Seperti saya ceritakan pada postingan terdahulu bahwa dalam kunjungan ke Nanjing saya mampir ke masjid tertua di kota tersebut yaitu masjid Jingjue yang didirikan pada tahun 1388 pada jaman Kaisar Hongwu dari Dinasti Ming. Dalam kunjungan tersebut saya bertemu dengan Ma Sude seorang muslimah Hui yang tinggal di Nanjing dan menemani saya selama kunjungan.
Selain memperkenalkan keadaan masjid dan mengenalkan saya kepada Muslim Nanjing, pada akhir kunjungan Ma Sude juga memperlihatkan bangunan bekas sekolah 4 lantai yang terletak di samping masjid dan juga berdiri di atas tanah seluas 4.000 m2 yang baru saja diberikan pemerintah kota Nanjing kepada pengurus masjid dan Nanjing Islamic Association. Menurut Ma Sude, bangunan bekas sekolah ini rencananya akan dijadikan sebagai sebuah perguruan tinggi Islam pertama di Nanjing.
Berbeda dengan saat saya memasuki komplek masjid yang tidak memperlihatkan adanya kegiatan apapun, ketika saya keluar dari bangunan utama masjid, terlihat serombongan orang-orang tua serta beberapa yang separuh baya tengah bersiap-siap melakukan kegiatan. Para prianya mengenakan kopiah putih dan kaum wanita mengenakan kerudung yang menutupi seluruh bagian kepala.
Ma Sude menjelaskan bahwa rombongan tersebut adalah para mualaf yang baru saja memeluk kembali agama Islam sekitar 2-3 minggu lalu. Mereka datang seminggu dua kali untuk belajar membaca Al Quran atau bersama-sama membaca Al Quran dengan dibimbing imam dan ustad di masjid. Sebagian besar anggota rombongan tersebut berasal dari Etnis Muslim Hui. Namun karena tekanan Pemerintah Tiongkok, khususnya pada masa revolusi kebudayaan pada tahun 1960-70an, banyak di antara anggota masyarakat dari etnis Muslim Hui yang meninggalkan keislamannya.
Muslim in Nanjing Mosque
Kini sejalan dengan pemberian kebebasan yang lebih leluasa dari Pemerintah Tiongkok kepada umat Muslim untuk menjalankan ajaran agama, umat Muslim di Nanjing memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan siar Islam dengan mengajarkan kembali pengetahuan dan sejarah Islam kepada umat Muslim dari etnis Hui di Nanjing.
Umat Muslim di Nanjing menyadari sepenuhnya bahwa sebagai minoritas di Tiongkok, sangat sulit bagi mereka untuk menjaga keislamannya, khususnya bagi anak-anak dan remaja. Apalagi sistem pendidikan di Tiongkok secara tegas memisahkan pendidikan dengan ajaran agama dan karenanya banyak anak-anak muda kehilangan hubungan dengan agama mereka dan akhirnya banyak yang meninggalkan kewajiban dalam agama Islam seperti sholat dan puasa.
Karena itu pengurus masjid Jingjue dan Nanjing Islamic Association secara berkesinambungan berupaya mengajarkan pendidikan agama kepada seluruh lapisan masyarakat Muslim di Nanjing, termasuk dengan antara lain menyelenggarakan pengajian rutin dan menggelar pameran secara periodik. Selanjutnya mereka dengan senang hati menerima pemberian bekas gedung sekolah 5 lantai seluas 4.000 m2 dari Pemerintah Kota Nanjing. Jika dananya sudah mencukupi, direncanakan bangunan sekolah tersebut akan dijadikan sebuah Perguruan Tinggi Islam untuk mengajarkan mengenai sejarah dan pengetahuan mengenai Islam. Untuk itu mereka sangat mengharapkan dukungan finasial dan non-finansial dari berbagai pihak.
Mengetahui saya dari Indonesia, sebuah negara besar dengan mayoritas penduduknya Muslim, Ma Sude menyampaikan harapannya agar kiranya masyarakat Indonesia dapat membantu keinginan Muslim Nanjing membangun dan mengembangkan sebuah perguruan tinggi Islam, baik bantuan keuangan ataupun dukungan tenaga pengajar.
Menanggapi keinginan tersebut di atas, saya menjanjikan untuk meneruskan informasi ini kepada masyarakat di Indonesia, antara lain melalui tulisan di blog, agar keinginan dan harapan Muslim Nanjing tersebut dapat diketahui lebih luas oleh masyarakat di Indonesia.
Terus terang saya berharap bahwa keinginan Muslim Nanjing mendirikan perguruan tinggi Islam dapat ditanggapi positif oleh masyarakat Muslim Indonesia. Saya akan sangat senang jika keinginan mendirikan perguruan tinggi Islam dapat terwujud karena bantuan Muslim Indonesia. Bantuan yang diberikan Muslim Indonesia ini merupakan langkah yang sangat baik dalam membina hubungan antar masyarakat Indonesia dan Tiongkok (people-to-people) di masa yang akan datang dan meletakkan jejak Indonesia di Tiongkok.
Jika di abad ke-14 Laksamana Zheng He mengarungi samudera dan mendarat di berbagai wilayah di Indonesia, mengajarkan Islam di tempat yang disinggahinya dan meletakkan jejak Islam Tiongkok di Nusantara, kini kesempatan terbuka bagi Muslim Indonesia untuk meletakkan tapak kaki di Tiongkok, khususnya di Nanjing dengan antara lain berperan serta membangun perguruan tinggi Islam.
Leave a Reply