seperti saat kita sakit perut karena kebanyakan
rujak pedas. Kalau sudah enggak kuat, ya cepetan buang air besar agar lega. Sakit
perut jangan ditahan-tahan, nanti bisa kecepirit di celana,” tambah Abie sambil
tertawa lebar.
Sambil tersenyum dan membatin aku
membenarkan perkataan Abie. Akupun kemudian turut meyakini bahwa makna tulisan
tersebut merupakan perwujudan sikap nrimo (pasrah) para sopir truk dalam menjalani
kehidupan. Mereka paham bahwa apabila hidup dipenuhi oleh banyak beban maka rasanya
memang begitu berat. Ketika banyak orang merasa tidak mampu lagi menghadapi
kehidupan yang berat, para sopir truk justru bisa menghadapinya dengan santuy.
Menerima kehidupan apa adanya. Hidup memang begitu, mau diapakan lagi.
Simak saja bagaimana mereka menyikapi masalah
asmara. Dengan ringan sopir truk menuliskan soal asmara di bokong truk dengan kata-kata
sebagai berikut “Jangan menangis karena cinta, tapi menangislah karena dosa.”
Lagi-lagi kalimat atau tulisan di bokong truk tersebut sangat sederhana, namun maknanya
ternyata tidak sesederhana yang diperkirakan. Ada cerminan kepasrahan dan
ketaatan kepada sang maha pencipta, Tuhan Yang Maha Esa. Coba, mana ada orang
yang tidak taat pada Tuhan Yang Maha Esa yang ingat akan dosa.
Masih soal asmara, bagi sopir truk, putus
cinta bukan satu-satunya persoalan di dunia. Bagi sopir truk, “putus cinta soal
biasa, putus rem mati kita”. Karena ketika putus rem, nyawa taruhannya.
“Teman-teman, tadi Abie sudah
menjelaskan bahwa ada kesantuy-an yang dilakukan sopir truk dalam menyikapi
hidup. Tapi bukan sekedar santuy dan nrimo, ada juga sikap ketaatan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Ada keyakinan bahwa berbuat salah itu adalah dosa.
Karenanya perlu upaya membersihkan diri dari dosa-dosa, baik dosa kecil ataupun
besar, yang dalam istilah agama disebut taubat,” ujarku ikut nimbrung
“Benar sekali Ris. Wah omongan elo sudah
mirip ustad,” sahut Adut
“Ha ha ha … enggak lah, gua belum cocok
jadi ustad. Tadi waktu elo semua mendengarkan penjelasan Abie, gue coba googling.
Gua lihat-lihat tulisan-tulisan lain di bokong truk. Selain foto-foto bergambar
tulisan di bokong truk, ternyata banyak pula tulisan yang membahas mengenai
kata-kata di bokong truk dari berbagai aspek. Ada yang membahasnya secara
serius, ada juga yang menuliskannya dengan santai dan menghibur. Pokoknya semua
cerita tentang kata-kata di bokong truk mengasyikkan,” jawabku
“Teman-teman, selain pembahasan dari
aspek filosofis ataupun agama, yang tidak kalah seru adalah membahas tulisan di
bokong truk dari sisi penulisan itu sendiri,” sela Mulad, temanku yang kelima.
“Maksudnya bagaimana Wo?,” tanya Adut,
sambil tangannya menyomot tahu goreng Sumedang dan cabe rawit dari bungkusan kantong
plastik
“Begini, kebetulan gue baru saja ikutan belajar
menulis online di group Whatsapp bimbingan om Budiman Hakim dan Kang Asep Herna.
Ada beberapa teori dasar menulis yang diajarkan beliau yang menurut gue cocok untuk
digunakan menganalisis tulisan di bokong truk,” jawab Mulad.
“Budiman Hakim yang biasa dipanggil Om
Bud, adiknya Pak Chappy Hakim mantan KSAU ya Wo?,” potong Hermen sebelum Mulad
bicara lebih lanjut
“Benar sekali. Om Bud, orang top di
periklanan dan sudah banyak menulis buku yang keren. Dia adiknya Pak Chappy
Hakim, yang juga sudah banyak menulis buku,” jawab Mulad.
“Jadi begini teman-teman, dalam salah
satu sesi penulisan dijelaskan mengenai perlunya kita senantiasa menggunakan
kata-kata positif. Hindari penggunaan kata “JANGAN”, “TIDAK BOLEH” dan
sebagainya. Karena kalau kita menggunakan kata-kata tersebut, maka alam bawah
sadar pembaca justru mengarahkan untuk melakukan tindakan sebaliknya,” lanjut Mulad
sebelum dipotong lagi oleh yang lain
“Coba kita tulis kata “JANGAN BACA
PARAGRAF KETIGA TULISAN INI”, maka dapat dipastikan sebagian besar pembaca akan
mencari paragraph ketiga dan membacanya. Tentu saja karena penasaran dan ingin tahu.
Kenapa kok dilarang,” jelas Bowo lagi
“Penulisan tersebut juga sangat erat
dengan teknik lainnya yang disebut Pre
Suposisi yang diadopsi Kang Asep dari Neuro Linguistic Programming. Katanya
Teknik ini sering dipakai untuk terapi, untuk mensugesti yang dikemas sebagai
sebuah praduga bahwa akan TERJADI sebuah tindakan/kejadian, di WAKTU TERTENTU,
di RUANG TERTENTU. Praduga atau asumsi ini membentuk sugesti kuat yang
menggiring audience/pembaca untuk merealisasikannya,”jelas Bowo.
“Bagaimana contoh tulisan yang ada di
bokong truk yang menggunakan Pre Suposisi Wo?,” kali ini Abie yang bertanya
“Ehm … apa ya. Oo … mungkin ini “NGEBUT
adalah IBADAH semakin NGEBUT semakin DEKAT dengan TUHAN”, perhatikan
kata-kata NGEBUT yang diulang-ulang yang menyiratkan akan terjadinya sebuah
tindakan/kejadian di waktu tertentu kalau sopir truk ngebut yaitu semakin ngebut
maka akan semakin cepat bertemu TUHAN,” jelas Bowo
“jadi kalau enggak mau cepat-cepat
bertemu Tuhan, yang jangan ngebut lah. Kemudikan truk dengan kecepatan wajar
sesuai peraturan jalan raya yang berlaku,” pungkas Bowo
“Tapi kan kata NGEBUT yang berarti
kencang bisa dikaitkan dengan kencang beribadah, jalan menjadi orang yang beriman
dan bertakwa. Bukan berarti jalan menuju kematian,” sanggah Abie.
“Iya, bisa juga ditafsirkan begitu Bie.
Bebas-bebas saja penafsirannya. Ini yang namanya penafsiran ganda dalam teori
penulisan yang diajarkan om Bud. Hebat, elo udah punya creative attitude nih,”
jawab Mulad.
“Oke deh teman-teman, kopi dan tahu goreng
kita sudah habis. Istirahat dan obrolan kita sudah cukup lama. Yuuk kita hijrah
ke tempat berikutnya. Kita enggak usah ngebut, santuy saja,” ajakku mengakhiri
obrolan kami di rest area KM57
“Yang pasti, lewat tulisan di bokong
truk, kita yg baca kalimat-kalimat dari bokong truk itu jadi terinspirasi untuk
hijrah yg maknanya lebih dari sekadar pindah tempat tapi lebih jauh dan lebih
dalam lagi, hijrah menjadi mahluk yg lebih baik, (mungkin juga) lebih kreatif.
Tulisan untuk membahagiakan orang lain, bisa dilakukan dengan sederhana. Tanpa
perlu pakai buzzer dan pencitraan di sana-sini. Melalui kata-kata di bokong
truk, orang bisa tertawa bahagia. Syukur-syukur mendalami filosofinya,”
simpulku
“Setuju … yuuk kita hijrah … eh jalan,”
seru teman-temanku serentak tanpa dikomando
Bekasi, 22 Agustus 2020
Leave a Reply