Kalau menyebut nama dr. Roebiono Kertopati, tentu tidak banyak orang yang mengenalnya, termasuk juga saya. Saya baru mengenal nama beliau ketika saya diterima sebagai salah satu mahasiswa perguruan tinggi kedinasan di tahun 1984.
Saat itu saya baru tahu jika beliau merupakan seorang dokter tentara berpangkat mayor jenderal yang menjabat sebagai Ketua Tim Dokter Kepresiden, pendiri dan kepala Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) hingga wafat pada tahun 1984. Selama pendidikan di akademi dan setelah bekerja, tidak banyak informasi tambahan yang saya peroleh mengenai beliau. Begitu tertutupnya beliau atau terbatasnya sejarah persandian Indonesia, maka tidak banyak hal yang bisa diungkap tentang beliau.
Selama bertahun-tahun kemudian saya tidak pernah merasa terusik mengenai informasi dan keberadaan dr. Roebiono Kertopati. Namun saya menjadi tergugah untuk mencari tahu lebih jauh saat seorang rekan berkomentar sebuah tulisan saya di blog yang berjudul “Pesona Wikipedia”. Menurut rekan saya tersebut, ia “merasa” kenal nama dr. Roebiono Kertopati, tetapi ketika mencoba mencari di mesin pencari Wikipedia, ternyata ia tidak berhasil menemukan nama tersebut.
Segera setelah membaca komentar tersebut, saya mencoba menelusuri sumber-sumber terbuka untuk mengetahui popularitas nama dr. Roebiono Kertopati di dunia maya. Instrumen pertama yang dipergunakan untuk melakukan penelusuran adalah Wikipedia itu sendiri. Dari hasil penelusuran di Wikipedia, diketahui bahwa terdapat sedikit keterangan mengenai dr. Roebiono yang menyebutkan bahwa beliau merupakan Kepala Lemsaneg pertama merangkap dokter kepresidenan RI pada masa presiden Soekarno.
Selanjutnya dengan menggunakan jasa baik Google diperoleh 14 item yang menyebut nama beliau. 6 item mengaitkan nama beliau pada peristiwa G30S/PKI karena perannya sebagai salah satu dokter yang mengotopsi jenazah pahlawan revolusi. 2 item merupakan tulisan dalam sebuah blog yang menyebutkan kedudukan beliau sebagai dokter tentara, ahli radiologi dan Wakil Ketua tim Pelayanan Medis bagi mantan Presiden Soekarno yang saat itu dikenakan tahanan rumah di Wisma Yaso.
Hal yang menarik, informasi dalam blog ini juga menyebutkan bahwa dr. Roebiono juga merupakan mantan staf pembantu Nefis, dinas intelijen Belanda. Selanjutnya pada 6 item terakhir merupakan kliping berita kegiatan LSN yang mengutip nama beliau selaku pendiri Lemsaneg. Instrumen lainnya adalah situs Tokoh Indonesia, yang hasilnya ternyata nihil.
Ternyata tidak mudah mencari data agak lengkap mengenai beliau. Mungkin karena beliau seorang perwira intelijen sehingga datanya tidak bisa diupload di dunia maya. Bahkan meskipun hanya terkait dengan informasi dasar seperti tanggal dan tahun kelahiran atau kapan tepatnya beliau memimpin Lemsaneg. Suatu informasi dasar yang mungkin bisa diperoleh jika seandainya website Lemsaneg memuatnya sebagai informasi resmi.
Terlepas dari itu semua, hal yang perlu dicatat adalah pentingnya mencatat dan mempelajari sejarah persandian, baik saat pendidikan ataupun sesudahnya melalui literatur. Di tingkat pendidikan mungkin dapat disampaikan materi mengenai sejarah persandian yang bersifat interaktif. Saya baca di media, hal ini nampaknya sudah dilakukan oleh Lemsaneg dengan membangun Museum Persandia di Yogyakarta dan pengajaran sejarah persandian di Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN). Suatu langkah yang bagus dan layak diapresiasi. Pemahaman sejarah persandian perlu agar para pihak yang terkait dengan aktivitas persandian mengenal jati dirinya dan tidak menjadi seperti kacang lupa pada kulitnya.
Ditulis ulang dalam rangka Hari Ulang Tahun Persandian RI, 4 April 2012.
Jadi dari 6 item itu apa yang dapat disimpulkan tentang beliau, Pak?
Apa tidak mungkin tentang pribadi dr. Roebiono ini terdapat dalam catatan pribadi atau buku tulisan Pak Soekarno dan keluarganya?
Trims atas sharingnya, Pak. Dirgahayu Persandian!
Mas Abu Faqih, dalam catatan pribadi mungkin saja ada, tapi saya belum pernah dengar ada yang menulis dan menerbitkan buku ttg beliau. Bisa jadi malah saya yg pertama yg menulis ttg beliau, walau ringan.
Utk di buku2 Soekarno, saya juga belum pernah menemukannya.
Salam dan dirgahayu persandian.
motto : ibarat anjing ..anda berhasil takkan dpt tanda jasa dn jabat tangan…anda gagal mati ditepi jalan kawanpun takkan tahu.