Salah satu isu hangat yang sering dibicarakan dalam salah satu group diskusi online yang saya ikuti adalah mengenai hidangan kuliner sop buntut. Pembicaraan mengenai salah satu masakan populer Indonesia yang terbuat dari potongan ekor sapi tersebut memang mengasyikan, apalagi jika kemudian ada yang mau mentraktir.
Perbincangan mengenai sop buntut menjadi semakin ramai ketika kemudian ada salah seorang anggota yang ‘menjanjikan’ untuk mentraktir sop buntut. Namun sudah hampir setahun janji tersebut tidak kunjung terealisir. Karena itu, teman-teman di group pun kemudian menagih janji, kapan Perjamuan Kuliner Sop buntut tersebut dilaksanakan. Agar tidak berkepanjangan saat penyebutannya, maka kami pun sering menyingkatnya menjadi PKS. ‘Kapan nich bro PKS nya (maksudnya kapan nich Perjamuan Kuliner Sop buntutnya)???’, begitu sering diucapkan teman-teman di group.
Mungkin suatu kebetulan, di tengah ramainya perbincangan isu PKS di group, muncul pemberitaan bahwa Komite Pemberantasan Korupsi menjadikan seorang presiden partai politik, yang memiliki singkatan sama, sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan sapi. Bahkan si teman yang ‘menjanjikan traktir’ sop buntut, dengan enteng langsung nyamber ‘wah isu sop buntut memang benar-benar hangat. Saya belum traktir sop buntut aja udah ada presiden yg tersangka buntut sapi … Emang manjur bgt nih isu buntut!’
Saya yang sedang berada di Beijing cuma bisa tersenyum simpul saja menyimak obrolan di group. Saya cuma bisa membayangkan jika ada PKS, sudah dapat dipastikan saya akan kesulitan untuk hadir dan ikutan menikmati sajian sop buntut yang begitu nikmat. Namun beruntung, sejak bulan Nopember 2012 lalu di Beijing telah hadir sebuah restoran Indonesia yang bernama ‘Padang’ dan diresmikan oleh Duta Besar RI di Beijing, yang menyajikan menu masakan Indonesia, salah satunya adalah sop buntut.
Karena itu ketika sahabat saya, Junanto Herdiawan atau biasa dipanggil Mas Jun, berkunjung ke Beijing dari Tokyo, saya pun mengundangnya untuk menikmati PKS dengan mencicipi sop buntut di restoran ‘Padang’ Beijing. Agar pelaksanaan PKS nya benar-benar khusyu’, kami sengaja hanya memesan menu sop buntut sebagai sajian utama plus tahu goreng, dan jus jagung segar.
‘Dahsyat, sop buntutnya luar biasa tidak kalah dengan sop buntut yang ada di Jakarta’, begitu komentar Mas Jun saat mencicipi sajian sop buntut yang dihidangkan, sambil tangan sebelah kirinya memainkan kamera memotret sop buntut yang disajikan hangat dalam sebuah mangkuk. Biasalah, ritual khas seorang blogger, sebelum makan, potret-memotret terlebih dahulu. ‘Dengan harga per porsi 24 Yuan (sekitar 36 ribu rupiah) sepertinya tidak terlalu mahal jika dibandingkan di Tokyo’, ujarnya kemudian.
Seperti umumnya masakan sop buntut di Indonesia, sop buntut di restoran ‘Padang’ ini juga terbuat dari potongan ekor sapi yang dibumbui kemudian direbus dan dimasukkan kedalam kuah kaldu sapi yang agak bening bersama irisan wortel, tomat, daun bawang, seledri dan taburan bawang goreng, serta dibumbui rempah-rempah, seperti merica, dan pala.
‘Dari mana bumbu-bumbu untuk semua makanan Indonesia ini diperoleh?’, tanya saya ke Evan, mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Beijing dan dipercaya menjadi manajer restoran. ‘Beberapa bumbu dapat diperoleh di Beijing, tapi beberapa lainnya dikirim dari Indonesia lewat Garuda’, jawabnya,
Selain sop buntut yang rasanya sangat dahsyat, tahu gorengnya juga tidak kalah enaknya. Dan yang membuat semakin luar biasa adalah kepedasan sambalnya. Keringat langsung bercucuran begitu sambal melewati kerongkongan. ‘Dahsyat’, begitu komentar Mas Jun, seolah tidak mau kalau dengan komentar ‘maknyus’ dari Bondan Winarno.
‘Terus siapa yang masak, dan masakan apa saja yang disajikan selain sop buntut?’ ujar seorang teman yang juga ikut mendampingi saya dan Mas Jun menikmati PKS.
‘Ooo … khusus masakan Indonesia, kami mendatangkan 4 orang juru masak dari Indonesia yang sudah memiliki pengalaman memasak beragam masakan Indonesia. Dan meskipun nama restorannya ‘Padang’, tapi masakan yang disajikan tidak khusus masakan Padang. Masakan yang kami sajikan adalah masakan Indonesia pada umumnya. Selain itu, kami juga menyediakan masakan China’ jelas Evan.
Tidak terasa waktu dua jam untuk mencicipi hidangan sop buntut berlalu dengan cepat. Kami pun segera meninggalkan restoran ‘Padang’ karena ada acara lain yang sudah menunggu. Namun seperti biasa, seperti lazimnya blogger, kami menyempatkan diri mengambil gambar sejenak, kali ini berpose di depan restoran ‘Padang’, bersama dengan pelayan restoran yang mengenakan pakaian adat daerah Minang dan selalu menyapa para pengunjung dengan kata-kata ‘apa kabar’.
Leave a Reply