Klepon Saksi Sejarah Perdamaian Indonesia-Malaysia

Tidak ada yang lebih ampuh mempopulerkan suatu produk ketimbang media sosial. Narasi klepon tidak Islami di media sosial, terbukti langsung mengangkat popularitas klepon di jagad maya. Warga net beramai-ramai mencari informasi dan ikut memposting tentang jajanan yang terbuat dari tepung beras ini. Saya termasuk salah seorang di antaranya. Saya mencari informasi mengenai klepon sebagai bagian dari diplomasi kuliner atau gastrodiplomnacy.

Bagi saya, klepon bukanlah makanan asing karena sering menjumpainya sebagai jajanan yang dijajakan pagi atau sore hari. Sejak dulu, jajanan ini bisa ditemui di pasar, sehingga disebut jajanan pasar.

Klepon biasanya dijadikan sarapan oleh masyarakat Indonesia karena bahan dasarnya tepung sehingga mengandung karbohidrat yang tinggi. Selain sarapan, klepon juga sering dinikmati sebagai camilan di sore hari.

Klepon adalah salah satu kue jajanan tradisional khas Indonesia yang berasal dari Jawa. Walau ada pula yang mengatakan klepon berasal dari daerah lain, misalnya dari Bugis di Sulawesi Selatan.

Kue yang terbuat dari tepung ketan ini berbentuk bulat biasanya berwarna hijau yang dibalut parutan kelapa. Warna hijau yang muncul sangat alami karena berasal dari daun pandan. Ketika digigit, di dalamnya berisi gula merah yang seketika “muncrat” di lidah. Rasanya legit dan lembut saat disantap.

Sebagai salah satu jajanan pasar, klepon ternyata juga masuk sebagai salah satu menu di Istana Negara sejak jaman Sukarno hingga sekarang, keculai pada masa Presiden BJ Habibie yang lebih banyak menyajikan masakan Eropa.

“Klepon dihidangkan di Istana Negara sejak Presiden Sukarno. Makanan manis ini dimaknai “negara yang berhati manis,” begitu sebuah  catatan di Historia.id (https://historia.id/kultur/articles/klepon-makanan-istana-vqm70)

Budayawan Agus Dermawan T. dalam Dari Lorong-lorong Istana Presiden menyebut bahwa masakan di Istana Negara pada semua era presiden ternyata sangatlah Nusantara, meski pernah disela sebentar oleh makanan Eropa kala B.J. Habibie menjabat presiden (Historia.id)

“Penganannya pun sederhana dan sangat Indonesia, seperti wajik, nogosari, lemper, lopis, semar mendem, dan klepon,” tulis Agus Dermawan.

Dalam hubungannya dengan klepon sebagai salah satu menu jajanan tradisional di Istana, ternyata terdapat fakta menarik yaitu klepon menjadi saksi sejarah perdamaian Indonesia-Malaysia di tahun 1966.

Pada saat itu, guna mengakhiri konfrontasi Indonesia dan Malaysia, Presiden Sukarno mengundang Tun Abdul Razak, Menteri Luar Negeri merangkap Deputi Perdana Menteri Malaysia, ke Indonesia pada Mei 1966. Dalam pertemuan di Istana Negara, Presiden Sukarno menyajikan kue onde-onde dan klepon.

“Ada peristiwa menarik, Presiden Sukarno menawarkan kue onde-onde dan klepon, kepada Tun Abdul Razak. Kue ini makanan khas Indonesia yang menjadi menu wajib istana untuk tamu negara. Suasana semakin akrab. Saya hanya tersenyum saja menyaksikan,” kata Des Alwi dalam “Juru Damai Saudara Serumpun” di majalah Tempo, 19–25 November 2007

Pertemuan kenegaraan di Istana Negara berjalan baik dan membuka lebar jalan  perundingan damai. Soeharto yang dipercaya menyelesaikan konfrontasi menunjuk Adam Malik mewakili pemerintah Indonesia dalam pertemuan puncak mengakhiri Konfrontasi. Pada 11 Agustus 1966 di Bangkok, Adam Malik dan Tun Abdul Razak menandatangani perjanjian damai. Secara resmi konfrontasi berakhir dan hubungan Indonesia-Malaysia pulih kembali.

Manisnya kue klepon dalam pertemuan Sukarno dan Tun Abul Razak seakan menjadi saksi perdamaian antara negara serumpun.

Tentu saja kita bisa berargumen bahwa keberhasilan perundingan tersebut bukan karena penyajian onde-onde atau klepon tetapi lebih kepada telah disepakatinya berbagai substansi yang menjadi penyebab konfrontasi. Benar sekali. Tapi jangan lupa, seperti kata pepatah “Cinta berawal dari perut naik ke hati,” yang berarti ketika seseorang dihidangkan makanan atau kuliner yang dipadu dengan “bumbu” kasih sayang dan keikhlasan, maka penyajian kuliner yang tepat dan nikmat akan memunculkan rasa senang pada hati seseorang.

Dalam skala yang berbeda, penyajian klepon juga kerap dilakukan para staf perwakilan RI di luar negeri. Pengalaman saya saat bertugas di perwakilan RI, setiap mengikuti festival kuliner atau pada saat merayakan HUT Kemerdekaan RI, jajanan pasar seperti klepon sering dihadirkan selain onde-onde.

“Klepon menjadi salah satu menu jajanan pasar yang eksotik. Selain terbuat dari tepung ketan, bahan dasar pewangi dan pewarna yang menggunakan daun pandan dan gula merah di dalamnya menjadi daya tarik tersendiri. Tidak ada campuran bahan kimia di dalamnya,” ujar seorang teman saya di perwakilan RI.

“Belum lagi ketika dimakan, gula merah didalamnya meleleh di mulut. Paling enak makan klepon ketika muncrat di dalam. Karenanya banyak yang tertarik untuk mencobanya,” ujar teman saya sambil tersenyum simpul.

Bahwa klepon ataupun makanan lain kerap disajikan sebagai salahn satu instrument diplomasi sesungguhnya tidak terlepas dari fakta bahwa kuliner merupakan salah satu “instrumen diplomasi tertua,” yang disebut sebagai gastrodiplomacy atau diplomasi kuliner.

Gastrodiplomacy atau diplomasi kuliner adalah upaya diplomasi yang memanfaatkan makanan dan masakan untuk menciptakan pemahaman lintas budaya. Harapannya bisa meningkatkan interaksi antara kedua pihak. Indonesia yang dianugerahi beragam kuliner tentu saja kerap melakukan gastrodiplomacy ini.

Memperhatikan manfaat diplomasi kuliner, banyak negara di dunia yang kemudian serius mengembangkan dan melaksanakan diplomasi kuliner. Salah satu negara yang berhasil mengembangkan diplomasi kuliner adalah Thailand.

Negeri gajah putih ini sudah berhasil menghadirkan menu kuliner tradisional dan restorannya ke hampir seluruh kota besar di dunia, termasuk Jakarta. Di ibukota negara Indonesia ini, bisa dengan mudah dijumpai restoran yang menyajikan kuliner Thailand seperti tom yang.

Mengenai banyaknya kuliner Thailand di berbagai negara ini, saya pun teringat saat penugasan di Perwakilan RI di Brussel tahun 2004-2008. Duta Besar Thailand pada saat itu, Don Pramudwinai, (saat ini menjadi Menlu Thailand) sangat aktif melakukan diplomasi kuliner dimana hampir tiap minggu mengundang perwakilan diplomatik asing dan masyarakat mencicipi hidangan Thailand di kediamannya ataupun menggelar festival kuliner di tempat umum serta mendorong pendirian restoran Thailand di Belgia. Langkahnya didukung penuh Pemerintah Thailand dan komunitas bisnisnya, termasuk fasilitasi transportasi yang diberikan maskapai penerbangan Thailand sehingga hampir tiap minggu bahan pangan segar asal Thailand masuk ke Eropa.

Dari pengalaman Thailand dan memperhatikan perubahan global yang terjadi, terdapat hal yang patut ditiru yaitu perlunya mempertajam fokus sasaran. Diplomasi kuliner mesti dilakukan dengan cermat dan ditindaklanjuti dengan langkah adaptif guna penyesuaian strategi. 

Salah satu kunci sukses keberhasilan diplomasi kuliner Thailand adalah adanya analisis keberlanjutan mengenai pasar, termasuk tren, guna memastikan efektivitas dan efisiensi diplomasi.  Diplomasi kuliner tidak cukup hanya membuat orang lain senang, namun terdapat nilai ekonomi yang mesti didapat.

Karena itu diplomasi kuliner Indonesia ke manca negara misalnya tidak bisa lagi dilakukan secara sendiri-sendiri, namun terpadu dari hulu ke hilir. Upaya menstandarisasi makanan yang akan di go internasionalkan seperti pada masa Mari E Pangestu menjabat Menteri Pariwisata kiranya bisa dilanjutkan. Selain itu, kuliner yang disajikan juga tidak harus makanan berat (meal), tetapi juga mulai diarahkan ke makanan Indonesia yang cepat saji, sehat, terjangkau dan mampu dijual di toko kecil (convenient store) dan coffee shop di jalan, mall maupun perkantoran.

Terdapat beragam kuliner Indonesia yang bisa dikemas dengan apik agar bisa tahan lama dan menarik, salah satunya klepon. Apabila klepon bisa dikemas sedemikian rupa seperti halnya dinsum beku, sehingga bisa tahan lebih lama dan mudah disajikan sesuai kebutuhan, maka merawat kelestarian klepon menjadi keniscayaan.

Bekasi, 24 Juli 2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *