China Miliki Pimpinan Generasi V

Demokrasi itu seperti energi atom, jika dapat dikontrol dengan baik, dapat digunakan sebagai tenaga nuklir yang menguntungkan masyarakat. Namun jika tidak terkontrol dengan baik, dapat digunakan untuk membuat bom atom yang merusak masyarakat’ (anggota Partai Komunis China)

Seperti prediksi banyak pengamat, transformasi kepemimpinan di China dalam Kongres ke-18 Partai Komunis China (PKC) berjalan mulus, bahkan dapat dikatakan tanpa gejolak. Generasi baru kepemimpinan di China, yang dikenal sebagai generasi kelima, telah hadir. Xi Jinping (59 tahun), yang sekarang menjabat sebagai Wakil Presiden RRT, pada Kamis 14 November 2012 dilantik sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Sentral PKC, jabatan tertinggi di PKC, menggantikan Hu Jintao.

Selain itu, Xi juga dilantik sebagai Ketua Komite Tetap Politbiro yang beranggotakan 7 orang yaitu dirinya, Li Keqiang, Zhang Dejiang, Yu Zhengsheng, Liu Yunshan, Wang Qishan dan Zhang Gaoli. Sebelumnya, Xi pun telah dilantik sebagai Ketua Komisi Militer Pusat PKC, jabatan tertinggi yang memungkinkan Xi memegang kekuasaan penuh atas seluruh kekuatan militer China. 

Puncaknya, mulai Maret 2013, Xi akan menjabat sebagai Presiden baru RRT periode 2013- 2018. Jika kepemimpinannya berjalan sukses, Xi Jinping bisa menjabat sebagai presiden untuk dua periode seperti yang dilakukan Hu Jintao saat ini (2003-2013). Sementara jabatan Perdana Menteri (PM) akan diisi oleh anggota Komite Tetap Politbiro Li Keqiang (57), yang saat ini menjabat sebagai Wakil PM. Sebagai salah satu anggota Komita Tetap Politbiro tertinggi, Li secara otomatis dipromosikan sebagai PM RRT yang baru menggantikan Wen Jiabao.

Mulusnya transisi kepemimpinan di PKC dan terpilihnya para pemimpin baru generasi kelima, tentu saja menarik dicermati karena mencerminkan kesiapan partai terbesar dan paling berkuasa di China tersebut dalam membangun norma dan aturan peralihan kekuasan, suatu hal yang sangat krusial bagi stabilitas pembangunan berkesinambungan di negeri yang merupakan kekuatan perekonomian kedua terbesar di dunia dan berpenduduk lebih dari 1,3 milyar tersebut.

Sejak deklarasi pendirian RRC pada tanggal 1 Oktober 1949 oleh Ma Zedong, proses transformasi kepemimpinan di negeri Panda tersebut memang memiliki pola dan karakteristik tersendiri, yang berbeda dengan sistem politik di negara lain, khususnya Barat. Pembahasan tentang siapa yang akan menjadi pemimpin partai berikutnya, yang otomatis akan menjadi pemimpin negara, dilakukan secara internal di dalam tubuh PKC yang merupakan partai berkuasa dan terbesar. Proses ‘pertarungan’ pun hanya dapat diketahui dan dirasakan oleh para elit partai. Masyarakat pun hanya dapat menduga-duga tentang calon pemimpin mereka berikutnya.

Namun sejak proses reformasi dan keterbukaan ekonomi disuarakan oleh Deng Xiaoping sejak tahun 1978, proses transformasi kepemimpinan di PKC mulai ditata dan ditetapkan norma dan aturan yang semakin jelas. Salah satunya adalah penetapan ‘batas usia pensiun’ 70 tahun bagi pemimpin puncak partai. Itulah sebabnya kenapa seorang Hu Jintao tidak dapat menjabat lagi sebagai pemimpin partai dan negara untuk satu periode berikutnya, meski selama dua periode masa jabatannya ia sukses memimpin China, mengentaskan kemiskinan sebagian besar warganya dan menjadikan negaranya sebagai kekuatan perekonomian terbesar kedua di dunia.

Selain penetapan norma dan aturan yang semakin jelas, yang tidak kalah menarik adalah mencermati proses perekrutan kader-kader terbaik pemimpin partai dan bangsa. Calon-calon yang masuk dalam jajaran PKC di setiap tingkatan, khususnya pusat, bukanlah calon yang tiba-tiba muncul ke permukaan tanpa memiliki prestasi dan track record yang jelas, apalagi kutu loncat. Seluruh elit PKC saat ini, baik yang menjabat di Komite Tetap Politbiro ataupun Komite Sentral PKC adalah mereka yang berprestasi sebagai pemimpin partai tingkat wilayah dan kepala daerah.

Xi Jinping misalnya, sejak muda usia Xi telah bergabung dengan PKC dan saat revolusi kebudayaan  terjun ke pedesaan di tempat asalnya di provinsi Shaanxi. Prestasi dan track record.sebelum masuk ke jajaran pemimpin pusat PKC juga jelas. Xi adalah pemimpin yang berhasil sebagai Sekretaris Partai wilayah di beberapa kota dan provinsi (Hebei, Fujian, Zhejiang, Shanghai), pernah menjadi gubernur, berpengalaman dalam berbagai jabatan yang membidangi urusan militer, dan menjadi Wakil Presiden RRC.

Terpilihnya para pemimpin baru tersebut, yang semuanya merupakan kader-kader berpengalaman di masyarakat dan pemerintahan, tentu saja merupakan langkah terukur para pemimpin China dalam menjamin kelangsungan reformasi dan sosialisme berkarakteristik China. Seperti dikatakan Hu Jintao di hadapan peserta Kongres ke-18 PKC tanggal 9 November 2012, China akan melakukan reformasi politik yang memungkinkan keterlibatan lebih banyak lagi anggota masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, namun tidak akan meniru sistem politik Barat.

Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa China tidak khawatir dengan proses reformasi politik karena sudah memiliki visi yang jelas. Presiden Hu Jintao justru galau dengan tindakan korupsi yang dapat menumbangkan komunis. Menurut Hu, jika China gagal menangani masalah korupsi, akibatnya fatal bagi partai, bisa menyebabkan kolapsnya partai dan runtuhnya negara.

Pernyataan Hu diamini oleh pemimpin baru PKC Xi Jinping yang dalam sambutannya berjanji akan meneruskan tongkat estafet yang diberikan oleh sejarah dan meneruskan upaya pembaruan bangsa China melalui reformasi dan keterbukaan, serta menyingkirkan segala tantangan dan permasalahan yang dihadapi partai, salah satunya adalah korupsi.

Korupsi telah menjadi penyakit endemik yang menjangkiti para pejabat tinggi China dan karenanya dipandang lebih serius. Berbagai skandal besar, seperti yang melibatkan Bo Xilai dan mantan menteri perkeretaan Liu Zhijun, sangat mengejutkan PKC dan dipandang menghancurkan kredibilitas partai. Untuk itu, ketika muncul laporan investigasi dari New York Times yang menyatakan keluarga PM Wen Jiabao memiliki kekayaan sekitar US$ 2,7 milyar selama masa pemerintahannya, Komite Disiplin PKC segera turun tangan untuk mengecek kebenarannya.

Harapan masyarakat internasional bahwa China akan melakukan agenda reformasi besar-besaran dengan  membuka dan mendesentralisasi perekonomiannya, memberikan kebebasan berpolitik bagi warganya dan meredakan hambatan hubungan antara China dengan negara tetangga di Asia, AS dan Uni Eropa sepertinya tidak akan terpenuhi. Para pemimpin baru generasi kelima China akan lebih memusatkan perhatiannya kepada masalah pembenahan internal, khususnya memberantas korupsi.

Bagi China, kehati-hatian dan upaya menjaga kepentingan serta stabilitas nasional tampaknya jauh lebih penting daripada memenuhi harapan masyarakat internasional tentang reformasi politik dan demokrasi.  Seperti dikatakan seorang anggota PKC yang dikutip oleh Lin Lianqi dalam buku yang disuntingnya ‘the Strength of Democracy, How will the CPC march ahead’ (2012), ‘demokrasi itu seperti energi atom, jika dapat dikontrol dengan baik, dapat digunakan sebagai tenaga nuklir yang menguntungkan masyarakat. Namun jika tidak terkontrol dengan baik, dapat digunakan untuk membuat bom atom yang merusak masyarakat’.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *