Bertemu seorang tokoh yang pernah menjadi idola di masa sekolah menengah sepertinya merupakan kesenangan tersendiri. Dibandingkan tokoh-tokoh nasional lain, dapat dikatakan persinggungan saya dengan tokoh ini sangat minim. Namun pada tanggal 8-10 September 2013 kemarin saya berkesempatan dua kali bertemu dengan mantan Presiden ke-3 RI B.J Habibie yang menjadi idola sejak saya sekolah menengah atas. Kecerdasan dan kecemerlangan Pak Habibie dalam dunia dirgantara telah menginspirasi banyak kaum muda untuk mengikuti jejaknya, salah satu caranya adalah dengan mendapatkan beasiswa belajar ke luar negeri yang diberikan Habibie saat menjadi Menteri Riset dan Teknologi.
Kesempatan bertemu dengan B.J Habibie datang ketika beliau hendak meluncurkan buku biografinya ‘Habibie & Ainun’ dalam bahasa Mandarin. Tidak ada pertanyaan khususnya yang sampaikan ke beliau, namun apa yang beliau sampaikan saat pertemuan sudah cukup menjawab ketokohan beliau dan pesan-pesan yang ingin disampaikan seperti yang dituangkan dalam bukunya. Untuk itu perkenankan saya menceritakan acara peluncuran buku ‘Habibie & Ainun’ dalam bahasa Mandarin dan tentu saja foto berdua dengan B.J Habibie sebagai bukti bahwa akhirnya saya bisa bertemu beliau, sekaligus sedikit narsis sebagai seorang blogger.
Acara peluncuran buku ‘Habibie & Ainun’ sendiri dimulai dengan pemutaran sebuah film pendek berisikan foto-foto pasangan mantan Presiden RI B.J Habibie dan istrinya Hasri Ainun yang diringi lagu ‘Cinta Sejati’ dari Bunga Citra Lestari yang ditampilkan pada dua buah layar lebar di kiri dan kanan ballroom hotel Legendale Beijing. yang digelar KBRI Beijing pada tanggal 10 September 2013. Tamu undangan yang hadir terlihat menatap lekat-lekat setiap gambar yang ditampilkan, seolah tidak ingin melewatkan setiap momen yang ada di layar. Saya perhatikan, banyak yang berusaha menahan haru menyaksikan potret kebersamaan dan kemesraan pasangan Habibie dan Ainun.
Sekitar250 orang tamu undangan yang antara lain berasal dari korps diplomatik, media massa, akademisi, tokoh masyarakat Tiongkok dan perwakilan masyarakat Indonesia di Beijing, memadati ruangan pertemuan yang bergaya Eropa klasik. Di antara undangan yang hadir, tampak antara lain mantan Duta Besar RRT untuk Indonesia Zhou Gang dan istri, penerjemah buku ‘Habibie & Ainun’ ke dalam bahasa Mandarin Madam Deng Junbing dan Presiden China World Affairs Press Min Yongnian.
Usai pemutaran film pendek, Duta Besar RI untuk RRT dan Mongolia Imron Cotan menyampaikan kata sambutannya dan mengapresiasi peluncuran buku ‘Habibie & Ainun’ dalam bahasa Mandarin. Menurut Duta Besar RI, buku yang ditulis mantan Presiden ke-3 RI tersebut bukan hanya bercerita mengenai pengalaman pribadi Habibie dan almarhum istrinya, hasri Ainun, tetapi juga mengisahkan suatu perjuangan, keteladanan dan nilai-nilai cinta universal yang layak dijadikan contoh generasi muda. Dalam konteks Indonesia, apa yang telah diperjuangkan oleh Habibie kiranya dapat dijadikan contoh untuk membangun Indonesia yang jauh lebih baik.
Ditambahkan oleh Duta Besar RI bahwa setelah membaca buku ‘Habibie & Ainun’, kita akan paham bahwa sebenarnya B.J Habibie bukan saja layak disebut sebagai professor teknologi tetapi juga professor cinta. Melalui bukunya, Habibie nerhasil mengajak pembacanya untuk menerapkan cinta dalam semua aspek kehidupan dan mengedepankan sinergi positif. Dalam kaitannya dengan peran wanita, Habibie tidak sekedar menceritakan peran seorang wanita di balik kesuksesan seorang pria, tetapi juga mengangkat derajat wanita sebagai ibu yang memiliki peran besar dalam rumah tangga.
Apa yang dikemukakan oleh Duta Besar RI tersebut di atas kemudian diamini oleh mantan Duta Besar RRT untuk Indonesia Zhou Gang yang menyampaikan sambutan selaku Presiden China Institute of World Affairs. Selain itu, Zhou Gang juga menceritakan mengenai proses penerjemahan buku ‘Habibie & Ainun’ ke dalam bahasa Mandarin. Menurut Zhou Gang, ide untuk menerjemahkan buku ‘Habibie & Ainun’ muncul tidak lama setelah dirinya menerima buku tersebut pada sekitar Nopember 2011 langsung dari B.J Habibie, yang dikenalnya saat bertugas di Jakarta.
Tuntas membaca buku karya Habibie tersebut, dirinya langsung terkesan dan berharap apa yang diceritakan dalam buku tersebut dapat pula diketahui dan dipahami oleh masyarakat di Tiongkok. Karena itu, tanpa menunggu lama ia pun berinisiatif untuk menerjemahkan buku tersebut ke dalam bahasa Mandarin dengan meminta bantuan Madam Deng Junbing. Madam Deng Jubing yang pernah bertugas sebagai Counsellor di Kedutaan Besar RRT di Jakarta kemudian dengan senang hati menyambut tawaran untuk menerjemahkan buku tersebut. Dan setelah melalui proses hampir dua tahun, penerjemahan buku tersebut akhirnya dapat terealisasi dan diluncurkan tanggal 10 September 2013.
Madam Deng Junbing, yang diberikan kesempatan untuk menyampaikan sambutan setelah Zhou Gang, mengemukakan bahwa penerbitan buku ‘Habibie & Ainun’ dalam bahasa Mandarin pada hakekatnya merupakan bagian dari kegiatan diplomasi publik yang dapat dimanfaatkan untuk mempererat hubungan Indonesia dan Tiongkok. Melalui buku ini, masyarakat Tiongkok dapat lebih mengenal Indonesia dan memperlancar komunikasi lintas budaya antar masyarakat kedua negara.
Sementara itu B.J Habibie yang menyampaikan sambutan kunci dalam acara peluncuran bukunya dalam bahasa Mandarin mengemukakan mengenai alasan dirinya menulis kisah cintanya kepada Ainun. Menurut Habibie, penulisan buku ‘Habibie & Ainun’ tersebut bukanlah untuk pamer kisah cintanya, tetapi merupakan bagian dari upaya penyembuhan dirinya dari goncangan jiwa pasca berpulangnya sang kekasih hati keharibaan Allah SWT pada 22 Mei 2010 di Munchen, Jerman.
Dikemukakan oleh Habibie bahwa kedekatannya bersama Ainun selama 48 tahun 10 hari tidak dapat terlupakan dalam waktu singkat. Apalagi kepergian istrinya yang meninggal karena kanker terkesan mendadak, hanya dua bulan setelah didiagnosa terkena kanker ovarium stadium 4. Sebuah diagnosa yang sangat mengagetkan karena dalam pemeriksaan sebelum-sebelumnya tidak diketemukan tanda-tanda penyebaran sel-sel kanker yang sudah sedemikian gawat.
Kondisi tersebut membuat dirinya syok dan tenggelam dalam kesedihan bahkan sempat linglung. Habibie memaparkan bahwa dirinya sempat keluar rumah pada suatu ntengah malam hanya dengan mengenakan piyama dan sandal sambil menangis dan menyebut nama Ainun.
Khawatir dengan perkembangan dirinya, Habibie kemudian disarankan untuk melakukan konsultasi dengan dokter. Hasilnya diketahui bahwa Habibie mengidap ‘Psikomatis malignant’ yaitu kesedihan yang mendalam akibat kehilangan orang yang sangat dekat. Jika tidak berbuat sesuatu, kondisi tersebut akan mempengaruhi fisik dan kejiwaan Habibie sehingga diperkirakan kehidupannyan tidak akan bertahan lama pula.
Dokter pun kemudian menyarankan empat hal, Pertama, dirinya dirawat di rumah sakit jiwa. Kedua, mendatangkan tim dokter dari Indonesia dan Jerman untuk ikut merawatnya di rumah. Ketiga, bercerita kepada orang-orang yang dekat dengan Habibie dan Ainun. Keempat, dengan menulis. Habibie memilih yang keempat.
Sebagai seorang ilmuwan yang biasa berfikir sistimatis, dalam menulis pun Habibie berupaya untuk sistimatis dan untuk itu ia memulainya dengan membuat sebuah model yang mengumpamakan fisik dirinya sebagai hardware dan jiwanya sebagai software kecerdasan emosional super canggih. Dengan model tersebut Habibie berpikir bahwa jika sebuah hardware seperti PC mengalami hang maka perlu direstart dan saat proses restart tersebut berlangsung, maka seluruh komponen yang ada dicek satu per satu sebelum pada akhirnya normal kembali.
Guna merestart kehidupannya agar kembali normal, maka Habibie pun mulai menulis. Awalnya sulit karenasetiap kali hendak memulai, dirinya tidak dapat berkonsentrasi karena tenggelam dalam kesedihan. Praktis selama satu setengah bulan pertama tidak ada tulisan yang dihasilkan. Setelah itu, selama dua setengah bulan Habibie mulai dapat menuangkan segenap perasaannya lewat tulisan dan menangkap hikmah kepergian sang istri yang terkesan begitu tiba-tiba. Dari proses penulisan ini pula ia kemudian tiba pada kesimpulan bahwa apa yang terjadi pada dirinya bukanlah suatu kebetulan, namun sudah ada yang mengatur. Ia pun semakin yakin akan nilai-nilai cinta yang membuat dirinya kuat.
Menurut Habibie, ada 5 cinta yang mesti dicamkan dan dikerjakan, yaitu cinta kepada sesama manusia, cinta kepada karya manusia, cinta kepada pekerjaan, cinta kepada lingkungan, dan cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan dasar cinta, rasio dan emosi, manusia bisa menghasilkan energi yang positif dan bermanfaat bagi semua jika saling melakukan sinergi positif satu sama lain.
Habibie mencontohkan, dengan cinta dan energi positif yang ditumbuhkembangkan bersama, ia berhasil meraih hal-hal yang positif. Memulai kehidupan perkawinannya pada tahun 1962 dari titik nol, sepuluh tahun kemudian berhasil memangku jenjang jabatan tertinggi, sebagai wakil presiden, di perusahaan penerbangan besar di Jerman. Hal yang sama juga terjadi ketika mengembangkan industri dirgantara di Indonesia. Berawal dari 20 staf dan tenaga ahli pada tahun 1974 maka pada tahun 1997 jumlah karyawannya sudah berjumlah 48 ribu orang dengan asset jutaan dollar Amerika.
Acara peluncuran buku ‘Habibie & Ainun’ dalam bahasa Mandarin ini diakhiri dengan penandatanganan poster dan buku tersebut yang dibagikan secara gratis sebanyak 100 buah. Sambil duduk di kursi yang telah disiapkan, Habibie terlihat sabar dan penuh senyum meladeni para tamu undangan yang menginginkan tanda tangannya yang sesekali diselingi dengan permintaan foto bersama. Di antara para tamu undangan yang rela antri panjang adalah para duta besar dan para diplomat dari berbagai negara yang pernah bertugas di Indonesia.
Dengan diluncurkannya buku ‘Habibie & Ainun’ dalam bahasa Mandarin, maka buku tersebut sudah diterjemahkan dan dicetak ke dalam setidaknya 5 bahasa yaitu Inggris, Jerman, Jepang, Arab dan Mandarin. Selain buku yang telah terjual sebanyak 200 juta kopi di seluruh dunia, filmnya yang berjudul sama pun meraih box office di dunia perfilman Indonesia.
Membaca isi buku Habibie dan ketokohannya, tidak tertutup kemungkinan ke depannya buku tersebut akan diterjemahkan dalam bahasa Perancis, Spanyol dan bahasa-bahasa lainnya. Dan penerbitan buku ‘Habibie & Ainun’ dalam berbagai bahasa akan semakin memperluas footprint Indonesia di dunia internasional dan mengutip kata Madam Deng Junbing ‘memperlancar komunikasi lintas budaya antar masyarakat’. Semoga
Keren bangeeeeettt salah satu tokoh terbaik Indonesia…Dunia saja memberikan apresiasi.