Category Archives: Kuliner

Menikmati Kopi di Kedai Tak Kie Menyusuri Jejak Masa Lalu

Berkunjung ke kawasan Pecinan Jakarta kurang lengkap bila tidak mengunjungi kedai kopi legendaris di kawasan tersebut yaitu Kedai Kopi Tak Kie. 

Kedai kopi yang diambil dsri asal kata ‘tak’ yang artinya orang yang bijaksana, sederhana, dan apa adanya, dan kata ‘kie’ sendiri memiliki arti mudah diingat banyak orang. 

Kedai kopi Tak Kie ini sudah berdiri sejak  tahun 1927. Awalnya kedai kopi yang didirikan oleh seorang perantau dari Tiongkok bernama Liong Kwie Tjong ini hanyalah sebuah tempat warung kopi yang berada di kawasan petak 9.

Bakpia Kemusuk 033

Amanat ibu negara jelas, oleh-oleh dari Yogyakarta kali ini adalah Bakpia Kemusuk yang lembut. Jangan bakpia-bakpia lain seperti biasanya. Amanat yang disampaikan begitu gamblang bahkan disertai dengan hasil  google map alamat Bakpia Kemusuk.

Selesai tugas negara, segera saya meluncur ke lokasi Bakpia Kemusuk 033 yang menurut google map beralamat di  Kemusuk Kidul, RT.02, Argomulyo, Kec. Sedayu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 5575. Dusun ini terletak sekitar 15 KM arah barat Kota Yogyakarta. Perlu waktu sekitar 30 menit dari lokasi saya menginap di sekitar Gejayan.

Mendengar nama Kemusuk maka ingatan saya langsung tertuju pada nama dusun yang tidak asing lagi yaitu Dusun Kemusuk tempat kelahiran Presiden ke-2 RI Soeharto. Ya, di Dusun Kemusuk Kidul, Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Sedayu di wilayah Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta lah Soeharto dilahirkan pada 8 Juni 1921.

Filosofi Sambal

FILOSOFI SAMBAL

Sambal bagi orang Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu menu wajib. Tidak lengkap rasanya menyantap makanan tanpa sambal. Apapun makanannya, sambal tetap ada.

Uniknya, meski pedas dan seolah membakar lidah bahkan sampai megap-megap, namun orang yang menyantapnya tidak pernah merasa kapok. Kalaupun kapok hanya sebentar saja atau yang disebut kapok lombok atau kapok sesaat.

Berbagai kreativitas hadir tiada akhir dalam pembuatan sambal. Biasanya penyuka sambal akan terus berkreasi dalam membuat sambal. Sambal bisa dibuat mentah, goreng, rebus, kukus, dan bakar, tergantung pada bahan sambal yang akan diolah menjadi sambal.

Heart of Gold

Mantan presiden India, Dr. Abdul Kalam Berkata: “Waktu aku masih kecil, ibuku memasak makanan untuk kami. Suatu malam dia membuat makan malam setelah seharian bekerja keras, Ibu meletakkan sepiring ‘sabzi’ dan roti gosong di depan Ayahku.

Aku menunggu utk melihat apakah ada yg memperhatikan roti gosong itu. Ayahku tenang saja makan rotinya dan bertanya padaku bgm hari-hariku di sekolah. Aku tidak ingat apa yg kukatakan padanya malam itu, tapi aku ingat aku mendengar Ibu meminta maaf kpd Ayah atas roti gosong itu.

Aku tak akan pernah lupa yg dia katakan: “Sayang, aku suka roti gosong”. Malamnya, aku mencium Ayah, mengucapkan selamat malam. Aku bertanya apa ayah benar2 menyukai rotinya yg gosong. Ayah memelukku: “Ibumu melalui hari yg berat dgn pekerjaannya hari ini dan dia benar2 lelah.

Roti gosong tidak pernah menyakiti siapa pun, Kata-kata kasarlah yang akan menyakitkan! ” “Kau tahu nak? hidup ini penuh dengan hal-hal yang tidak sempurna dan orang yang tidak sempurna. Ayah pun bukan lelaki terbaik, dan telah belajar menerima ketidaksempurnaan itu”

Soto Neon Perjuangan

Semarang dikenal sebagai salah satu surganya wisata kuliner murah. Beragam jenis makanan khas bisa djumpai di ibukota Jawa Tengah ini. Salah satu yang paling legendaris adalah soto ayam, yang selalu menjadi idola di lidah para penikmat kuliner karena kesegaran kuahnya.

“Kita jajal Soto Neon yuk, ” begitu ajakan rekan saya, Dr. Ani Purwanti yang orang Semarang. Ajakan disampaikan ketika saya dan rombongan melakukan kunjungan singkat ke Semarang.

“Di Semarang banyak soto yang enak seperti Soto Bangkong, Soto Selan, soto ayam Pak Man dan tentu saja Soto Neon, ” ujar rekan saya tersebut.

Kami pun menyambut baik ajakan untuk menjajal soto neon. Tidak ingin terjebak melulu pada pembahasan cita rasa kuliner, makanya pertanyaan pertama yang mencuat adalah “mengapa dinamakan soto neon, apa hubungn soto dan neon? ” Biasanya penamaan suatu kuliner dikaitkan dengan nama penjual atau nama tempat/kota, misalnya “soto ayam Pak Min”. “soto Kudus”, “soto Betawi” dan lain-lain.

Berburu Jajanan Kampung di Pemalang

Mudik jaman now bukan sekedar silahturahmi dengan orang tua dsn kerabat,  tetapi juga kesempatan menikmati kuliner khas daerah dan suasana yang menyertainya.

Untuk itu, kali ini saya ingin menceritakan pengalaman berburu jajan pasar di Pasar Kalirandu, Petarukan, Pemalang. Target utama perburuan adalah gemblong beras ketan.

“Enak banget gemblongnya dan lembut” ujar istri saya mencoba memberikan alasan kenapa ingin menyantap gemblong.

Pasar masih terlihat sepi saat kami tiba di pasar sekitat pukul 6 pagi. Baru beberapa pedagang yang terlihat tengah menggelar dan menata dagangannya. Mungkin karena suasana lebaran sehingga belum banyak pedagang yang beraktivitas normal.

Mencicipi Kopi Pemalang

Apa yang anda lakukan saat mudik kemarin? Tentu saja berlebaran dan bersilahturahhmi dengan sanak saudara di kampung halaman kan? Nah disamping melakukan aktivitas tersebut, hal yang saya lakukan saat mudik kemarin adalah berkunjung ke perkebunan kopi rakyat di Kabupaten Pemalang.  Banyak orang tidak mengetahui bahwa Pemalang ternyata juga menghasilkan kopi. Padahal, percaya atau tidak, produk kopi Pemalang, memiliki citarasa yang khas dan tidak kalah dengan citarasa kopi asal daerah lain di Indonesia.

Dibandingkan produk kopi Aceh, Toraja atau Mandailing, produk kopi asal Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah memang kalah tenar. Keberadaan tanaman kopi di Kabupaten Pemalang yang dikelola intensif oleh warga memang belum dikenal luas. Tanaman kopi dibudidayakan warga di desa-desa seperti Gambuhan, Penakir, Jurangmangu, Batursari dan Gunungsari yang tinggal di lereng Gunung Slamet yang berketinggian di atas 900 mdpl. Di pedesaan tersebut jumlah areal tanaman kopi milik warga diperkirakan mendekati 1.000 hektar.

Sensasi Gabus di Warung Pucung Bekasi

Setelah beberapa kali tertunda, karena warung tutup atau sajian sayur gabus pucung habis, akhirnya pada Minggu 23 Oktober 2016 saya berkesempatan merasakan kenikmatan kuliner sayur gabus pucung di Warung Pucung Jalan Pekayon No. 55 Pekayon Jaya, Bekasi. Sesuai namanya, menu andalan di warung ini adalah sayur ikan gabus pucung, salah satu kuliner kesohor khas Betawi yzng menggunakan buah pucung atau kluwek yang berwarna hitam (bahan yang dikenal sebagai bumbu rawon). Selain sayur gabus pucung, tentu saja ada menu lainnya yang dijual di warung ini seperti gorengan ikan sambal, tahu, tempe, petai rebus dan lalapan lainnya.

Ikan gabus merupakan ikan yang biasa ditemukan di air tawar ikan gabus yang sangat lezat bila dijadikan sajian kuliner. Ikan gabus pucung ini merupakan kuliner sederhana dengan citarasa yang tinggi dan enak digoyang di lidah.

Ketika saya tiba, warung terlihat tidak terlalu ramai. Tanpa menunggu lama saya langsung memesan seporsi sayur gabus pucung.

“gabusnya mau bagian kepala atau badan pak?”, tanya mbak penjaga warung

“kepala saja”, jawab saya sambil melongok ke dandang tempat sayur gabus pucung dihangatkan. Terlihat potongan kepala dan badan ikan gabus dalam kuah coklat kehitaman yang mengepul. Wangi aroma sayur gabus pucung langsung membangkitkan selera saat asapnya mengepul.

Sensasi Teh Tarik dan Murtabak Di Kaki Menara Petronas

teh-tarik-aris-heru“Ris, gue tau elo pasti udah gak sabar untuk mencicipi salah satu kuliner kaki lima khas Malaysia kan?”, tanya Yusron, rekan saya yang mulai tiga minggu lalu bertugas di KBRI Kuala Lumpur.

“Iya nich soalnya dari kemarin makan sea food terus. Pengen nyobain kuliner khas Malaysia seperti teh tarik di tempat asalnya”, ujar saya

“Ok, ada teh tarik di kaki Menara Kembar Petronas yang rasanya khas dan nikmat. Elo pasti suka. Selain dapat menikmati teh tarik, elo juga bisa menikmati pemandangan menara Kembar Petronas sepuasnya”, jawab Yusron

“Siip kalau begitu, tapi agak malaman dikit ya. Soalnya kita kan mesti menghadiri undangan makan malam dari Duta Besar terlebih dahulu”, ujar saya kemudian

“Siap, tapi nanti makan malam dengan Duta Besar jangan kenyang-kenyang, biar masih ada tempat untuk menikmati teh tarik dan kuliner lainnya”, saran Yusron

Jadilah malam itu seusai menghadiri makan malam dengan Duta Besar RI di Kuala Lumpur, saya dan Yusron serta 2 (dua) orang anggota tim saya meluncur ke sebuah tempat di Jalan Ampang Kuala Lumpur.

Kerak Telor Betawi

IMG_20150920_163645Namanya Bang Risol. Sore itu, ketika saya mendatanginya di kawasan Lapangan Banteng, ia terlihat sedang sibuk membuat kerak telor untuk dua orang pembeli yang duduk di sebuah kursi pendek. Ia terus mengipas-ngipas api di dalam anglo yang diletakkan di tanah antara kedua gerobak pikul dan membolak-balik kerak telor yang diletakkan di atas wajan kecil. Tidak sampai 15 menit kerak telor yang dibuatnya matang. Setelah diberi bumbu berupa serundeng dan bawang goreng, maka kerak telor siap disantap.

Ya, berbeda dengan sajian kuliner lainnya yang umumnya didagangkan di restoran, rumah makan ataupun kios, maka kerak telor Bang Risol dan juga pedagang kerak telor lainnya langsung dibuat dan didagangkan dekat gerobak panggulnya yang khas beserta perangkat memasak sederhana berupa anglo dan arang.

Sebagai sebuah ikon kuliner dari Jakarta, boleh dikatakan kerak telor cukup popular di kalangan pecinta kuliner, tidak kalah jika dibandingkan dengan kuliner Betawi lainnya seperti gado-gado, karedok, asinan dan ketoprak. Konon sejak dulu kerak telor telah popular karena kelezatannya bahkan disajikan sebagai hidangan khusus untuk merayakan suatu acara atau hajatan.

Gabus Pucung Warung Besan

gabus pucungBondan Winarno di kolom “Jalansutra”pernah menulis  “Jaka sembung makan pete, ambil sapu di ujung gunung Jangan ngaku orang Jakarte, kalo kaga tahu “Gabus Pucung”. Saya cuma tersenyum membaca apa yang ditulis Bondan. Mungkin karena saya kurang pergaulan, meski lahir dan besar di Jakarta dan kemudian tinggal di Bekasi, saya justru baru mendengar sayur gabus pucung ketika mempersiapkan pembentukan Komunitas Blogger Bekasi (Be-Blog) pada awal Agustus 2009.
Tapi soal ikan gabus, saya sudah lama tahu dan sering merasakan kenikmatannya. Ketika masih kanak-kanak dan tinggal di  Tanjung Priok, saya dan teman-teman memang sering mancing ikan gabus, sepat atau betok di empang atau rawa-rawa (saat itu kawasan Tanjung Priok belum dipadati rumah seperti sekarang ini). Setiap kali mendapat ikan gabus, orang tua saya tidak pernah mengolahnya menjadi sayur gabus, paling banter ikan tersebut digoreng dan dipecak seperti ikan lele.

Sedapnya Kepala Ikan Pedas Khas Provinsi Hunan

kepala ikanMasyarakat Tiongkok dikenal sebagai suatu masyarakat yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang sangat kental, termasuk budaya dan tradisi kuliner. Setiap daerah dan etnis di Tiongkok memiliki budaya dan tradisi kuliner dengan resep-resep tradisional yang turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi.

Salah satu makanan dengan resep turun-temurun dan menjadi makanan populer di Beijing adalah hidangan kepala ikan pedas yang berasal dari Provinsi Hunan, sebuah provinsi di bagian barat Tiongkok dan tempat kelahiran Mao Zedong. Hidangan kepala ikan pedas atau “duo jiao yu” (dalam bahasa Mandarin) ini dapat dijumpai di restoran-restoran yang menyajikan masakan tradisional Tiongkok, terutama restoran yang dikelola warga yang berasal dari bagian barat Tiongkok seperti dari Hunan (hú nán cài) dan Sichuan (sì chuan cài).

Kedua daerah tersebut dikenal dengan sajian makanan yang pedas, segar dan warna-warna cerah yang disesuaikan dengan kondisi setempat dan adanya pengaruh asing. Dengan iklim di kawasan barat Tiongkok yang lebih panas dan berlembab, masyarakat di kedua daerah tersebut terbiasa menggunakan cuka, bawang putih, bawang merah, jahe dan minyak wijen sebagai bahan campuran di makanan yang disajikan. Selain itu mereka juga mengenal teknik penyimpanan makanan seperti pengawetan, penggaraman, pengeringan dan pengasapan. Adapun pengaruh asing yang masuk ke daerah tersebut antara lain adalah penggunaan cabai yang dibawa ke Tiongkok oleh para pedagang Spanyol pada abad ke-16. Cabai yang digunakan untuk membuat pedasa makanan, baik cabai segar ataupun yang dikeringkan, memiliki kemiripan dengan penggunaan cabai pada makanan khas India seperti kari, yang konon dibawah ke Tiongkok oleh para pendeta Buddha.