Berburu Barang Antik di Pasar Hantu Beijing

Berburu barang antik dan unik bagi sebagian orang merupakan kegiatan yang mengasyikan. Barang-barang antik dan unik yang didapatkan bisa dijadikan sebagai penghias rumah dan koleksi berharga yang memiliki nilai sejarah dan ekonomi yang tinggi.

Mengingat fungsinya tersebut, banyak orang yang kemudian beranggapan bahwa untuk dapat membeli barang antik dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Padahal, tidak sedikit barang antik yang bisa didapat dengan harga murah, tergantung dimana kita mendapatkan. Jika kita mendapatkannya dengan membeli di toko-toko atau pusat pelelangan barang antik, tentu harganya bisa sangat mahal. Beda misalnya jika membeli di pasar barang bekas (pasar loak).

Dan seperti halnya di kota-kota lain, di Beijing pun terdapat pasar-pasar barang bekas, tempat menjual barang antik, benda seni yang bernilai tinggi dan barang kerajinan, yang salah satunya adalah pasar Panjiayuan.

Berdiri di atas lahan seluar 4,25 hektar, pasar Panjiayuan dapat menampung sekitar 3.000 pedagang yang ditempatkan di bangsal-bangsal terbuka ataupun toko-toko khusus, dan tersebar dalam beberapa zona khusus yaitu zona lukisan, furnitur, keramik, kerajinan, buku dan etnis minoritas.

Dengan luas pasar dan banyaknya jumlah pedagang yang berjualan, tidak mengherankan jika banyak orang yang menyebut pasar Panjiayuan sebagai tempat penjualan barang antik, seni dan kerajinan terbesar di China dan Asia.

Di ruang terbuka dan toko-toko, terlihat para pedagang menggelar beragam barang dagangan, mulai dari keramik, batu mulia, lukisan, patung, buku bekas dan tentu saja barang antik. Sementara calon pembeli terlihat sedang memilih-milih barang dan melakukan tawar menawar dengan sangat serius.

Dengan beragam barang dagangan yang digelar dan harga yang konon relatif lebih murah dibanding pasar sejenis di Beijing, pasar Panjiayuan terlihat ramai oleh pengunjung, bukan saja warga Beijing, tetapi juga masyarakat dari luar Beijing dan turis dari manca negara. Bahkan, Menlu AS Hillary Clinton dikabarkan pernah mampir ke pasar Panjiayuan saat melakukan kunjungan kerja ke Beijing.

Melihat keberadaan pasar Panjiayuan yang menarik perhatian masyarakat setempat dan wisatawan asing, sebagian orang mungkin tidak pernah menduga bahwa pasar Panjiayuan pada awalnya hanyalah sebuah pasar kaki lima di sebuah gang, tidak jauh dari lokasi sekarang. Pada awalnya transaksi jual beli di pasar Panjiayuan hanya berlangsung setiap akhir pekan, dimana para pedagang membeli barang-barang berharga atau antik dari warga Beijing. Barang berharga tersebut umumnya berasal dari peninggalan keluarga, yang dijual karena kebutuhan ekonomi.

Mengingat saat itu perdagangan barang antik dan seni yang dilakukan perorangan masih dilarang oleh pemerintah China, maka transaksinya pun dilakukan diam-diam atau ilegal. Transaksi pun dilakukan dengan sangat hati-hati guna menghindari penangkapan oleh polisi. Karena transaksi yang diam-diam dan secara fisik tidak terlihat, maka para pedagang dan pengunjung pun kemudian menyebut pasar Panjiayuan sebagai ‘pasar hantu’ atau ‘pasar gelap’.

Selanjutnya, karena pasar semakin ramai dan menyebabkan gang menjadi sempit , maka pada tahun 1990 para pedagang mulai pindah ke lokasi sekarang. Empat tahun kemudian, sejalan dengan kebijakan pemerintah China yang melegalkan perdagangan dan lelang benda seni yang dilakukan perorangan, pasar Panjiayuan pun yang dijadikan sebagai pasar barang antik pertama dan legal di Beijing pada tahun 1995. Namun demikian, meskipun sudah menjadi pasar legal, warga di Beijing masih kerap menyebut pasar Panjiayuan sebagai ‘pasar hantu’.

Sejak tinggal di Beijing lebih dari setahun lalu, saya sendiri sudah beberapa kali berkunjung ke pasar Panjiayuan. Meski tidak secara khusus berburu barang antik, namun setiap kali berkunjung disempatkan untuk membeli barang unik yang dapat dijadikan perhiasan rumah. Dan seperti penjualan di beberapa pasar di Beijing, diperlukan keahlian tawar menawar dan kesabaran serta tentu saja pengetahuan tentang benda yang akan dibeli. Jika tidak hati-hati, bisa terpengaruh oleh cerita pedagang yang mengatakan barang yang dijual sebagai asli, padahal imitasi. Apalagi para pedagang China dikenal pandai membuat beragam barang imitasi.

Karena itu, setiap kali akan melakukan tawar menawar, saya upayakan untuk selalu memperhatikan rik-trik sebagai berikut: pertama, ingat-ingat pesan yang berbunyi ‘teliti sebelum membeli’; kedua, mengurangi ‘lapar mata’, maksudnya jangan terlalu nafsu melihat barang dagangan yang digelar, beli sesuai kebutuhan; ketiga, tawarlah serendah mungkin, jika memungkinkan hingga mendekati 10 persen dari nilai barang yang ditawarkan, baru melakukan tawar menawar. Kadang taktik ini cukup berhasil, tapi tidak sedikit yang gagal. Tapi namanya usaha, apa salahnya dicoba. Toh kalau si pedagang marah-marah dalam bahasa Mandarin, kita tidak tahu artinya secara lengkap ha ha ha ha ….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *