Category Archives: zz–english

Bubur Cianjur Nan Menggoda

Kan kuingat di dalam hatiku

Betapa indah semalam di Cianjur

Janji kasih yang t’lah kau ucapkan

Penuh kenangan yang takkan terlupakan

Begitu penggalan lirik lagu “Semalam di Cianjur” yang dinyanyikan Alfian Harahap dan terkenal di tahun 1960-an. 

Konon lagu tersebut terinspirasi dari kunjungan sang penyanyi ke Cianjur untuk manggung di Wisma Karya di Jalan Mohammad Ali pada tahun 1960-an. Pada saat itu, Alfian sempat berkenalan dan”digosipkan” jatuh cinta dengan seorang mojang Cianjur keturunan Tioghoa-Sunda,”Namanya Leni. 

Nah terinspirasi dari judul lagu “Semalam di Cianjur”, penulis menuangkan pengalaman semalam di Cianjur pada 26 Desember 2022, khususnya terkait dengan kuliner khas kota tersebut yaitu bubur ayam.

Bagi anda penggemar bubur ayam, baik yang berfaham bubur diaduk atau makan dari pinggir, pasti tahu bahwa di Jabodetabek banyak pedagang bubur ayam yang berasal dari Cianjur. 

Mereka biasanya berjualan bubur ayam dengan menggunakan gerobak dan mangkal di suatu tempat tertentu.

Meneladani Semangat Membaca Sukarno

Proklamator Kemerdekaan RI dan Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno atau Bung Karno dikenal cerdas, tegas, dan berani dalam melawan bangsa luar yang menindas Indonesia. 

Sikap Bung Karno tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan tumbuh sejak masa muda. Ia antara lain memiliki kebiasaan membaca yang kuat di usia muda. Bung Karno merupakan pembaca “bebas” yang bisa berpindah topik bacaan begitu minatnya berubah atau ketertarikannya berpindah. 

Bung Karno pun memiliki kemampuan berkomunikasi yang sangat baik. Ia terampil memakai idiom atau kata-kata kunci yang tepat sasaran untuk pendengarnya, khususnya rakyat jelata.

Dalam sebuah video yang menampilkan Presiden Soekarno diwawancarai oleh 2 wartawan asing (Amerika Serikat dan Jerman) pada bulan September 1965, mulai menit 17.50 Bung Karno menceritakan bagaimana beliau bertemu dengan dengan tokoh-tokoh dunia lewat membaca sejak muda. Ia membaca pemikiran tokoh-tokoh dunia lewat buku-buku, bukan hanya sekali tetapi bahkan sebuah buku dibaca 2-3 kali. 

Melalui buku-buku, Bung Karno bertemu dengan tokoh-tokoh seperti Danton, Mazzini, Garibaldi, Marx, Engels, Gladstone, Webb. Ia juga bertemu dengan Hitler. “Ya saya membaca Mein Kamf three times. I also read other books about Hitler,” aku Sukarno.

Mengkaji Karya Bung Karno di Ende

1 Juni 2022 merupakan hari yang istimewa bagi masyarakat Ende karena untuk pertama kalinya peringatan Hari Lahir Pancasila tidak dilakukan di ibu kota negara, melainkan dipusatkan di kota Ende, sebuah ibukota Kabupaten Ende, provinsi Nusa Tenggara Timur. Kota ini merupakan Kota Kabupaten terbesar di Pulau Flores berdasarkan jumlah penduduk dalam kota.

Tidak sedikit orang yang kemudian menanyakan alasan mengapa peringatan Hari Lahir Pancasila pada tahun 2022 ini dipusatkan di Ende. Jawabannya tidak terlepas dari fakta sejarah bahwa selama 4 tahun 9 bulan dan 4 hari (14 Januari 1934 – 18 Oktober 1938) Sukarno atau Bung Karno pernah tinggal di Ende karena diasingkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Saat diasingkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda di Kota Ende inilah Sukarno mematangkan ide tentang dasar falsafah yang dapat berfungsi untuk menyatukan bangsa Indonesia yang bersifat majemuk dan menjadi dasar perjuangan kemerdekaan Indonesia yang sekarang dikenal sebagai Pancasila. 

“Di Pulau Flores yang sepi, dimana aku tidak memiliki kawan, aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya di bawah sebatang pohon di halaman rumahku, merenungkan ilham yang diturunkan Tuhan, kemudian dikenal sebagai Pancasila. Aku tidak mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami tradisi-tradisi kami sendiri dan aku menemukan lima butir mutiara indah,” begitu diceritakan Sukarno dalam autobiografinya yang ditulis oleh Cindy Adams “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. 

Merawat Tradisi Melalui Buka Puasa Bersama di Masjid Gedhe Kauman

Susana buka puasa bersama di Masjid Gedhe Kauman

Sempat terhenti dua tahun karena pandemi Covid 19 di awal 2020, tradisi berbuka puasa bersama yang sudah dilakukan sejak lama di masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, kembali dilaksanakan pada tahun 2022 ini.  Tentu saja dengan tetap menerapkan protokol kesehatan atau prokes seperti menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan.

Tradisi berbuka puasa bersama di masjid milik Keraton Nyayogyakarta Hadiningrat yang berlokasi di sebelah barat komplek Alun-alun Utara, Jl. Kauman, Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta ini dimulai sejak awal Ramadan 1443 H atau sejak 3 April 2022.  

Tradisi berbuka puasa bersama dimulai dengan mendengarkan ceramah Ramadan menjelang Magrib yang disampaikan seorang ustad. Setelah azan Magrib berkumandang, jamaah bersama-sama menyantap takjil atau sajian makanan dan minuman berbuka puasa yang disiapkan pengurus masjid.

Bung Hatta Penegak Pancasila

Tuhan, terlalu cepat semua
Kau panggil satu-satunya yang tersisa
Proklamator tercinta

Jujur, lugu, dan bijaksana
Mengerti apa yang terlintas dalam jiwa
Rakyat Indonesia

Begitu pembuka lirik lagu berjudul “Bung Hata“, yang ditulis Iwan Fals untuk mengabadikan sosok salah satu sosok Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Mohammad Hatta atau Bung Hatta. Lagu ini ditulis Iwan Fals tidak lama setelah kepergian Bung Hatta pada 14 Maret 1980 di Jakarta dalam usia 77 tahun.

Selain sebagai salah seorang kemerdekaan RI, Bung Hatta merupakan Wakil Presiden pertama RI dan sejumlah jabatan penting lain di awal kemerdekaan yang konsisten memperjuangkan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan RI sejak muda hingga akhir hayatnya. Banyak buku-buku dan pernyataan para tokoh yang memberikan kesaksian mengenai sosok Bung Hatta sebagai pemimpin yang jujur, sederhana, tekun, dan tidak kenal kompromi. Antara apa yang diucapkan dengan yang dilakukan selaras. Bung Hatta bukan tipe pemimpin yang hanya memperkaya diri dan keluarga. Baginya, kepentingan negara lebih utama. Sosok persis seperti bunyi lirik lagu dari Iwan Fals “Jujur, lugu dan bijaksana, mengerti apa yang terlintas dalam jiwa rakyat Indonesia”.

Sebagai konsekuensi atas konsistensi perjuangannya memerdekakan bangsanya, perjalanan hidup Bung Hatta pun diwarnai dengan beragam dinamika seperti mengalami pembuangan hingga bertahun-tahun, termasuk  antara lain pembuangan ke Tanah Merah Boven Digoel di pedalaman Papua atau menunda keinginan untuk menikah sebelum Indonesia merdeka. Setelah Indonesia merdeka, barulah Hatta menikah dengan Rachmi pada 18 November 1945. Uniknya, Hatta menjadikan buku yang ditulisnya, “Alam Pikiran Yunani,” sebagai mas kawin.

Filosofi Sambal

FILOSOFI SAMBAL

Sambal bagi orang Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu menu wajib. Tidak lengkap rasanya menyantap makanan tanpa sambal. Apapun makanannya, sambal tetap ada.

Uniknya, meski pedas dan seolah membakar lidah bahkan sampai megap-megap, namun orang yang menyantapnya tidak pernah merasa kapok. Kalaupun kapok hanya sebentar saja atau yang disebut kapok lombok atau kapok sesaat.

Berbagai kreativitas hadir tiada akhir dalam pembuatan sambal. Biasanya penyuka sambal akan terus berkreasi dalam membuat sambal. Sambal bisa dibuat mentah, goreng, rebus, kukus, dan bakar, tergantung pada bahan sambal yang akan diolah menjadi sambal.

Ziarah ke Peristirahatan Terakhir Sunan Kalijaga

Halaman parkir kendaraan dan lorong menuju makam Sunan Kalijaga masih terlihat sepi ketika kami tiba di lokasi pada Jumat 30 April 2021. Beberapa pedagang di kiri kanan lorong terlihat baru saja bersiap membuka kiosnya.

Tempat peristirahatan terakhir salah seorang Wali Songo di Pulau Jawa tersebut terletak di Desa Kadilangu, Kecamatan Demak Kota, Kabupaten Demak, sekitar 1,5 km dari Masjid Agung Demak ke arah tenggara. Lingkungan makam berada disekitar pemukiman penduduk yang padat.

Komplek makam ini dikelilingi tembok dengan cungkup beratap dua lapis berbentuk joglo dengan puncak atap berbentuk piramid. Dinding cungkup dikelilingi tembok dari marmer dengan pintu dan jendela berukir.

“Di bulan Ramadan ini peziarah sangat sepi karena bangunan cungkup makam Sunan Kalijaga tertutup bagi peziarah.  Peziarah yang datang tidak bisa melihat makam Kanjeng Sunan secara langsung, kecuali makam-makam yang ada di sekitar cungkup.” ujar petugas pencatat tamu saat kami tanyakan mengapa makam sepi.

Korupsi dan Integritas Pemimpin

Satu lagi pejabat negara terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) pada Jumat malam 26 Februari 2021. Gubernur Sulawesi Selatan NA mengikuti jejak mantan Menteri Sosial JB dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan EP, yang sudah terlebih dahulu dicokok KPK.

OTT terhadap NA seperti membuktikan kebenaran rendahnya indek persepsi korupsi (IPK) Indonesia di tahun 2020 yang disusun oleh Transparency International. IPK Indonesia sebesar 37 termasuk rendah (posisi ke 102 dari 180 negara yang disurvei) dan IPK rendah menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki risiko kejadian korupsi yang tinggi.

Seperti biasa, banyak orang yang kaget ketika seorang pejabat negara atau tokoh masyarakat terciduk kasus korupsi. Banyak yang tidak pernah memperkirakan bahwa mereka berani melanggar pakta integritas dalam sumpah jabatan dan nilai atau norma dalam organisasi seperti 9 nilai anti korupsi dari KPK yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani dan adil.

Ritsleting Yang Mempersatukan

Banyak dari kita yang tentunya mengenal ritsleting atau dalam bahasa keseharian lebih sering disebut dengan resleting atau seleretan. Resleting adalah sebuah alat yang digunakan untuk menyambungkan dua sisi bahan, umumnya kain atau kulit, dengan puluhan atau ratusan gigi dari logam atau plastik.

“Ritsleting” yang digunakan dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang diserap dari bahasa Belanda ritssluiting dan baru “dibakukan” sebagai kosakata bahasa Indonesia pada KBBI IV (Pusat Bahasa, 2008, hlm. 1178). Itu sebabnya kata ini tidak ditemukan pada KBBI Daring yang datanya bersumber dari KBBI III.

Jika pada awalnya ritsleting berbentuk sederhana saja dan monoton, maka seiring dengan perkembangan industri fashion maka bentuk dan warnanya bisa beragam. Bentuk disesuaikan dengan material yang ingin disambungkan. Warnanya pun tidak terbatas pada warna logam besi yang umumnya keperakan, tapi sudah beragam seperti warna pelangi.

Serambi Soekarno dan Jejak Penggalian Pancasila

Pagi hari Jumat 11 Desember 2020, cuaca di kota Ende cukup sejuk karena semalam baru saja turun hujan. Di pagi yang sejuk itu aku menapaki perlahan demi perlahan anak-anak tangga menuju bangunan di atas bukit. Di pertengahan jalan menuju puncak telah menanti seorang pria berkemeja cerah dan senyum ramah tersungging di bibir.

“Selamat datang di Biara Santo Yosef, Ende. Perkenalkan saya Pater Henri Daros SVD, pimpinan Biara yang tergabung dalam Society Verbe Devine (SVD) atau Serikat Sabda Allah yang didirikan pada tahun 1913. Sejak didirikan pada jaman Belanda tersebut, Biara ini telah dihuni oleh para Pater dan Bruder yang bertugas melakukan pelayanan rohani umat Katholik dan pembangunan,” sapa pria yang menyambut saya dan rombongan kami dengan ramah. Ia menyambut kami tanpa didampingi siapapun.

“Sengaja saya menyambut di pertengahan anak tangga menuju bukit ini, bukan di pintu utama di depan, agar kiranya bapak-bapak dapat membayangkan jejak langkah Soekarno muda menapaki anak-anak tangga di bukit ini menuju gedung utama Biara dan melewati lorong menuju serambi gedung yang sekarang dinamakan Serambi Soekarno. Di serambi ini Soekarno kerap berinteraksi dengan para Biarawan ataupun membaca buku-buku milik perpustakaan biara ataupun buku pribadi para Pater. Anak-anak tangga yang bapak-bapak injak ini masih asli dan tidak ada perubahan berarti. Disinilah Soekarno muda atau Bung Karno berjalan setiap kali menuju gedung utama Biara,” ujar Pater Henri kemudian

Meneladani Nasionalisme KH Hasyim Asyari

Mengikuti himbauan pemerintah untuk menghindari perjalanan di libur panjang dan memelihara kedisiplinan terhadap protokol kesehatan Covid-19, saya pun menghabiskan sebagian besar waktu libur panjang Maulid Nabi Muhammad SAW 1442 H pada 23 Oktober – 1 November 2020 di rumah saja dengan antara lain berkumpul bersama keluarga, membaca buku dan menonton film di saluran televisi digital, salah satunya adalah film “Hadratussyaikh Sang Kiai”.

Hadratussyaikh Sang Kiai atau Sang Kiai adalah film drama Indonesia produksi Rapi Films dengan sutradara Rako Prijanto dan dirilis pada tahun 2013. Film Sang Kiai merupakan Film Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2013 dan mendapatkan penghargaan untuk kategori Pemeran Pendukung Terbaik bagi Adipati Dolken yang berperan sebagai Harun.

Meski dirilis tahun 2013 atau tujuh tahun lalu, harus diakui bahwa baru kali ini saya menontonnya. Dua alasan saya memilih film ini untuk ditonton adalah statusnya sebagai film terbaik dalam FFI 2013 dan temanya yang sejalan dengan semangat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 29 Oktober 2020 dan masih berdekatan dengan Hari Santri 22 Oktober 2020. Bukankah memperingati Maulid Nabi berarti mempraktekkan segala ajaran Islam dan mengikuti tauladan Nabi Muhammad SAW melalui ulama. Ulama adalah rujukan bagi umat Islam sebagai tempat belajar dan bertanya tentang kehidupan di dunia, khususnya persoalan agama. Ulama dinilai sebagai orang yang mumpuni untuk menjawab persoalan-persoalan menyangkut agama.

Blogger Pemersatu Bangsa

Blog merupakan tren sesaat,” begitu ujar Roy Suryo, mantan anggota DPR dan Menteri Pemuda dan Olahraga pada era presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada sekitar tahun 2007 ketika mengomentari meningkatnya aktivitas ngeblog yang dilakukan para blogger, sebutan untuk mereka yang menulis di web blog, di Indonesia.

Pada saat itu dunia penulisan melalui blog atau web blog sedang marak-semaraknya. Para blogger berbondong-bondong mengunggah tulisannya (posting) di aplikasi web yang disebut web blog. Tujuannya adalah untuk berbagi informasi dan opini ke ruang publik tanpa harus melewati proses redaksional sepertti lazimnya di media arus utama (mainstream).

Semakin membaiknya akses internet dan berkembangnya aplikasi web blog yang memudahkan blogger mengembangkan blog yang dimilikinya, menjadikan jumlah blogger di Indonesia meningkat pesat. Pertambahan jumlah blogger dan menguatnya tren blogging memunculkan beragam komunitas blogger berbasis kedaerahan seperti Komunitas Blogger Bekasi. Komunitas Blogger Angin Mamiri (Makassar), Wong Kito (Palembang) dan Cah Andong (Yogyakarta). Kegiatan pertemuan blogger se-Indonesia pun digelar antara tahun 2007-2011 dalam format Pesta Blogger. Bahkan Komunitas Blogger Bekasi pun sempat mengadakan “Amprokan Blogger” pada 2010 dan 2011.