Disambut Yang Houlan, Duta Besar Tiongkok untuk Myanmar, di Bandara Internasional Beijing pada Rabu (10/06), pemimpin partai oposisi Myanmar dari Liga Nasional untuk Demokrasi Aung Suu Kyi memulai kunjungan perdananya ke Beijing dari tanggal 10-14 Juni 2015. Saat kedatangan Suu Kyi tampak mengenakan baju putih dan kain selendang merah dan dikawal petugas keamanan.
Kunjungan Suu Kyi ke Beijing merupakan yang pertama kali setelah ia dibebaskan dari tahanan rumah oleh Pemerintah Myanmar pada tahun 2010 dan sekaligus realisasi dari keinginannya untuk tetap menjaga hubungan baik Myanmar-Tiongkok. Sebelumnya, Suu Kyi berulang kali menyatakan keinginannya untuk bisa berkunjung ke Beijing. Karena itu ketika pada akhirnya ia bisa melakukan kunjungan perdana ke Beijing, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk melakukan konsolidasi dan menjalin komunikasi yang erat dengan para pemimpin negara tetangganya tersebut.
Ibarat gayung bersambut, Beijing pun menyambut hangat kedatangan Suu Kyi seperti tampak dari penjemputan yang dilakukan langsung oleh Duta Besar Tiongkok untuk Myanmar dan pengaturan penginapan di Guest House Diouyutai yang dikhususkan untuk tamu-tamu asing istimewa. Suatu perlakuan yang istimewa layaknya pejabat tinggi negara negara bagi seorang pemimpin partai. Bukan hanya itu, selama lima hari kunjungannya, Suu Kyi akan bertemu dengan sejumlah pejabat tinggi Tiongkok mulai dari Presiden Xi Jinping, PM Li Keqiang hingga kepala Departemen Internasional Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok.
Perlakuan istimewa yang diberikan Pemerintah Tiongkok sepertinya bukan tanpa alasan. Tiongkok tampaknya ingin melakukan terobosan dalam membina hubungan dengan partai oposisi yang dipimpin Suu Kyi. Selama beberapa dekade terakhir, Tiongkok memiliki hubungan yang erat dengan pemerintah junta militer Myanmar yang pernah melakukan penahanan rumah terhadap Suu Kyi. Dan seperti dikatakan Mu Chunsan di majalah “The Diplomat” edisi 13 Nopember 2014, kunjungan Suu Kyi ke Beijing dapat digunakan, setidaknya untuk 3 hal, yaitu: menunjukkan keterbukaan Tiongkok, menjaga hubungan Tiongkok dengan Myanmar di tengah perubahan lingkungan politik dan untuk dapat bersaing dengan negara-negara Barat dalam menyusun keterbukaan politik di Myanmar. “Kontak yang lebih erat dengan Suu Kyi menjadi suatu keharusan bagi Tiongkok untuk menjaga kepentingannya di Myanmar”, demikian tulis Mu.
Sebagai seorang politisi berpengaruh di Myanmar, Suu Kyi dipandang memiliki pemikiran dan pemahaman yang menyeluruh dalam hubungan negaranya dengan Tiongkok seperti yang digambarkannya dalam suatu kalimat “tidak menyukai pasangan yang selalu bercerai jika tidak dapat bersama dan adalah fakta bahwa Tiongkok dan Myanmar adalah negara yang bertetangga”.
Selain itu hubungan antar partai dan masyarakat dapat meredakan sentimen anti-Tiongkok di Myanmar yang disebabkan kekurangan pemahaman akan Tiongkok dan distorsi dari media Barat.
Dan bagi Suu Kyi sendiri, dukungan Beijing sangat berarti untuk memenangi pemilu di negerinya dan karenanya sikap Suu Kyi untuk tidak memusuhi Beijing dinilai para pengamat sebagai sikap pragmatis dan tidak mau mempertaruhkan peluangnya dengan menuruti sentimen yang tidak perlu. Bagaimanapun, sebagai seorang poilitisi Suu Kyi melihat bahwa remote control politik di Myanmar masih dipegang oleh Tiongkok. (bersambung)
Leave a Reply