Bali dikenal sebagai pulau dengan seribu pura dan salah satunya yang terkenal adalah Pura Tanah Lot. Karena itu, berwisata ke Bali tanpa berkunjung ke Tanah Lot serasa ada yang kurang lengkap. Ibaratnya seperti makan sayur asem tanpa garam.
Sesuai arti namanya, “tanah tengah laut”, Tanah Lot terletak di tepi pantai, bahkan agak menjorok ke pantai sehingga ketika saat pasang seolah-olah berada di tengah laut. Di tempat ini pengunjung ditawari kenikmatan pemandangan laut dan alam yang spektakuler serta keunikan sebuah Pura yang terletak di atas batu besar dan ketika laut sedang pasang seolah-olah berada di tengah laut. Pemandangan akan semakin indah jika dilihat saat matahari terbenam atau sunset.
Pura yang seolah berada di tengah laut ini menjadi pusat keindahan yang menakjubkan. Tidak mengherankan jika banyak pengunjung yang menjadikan Pura Tanah Lot dan pantai karang disekelilingnya sebagai latar belakang obyek foto keceriaan bersama sahabat, keluarga maupun berselfie ria.
Dengan alasan tersebut di atas, maka pada kunjungan saya ke Bali tanggal 7 November 2015 lalu, saya pun menyempatkan diri mampir ke Tanah Lot menggunakan kendaraan sewaan. Dari kawasan Nusa Dua, kendaraan yang saya tumpangi meluncur sekitar 45 menit menuju ke lokasi Pura Tanah Lot di desa Beraban Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan, Tanah Lot.
Dibangun pada sekitar abad ke -15 oleh Dahnyang Nirartha seorang Brahmana dari Blambangan, Pura Tanah Lot yang berada di atas sebuah batu karang yang berbentuk burung atau yang oleh warga setempat disebut gili beo, merupakan tempat meditasi dan pemujaan kepada Dewa Penguasa Laut, serta menjadi tempat penyebaran agama Hindu kepada masyarakat setempat.
Konon, guna melindungi pura dari serangan pihak luar, Dahnyang Nirartha yang dikenal sakti menciptakan ular laut berbisa dari selendangnya untuk melindungi tempat tersebut. Ular laut yang dikenal sebagai ular suci (holy snake) masih dapat dijumpai di goa sekitar Pura Tanah Lot. Menurut seorang pemangku pura setempat, ular ini jumlahnya ratusan dan pada malam hari tertentu ular ini merambat naik ke pura.
Idealnya berkunjung ke Tanah Lot adalah menjelang sore hari karena pengunjung berkesempatan menikmati pemandangan matahari terbenam (sunset). Namun karena keterbatasan waktu, saya hanya bisa berkunjung pada siang hari. Pada saat kunjungan, air laut sedang surut sehingga dasar batu besar dimana terdapat pura terlihat jelas. Banyak pengunjung yang terlihat bermain dan berfoto di depan goa air suci yang terletak persis di bawah batu karang.
Goa air suci yang terletak di abwah Pura ini cukup unik karena meski berbatasan dengan laut, di goa ini terdapat sumber mata air tawar yang berasal dari tengah laut yang mengalir di bawah batu karang. Air tawar ini disucikan oleh masyarakat setempat dan diyakini dapat membuat awet muda. Di depan goa banyak penjaga pura yang berpakaian adat Bali yang menawarkan setiap pengunjung untuk melihat goa air suci. Sedangkan di dalam Goa yang memiliki panjang kurang lebih 5m ini terdapat patung setinggi kurang lebih 0.5m berwujud Ida Pedanda DangHyang Dwijendra, seorang pendeta Hindu yang pernah mengadakan pemujaan di lokasi ini.
Siang itu suasana di depan goa suci terlihat ramai karena kehadiran sebagian masyarakat Bali di sekitar Tanah Lot yang tengah bersiap melakukan sembahyang di Pura. Dengan tertib mereka bersiap melakukan ritual keagamaan di pura. Sementara sejumlah wisatawan berpotret di depan goa suci. Saya pun tidak ketinggalan untuk bergaya di depan goa air suci dan goa ular suci.
Leave a Reply