Sempat muncul selentingan bahwa pelaksanaan Bali Democracy Forum (BDF) akan ditinjau kelanjutannya, akhirnya pada tanggal 10-11 Desember 2015, bertempat di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali, BDF VIII kembali digelar dan kali ini mengusung tema Democracy and Effective Public Governance (Demokrasi dan Kepemerintahan Publik Yang efektif).
Forum dibuka resmi oleh Wakil Presiden M. Jusuf Kalla dan dihadiri 19 menteri/wakil menteri dan perwakilan dari 89 negara peserta dan observer. Pertemuan dibagi dalam 4 sesi yaitu pembukaan, debat umum, diskusi panel I dan II, dengan masing-masing panel membahas sub-sub tema tersendiri. Pada akhir pertemuan dihasilkan Chair’s Statement yang memuat hasil pertemuan dan kesepakatan yang dicapai oleh para peserta pertemuan.
Pada sesi pembukaan, Menlu Retno Marsudi menggarisbawahi dinamika demokrasi global sejak penyelenggaraan BDF VII tahun 2014 dan peran Bali Civil Society dan Media Forum dalam mengembangkan lingkungan yang lebih inklusif bagi hubungan antar pemerintah (G-to-G). Menlu juga menekankan kembali bahwa BDF di tahun-tahun mendatang akan tetap diselenggarakan dalam kerangka kerja sama , G-to-G pada tingkat menteri.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam sambutannya menekankan tentang pentingnya demokrasi politik yang sejalan dengan implementasi demokrasi ekonomi. Demokrasi diperlukan untuk menjawab ancaman kekerasan, karena dari berbagai peristiwa yang terjadi tampak bahwa radikalisme kerap muncul dari negara gagal. Ditambahkan oleh Jusuf Kalla bahwa demokrasi bukan merupakan tujuan akhir, namun merupakan cara untuk mencapai kesejahteraan sosial, keadilan dan kemanusiaan. Keuniversalan demokrasi mesti dijaga dan tidak ada “copy paste” dalam pelaksanaan demokrasi.
Dalam sesi debat umum yang dipimpin Menlu Retno Marsudi, para peserta forum berbagi pengalaman mengenai pelaksanaan demokrasi dan kepemerintahan publik yang efektif di negaranya masing-masing. Pokok-pokok pandangan yang menguak pada sesi debat umum ini antara lain adalah 1) Keselamatan publik, keamanan, kedaulatan dan stabilitas politik merupakan prasyarat mutlak dalam demokrasi; 2) Demokrasi merupakan sesuatu yang berproses secara akumulatif dan bukan merupakan tujuan akhir; 3) Demokrasi merupakan cara untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang berkesinambungan; 4) keberhasilan transisi demokrasi melalui pemilihan langsung calon-calon pemimpin daerah dan nasional di Myanmar, dan juga Indonesia, merupakan contoh bagus dari kemajuan demokrasi terkini; 5) untuk mencapai kepemerintahan publik yang efektif diperlukan sikap responsif terhadap kebutuhan publik, dimana hal ini dapat dicapai melalui pemberantasan korupsi, memajukan teknologi informasi dan komunikasi dan pembangunan kelembagaan yang kuat.
Selanjutnya pada sesi panel pertama yang dimoderatori mantan Menlu Hassan Wirajuda dibahas isu-isu mengenai upaya membangun demokrasi dan pengembangan ketatapemerintahan publik yang efektif di Asia Pasifik. Peserta pertemuan memahami bahwa demokrasi merupakan sarana untuk mendorong suara masyarakat, dimana pemilihan hanya merupakan salah satu upaya untuk mencapai ketatapemerintahan publik yang efektif. Peserta juga memahami bahwa dalam upaya menerapkan demokrasi, terdapat beberapa kendala yang dihadapi seperti lemahnya penegakan hukum dan kelembagaan, munculnya kekerasan dan rasa tidak aman, serta pengaruh uang dan kurangnya transparansi dalam agenda politik.
Dalam kaitannya dengan proses demokrasi di Indonesia, terlihat adanya tantangan besar dalam upaya mereformasi ketatapemerintahan. Ketatapemerintahan sendiri merupakan unsur penting dalam pengadaan barang dan jasa guna mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan. Selain itu, teknologi informasi dan komunikasi pun dipandang penting sebagai salah satu cara untuk mencapai ketatapemerintahan publik yang efektif dan meningkatkan kualitas ketatapemerintahan melalui pembinaan perilaku pegawai negeri sebagai motor penggerak ketatapemerintahan.
Adapun pada sesi panel diskusi 2 yang dimoderatori mantan Wakil Menlu Dino Patti Djalal dibicarakan mengenai “tantangan, pilihan dan prospek membangun demokrasi dan mengembangkan ketatapemerintahan yang efektif”. Beberapa hal yang dapat digarisbawahi pada sesi ini adalah: 1) Demokrasi memerlukan progres yang konstan dan adanya penilaian serta solusi terhadap tantangan yang mengemuka; 2) Demokrasi memerlukan upaya untuk menyeimbangkan antara demokrasi vs pemenuhan janji-janji, demokrasi vs kepercayaan publik, demokrasi vs tradisi; 3) Perlunya pendekatan inklusif yang melibatkan pemangku kepentingan seperti masyarakat madani, media dan dunia usaha; 4) Untuk mencapai ketatapemerintahan yang efektif, pemeritah perlu menciptakan sinergi antara sektor swasta dan institusi publik serta mendorong sinergi antara sektor swasta dan lembaga publik; 5) Demokrasi terkadang dihindari karena kondisi masyarakat yang tidak siap menerima kritik yang disebabkan kemiskinan dan poltik uang yang memunculkan distorsi di legislasi dan kebijakan.
Kesinambungan Diplomasi Demokrasi Indonesia
Komitmen Pemerintah Indonesia untuk tetap melaksanakan forum tahunan BDF merupakan langkah yang tepat dalam menjaga kesinambungan diplomasi demokrasi. Melalui forum ini, Indonesia membuktikan keberhasilan berdiplomasi menggunakan demokrasi sebagai soft power guna membuka dialog, kemitraan terbuka, kerja sama teknis dan reformasi kebijakan dan hukum. Indonesia berhasil menunjukkan bahwa demokrasi merupakan sesuatu yang harus dipelihara dan tidak ada “copy paste” dalam penerapan demokrasi.
Tumbuh dan berkembang sebagai sebuah negara demokrasi terbesar kedua di dunia pasca reformasi 1998, Indonesia sukses memperlihatkan kepada dunia bahwa demokrasi politik yang berbasis masyarakat majemuk dapat diarahkan menjadi demokrasi ekonomi melalui pendekatan dialog. Kesuksesan Indonesia dalam menumbuhkembangkan demokrasi tampak dari stabilitas politik yang berhasil dijaga dengan baik dan diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang positif ditengah perekonomian dunia yang kurang baik.
Dengan pengalaman demokrasi di Indonesia dan upaya merangkul negara-negara lain untuk berdialog, tidak mengherankan jika para peserta seperti yang berasal dari Timur Tengah pun, yang dikategorikan “belum berdemokrasi” dalam kaca mata Barat pun sangat antusias menghadiri BDF. Negara-negara tersebut sangat ingin mendengarkan pengalaman praktis dari negara-negara lain. Tampaknya hanya di forum BDF lah negara-negara “non-demokratis” bisa berkumpul dan membicarakan demokrasi secara terbuka.
Dan upaya menunjukkan keberhasilan pencapaian demokrasi di Indonesia menemukan momennya karena penyelenggaraan BDF tahun iniberlangsung hanya sehari setelah penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung dan serentak di 264 di tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Pelaksanaan Pilkada ini bisa menjadi cermin dari keberhasilan Indonesia dalam melaksanakan dan mengembangkan proses demokrasi secara damai dan adil sesuai perkembangan politik dan pengalaman sejarah bangsa sendiri serta nilai- demokrasi tanpa adanya kerusuhan atau gejolak keamanan.
Dengan pelaksanaan pilkada serentak yang hanya berselang sehari dengan pelaksanaan BDF VIII, para peserta berkesempatan untuk melihat langsung pelaksanaan pilkada di Bali ataupun membaca laporan media nasional dan setempat mengenai pelaksanaan pilkada langsung.
Para peserta BDF VIII dapat melihat pelaksanaan dan pentingnya demokrasi, bukan hanya sebagai suatu sistem pemerintahan, tetapi juga sebagai suatu solusi mencapai kesejahteraan dan mengatasi ketidakadilan dan terorisme. Demokrasi sejalan dengan penerapan demokrasi ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sebagai bagian integral dari kebijakan luar negeri, Indonesia berhasil menunjukkan bagaimana demokrasi harus dibangun berdasarkan prinsip-prinsip utama, yaitu demokrasi yang tidak dipaksakan dari luar dan setiap perkembangan politik harus menjadi dasar pengalaman sejarah bangsa sendiri dan kondisi budaya.
Terlepas dari afiliasi ideologi dan aliran politik, Indonesia dapat terus mengingatkan para peserta BDF VIII untuk saling belajar satu sama lain dan menyempurnakan metode pemerintahan sehingga dapat lebih melayani tujuan yang lebih besar, yaitu kemakmuran dan perdamaian. Proses saling belajar dan berbagi pengalaman adalah sebagai faktor pemersatu. Ini adalah sesuatu yang harus dibangun atas dasar pengalaman sejarah bangsa sendiri dan kondisi budaya.
Leave a Reply