Sempat
terhenti dua tahun karena pandemi Covid 19 di awal 2020, tradisi berbuka puasa
bersama yang sudah dilakukan sejak lama di masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, kembali
dilaksanakan pada tahun 2022 ini. Tentu
saja dengan tetap menerapkan protokol kesehatan atau prokes seperti menjaga
jarak, memakai masker dan mencuci tangan.
Tradisi
berbuka puasa bersama di masjid milik Keraton Nyayogyakarta Hadiningrat yang berlokasi
di sebelah barat komplek Alun-alun Utara, Jl. Kauman, Ngupasan, Kecamatan Gondomanan,
Kota Yogyakarta ini dimulai sejak awal Ramadan 1443 H atau sejak 3 April 2022.
Tradisi berbuka
puasa bersama dimulai dengan mendengarkan ceramah Ramadan menjelang Magrib yang
disampaikan seorang ustad. Setelah azan Magrib berkumandang, jamaah
bersama-sama menyantap takjil atau sajian makanan dan minuman berbuka puasa
yang disiapkan pengurus masjid.
Jamaah yang
hadir tidak perlu khawatir tidak kebagian takjil karena pengurus menyediakannya
dalam jumlah yang cukup banyak, mencapai sekitar 1.500 takjil disiapkan setiap
harinya. Hal ini tak terlepas dari semakin banyaknya sedekah yang diberikan
oleh jamaah. Untuk diketahui, jumlah makanan yang disajikan oleh pengurus
masjid setiap bulan suci itu tiba bersumber dari sedekah jamaah.
Saat saya
tiba sekitar pukul 17.00, terlihat warga yang ingin berbuka puasa bersama sudah
duduk dengan tertib memenuhi serambi Masjid Gedhe Kauman yang dibangun pada 20
Syawal 1189 Hijriah atau 1773 M dan serambi tersebut kini difungsikan sebagai
ruang serbaguna.
Jamaah
tampak memenuhi serambi masjid yang disekat kain putih untuk memisahkan jamaah pria
dan wanita. Pemandangan cukup menyejukan hati terlihat. Ramai jamaah
melantunkan ayat suci Al-Qur’an sembari menunggu ceramah dari ustad dan tibanya
waktu magrib atau berbuka puasa. Meski demikian, tampak pula jamaah yang duduk
bersantai sembari saling berbincang dengan sesama.
Saat ceramah Ramadan tiba, jamaah kemudian mendengarkan dengan seksama paparan dari ustad Masjid Gedhe Kauman. Ustad mengingatkan kembali mengenai pentingnya ibadah puasa dan aqidah Islam dalam kehidupan keseharian dengan narasi-narasi yang menyejukkan.
Sementara di
hadapan para jamaah sudah siap takjil berupa segelas teh manis dan sebungkus
nasi beserta lauknya di atas piring. Sementara itu, sejumlah pria dan wanita
yang mengenakan jaket bertuliskan ‘relawan’ di punggungnya tampak sibuk membagikan
takjil kepada jamaah yang baru tiba.
Semakin sore
keramaian pun semakin tampak dan jamaah semakin banyak yang memadati serambi masjid.
Untuk mengantisipasi jamaah tidak kebagian tempat di serambi masjid, disediakan
pula kursi-kursi di bawah tenda di halaman masjid. Jumlah kunjungan semakin
banyak menjelang waktu berbuka puasa tiba.
Sebagai
masjid besar, bukan hal yang mengherankan jika Masjid Gedhe Kauman Yogjakarta
banyak didatangi jamaah. Mereka bukan hanya datang dari kawasan sekitar (jamaah
rutin), melainkan juga yang datang dari berbagai penjuru daerah. Suasana berbuka
puasa bersama sepanjang bulan Ramadhan pun tak pelak menjadi magnet tersendiri
bagi para jamaah dari luar daerah.
Para jamaah yang
datang dari luar Yogyakarta umumnya datang untuk merasakan suasana berbuka
puasa bersama yang berbeda. Suasana yang berada di lingkup kerajaan Jawa yang
masih aktif di zaman modern ini, namun dengan nuansa religi sekaligus tradisi kekeluargaan
yang sangat kental terasa. Tradisi yang menurut sebuah versi sejarah, sudah
dimulai di Kauman, Yogyakarta, sekitar 1950-an dan dipertahankan hingga kini.
Yang lebih uniknya, setiap Kamis sore, sajian yang disediakan untuk jamaah
adalah menu khusus berupa gulai kambing.
Tradisi
takjil gulai kambing ini memiliki dua versi cerita, yaitu berasal dari
banyaknya masyarakat yang mengadakan aqiqah pada hari Kamis. Dan takjil gulai
kambing yang berasal dari pemberian Sultan Hamengkubuwono VIII setiap bulan
Ramadan.
Dalam sebuah
artikel berjudul “Merayakan Budaya, Berpuasa Gembira” yang dimuat
dalam Suara Muhammadiyah No.10 (2018) dijelaskan bahwa tradisi membagikan
takjil dan berbuka puasa bersama awalnya merupakan bentuk strategi dakwah
agama.
Hal ini
dianggap bisa mendorong datangnya jamaah ke masjid untuk mengisi Ramadan dengan
ibadah dan aktivitas positif lainnya.
Zaman
semakin maju dan modern yang akhirnya mengubah pola pikir setiap orang. Di era
millennial ini tampaknya beberapa tradisi masih kuat dipertahankan di beberapa
daerah. Bahkan tradisi tersebut juga menjadi daya tarik wisatawan untuk
menikmati segala keunikan dari sesuatu yang tetap dilestarikan tersebut.
Tentu saja
tradisi yang tetap hidup di Yogyakarta bukanlah satu-satunya tradisi di
Indonesia yang dipertahankan. Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim
terbesar di dunia dan terdiri dari beragam suku bangsa, Indonesia kemudian
memiliki banyak tradisi bernafaskan Islami yang dipertahankan dan tersebar di
berbagai penjuru negeri.
Keragaman
suku, perbedaan wilayah yang berpulau-pulau hingga perbedaan persebaran Islam
di setiap wilayah membuat keragaman tradisi tidak terhindarkan. Diantara
tradisi yang mendarah daging sehubungan dengan budaya bernafaskan Islam adalah
tradisi menyuguhkan menu tertentu sebagai takjil pada bulan puasa Ramadhan di beberapa
masjid besar di Tanah Air seperti yang terdapat di masjid Gedhe Kauman,
Yogyakarta.
Tidak
terasa, bunyi adzan Magrib pun bergema memecah keheningan, pertanda buka puasa bersama
dimulai. Panitia Ramadan dari masjid Gedhe Kauman pun mempersilakan para jamaah
yang datang untuk menyantap takjil yang telah tersedia untuk membatalkan puasa.
Sore itu, Rabu (13/04/2022), menu takjil yang disediakan panitia Ramadan adalah
segelas teh manis dan sebungkus nasi dengan lauk semur telor dan tahu serta
kacang merah.
Jamaah pun
kemudian berbuka puasa bersama dengan penuh suka cita. Terlihat kegembiraan di
wajah para jamaah saat menyantap takjil yang berasal dari sumber dana gotong
royong jamaah yang menyedekahkan sebagian hartanya. Takjil dibagikan oleh para
sukarelawan yang bekerja dengan penuh keikhlasan dan saling membantu. Sebuah tradisi
gotong royong atau bantu membantu yang hidup di masyarakat Indonesia sejak
lama.
Hebatnya, nilai-nilai
luhur budaya, yang ada di dalam tradisi tersebut dapat tetap dirawat dengan
baik bukan saja oleh jamaah masjid Gedhe Kauman, tetapi juga oleh masyarakat
Yogyakarta keseluruhan.
Tradisi buka
puasa bersama dipertahankan, bukan saja di masjid Gedhe Kauman tetapi juga di
masjid lainnya seperti di Masjid Jogokariyan, bersanding dengan hiruk pikuk
Kota Yogjakarta yang mulai disesaki dengan banyak kemacetan di mana-mana.
Istimewa!! Seperti Yogjakarta yang memang menjadi daerah istimewa! ***
Leave a Reply