Bagi banyak orang, nama Abdullah Mahmud Hendropriyono, mantan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan di era Presiden B.J Habibie dan Kepala Badan Intelijen Negara di era Presiden Megawati Soekarnoputri, mungkin tidak terlalu asing. Namun bahwa beliau adalah kakak kandung tetangga depan rumah, saya baru mengetahuinya belum lama ini. Sebagai penghuni baru di sebuah perumahan di Bekasi Barat, saya memang belum banyak mengenal dekat tetangga sekitar.
Jumat, 20 November 2009, tetangga depan rumah saya, Bapak dan Ibu Heri Wibowo mengundang tetangga sekitar menghadiri upacara midodareni*. Dalam acara ini hadir pula Pak Hendropriyono, kakak ipar Heri Wibowo.
Meski upacara midodareni, jangan bayangkan dalam acara tersebut melulu diisi rangkaian acara adat Jawa saja. Acara sudah dimodifikasi dengan menghadirkan penyanyi yang diiringi organ tunggal untuk menemani tamu undangan saat santap malam. Disinilah kemudian Pak Hendro unjuk kebolehan membawakan sebuah lagu.
Alih-alih langsung bernyanyi, Pak Hendro terlebih dahulu bercerita tentang acara midodareni yang dimaksudkan untuk mengecek kesiapan keluarga mempelai wanita dalam melaksanakan upacara pernikahan pada keesokan harinya. Keluarga mempelai pria hadir dalam acara tersebut, namun sang calon mempelai pria meski boleh hadir namun tidak diperkenankan bertemu sang calon istri dan tidak boleh menyantap hidangan yang disediakan, kecuali air putih. Menurut Pak Hendro, hal tersebut merupakan bentuk latihan kesabaran dan simbol bahwa pihak pria lah yang nantinya memiliki kewajiban utama dalam menafkahkan keluarganya.
Usai bercerita tentang acara midodareni, barulah Pak Hendro berbicara tentang Malaysia saat mengkoreksi sebuah lagu melayu yang dibawakan sang penyanyi. Menurut beliau, lagu melayu yang dibawakan bukanlah dari Malaysia tetapi dari Riau. Begitu pula dengan lagu Semalam di Malaya, bukanlah lagu Malaysia tetapi lagu Melayu yang asalnya dari Riau. Asal usul Malaysia adalah dari Melayu Riau, dimana banyak orang Melayu yang pindah kesana pada masa lalu. Malaysia merupakan negara bentukan Inggris yang dimerdekakan pada 31 Agustus 1957.
Konflik dengan Indonesia terjadi ketika Malaysia berkeinginan menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961. Dikemukakan oleh Pak Hendropriyono bahwa sebenarnya pada tahun 1961 tersebut beberapa wilayah bebas seperti Serawak sedang melakukan referendum untuk menentukan apakah akan bergabung dengan Federasi Malaysia bentukan Inggris atau berdiri sendiri sebagai negara merdeka. Namun belum selesai proses referendum, pada tanggal 16 September 1961 secara sepihak Serawak dimasukan kedalam Federasi Malaysia. Keputusan ini ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap Malaysia sebagai “boneka” Inggris. Presiden Soekarno memandang Malaysia sebagai negara yang tidak bersahabat dengan Indonesia dan menjadi sandungan dalam hubungan dengan Indonesia. Sejak itu konflik terus meningkat dan berpuncak pada kebijakan “Ganyang Malaysia” kepada negara Federasi Malaysia setelah PM Malaysia Tunku Abdul Rahman sangat menghina Indonesia dan presiden Indonesia dengan menginjak lambang negara Garuda Pancasila.
Kenapa cerita ini disampaikan pada suatu acara menjelang pernikahan? Menurut Pak Hendro, generasi muda sekarang, termasuk keponakannya yang akan menikah, banyak yang tidak paham sejarah, termasuk dalam masalah hubungan Indonesia-Malaysia. Ketika Malaysia diawal-awal masa kemerdekaannya, Indonesia banyak mengirimkan tenaga ahli kesana untuk membantu pembangunan mereka. Kini mereka lebih maju dari Indonesia dan orang-orang Indonesia yang berangkat kesana justru bukan lagi tenaga ahli melainkan tenaga kerja yang memiliki ketrampilan rendah.
Dengan kondisi di atas, Pak Hendro melihat perlunya generasi muda memahami sejarah agar bisa lebih memahami kondisi Indonesia secara utuh. Untuk itu ia berencana untuk membuat buku mengenai hal ini sebagai tambahan referensi sejarah Indonesia. Selanjutnya untuk memberikan semangat kepada generasi muda, Pak Hendro kemudian menyanyikan lagu Irlandia berjudul Danny Boy. Menurut beliau lagu ini menggambarkan pesan dari orang tua kepada anaknya yang akan berangkat perang dan cocok untuk membangkitkan semangat.
Usai acara midodareni, saya sempat berbincang sejenak dengan Pak Hendro dan meminta beliau untuk menulis di blog. Menyicil tulisan lewat blog seperti yang dilakukan beberapa mantan tentara seperti Prayitno Ramelan dan Chappy Hakim. Kalau kesulitan membuat blog sendiri, bisa ikut blog keroyokan seperti Kompasiana. Beliau merespon dengan baik tawaran tersebut.
Terima kasih pak Hendropriyono atas sharingnya. Ditunggu lho tulisannya di blog.
* Midodareni berasal dari kata dasar widodari (Jawa) yang berarti bidadari yaitu putri dari sorga yang sangat cantik dan sangat harum baunya. Midodareni biasanya dilaksanakan antara jam 18.00 sampai dengan jam 24.00 ini disebut juga sebagai malam midodareni, calon penganten tidak boleh tidur. Dalam acara ini disampaikan petuah-petuah dan nasehat serta doa-doa kepada calon mempelai. Adapun dengan selesainya midodareni saat jam 24.00 calon pengantin dan keluarganya bisa makan hidangan yang disediakan.
Memang benar, ketidakpahaman generasi muda kita terhadap sejarah membuat generasi muda tidak mengenal potensi bangsanya dan hidup dalam dunianya sendiri-sendiri.
Saya mulai tertarik pada sejarah setelah berlangganan TV kabel dan ada channel History, semua sejarah-sejarah dunia ditayangkan dengan apik dan obyektif disana.
Semoga tulisan pak Priyono melalui blog bisa menjadi jembatan untuk sharing penagalaman dan sejarah bagi generasi muda. Juga bagi mantan pejabat pejabat tinggi untuk juga menulis blog sehingga ilmu, pengalaman dan pemikirannya bisa mencapai ranah publik yang tak terbatas waktu dan tempat.