Di tengah pandemi Covid-19 yang belum
diketahui kapan akan berakhir dan usulan penundaan pelaksanaan Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) serentak di 270 daerah yaitu di 9 provinsi, 37 kota, dan 224
kabupaten, proses demokrasi lima tahunan ini telah dimulai dengan pendaftaran
pada awal September 2020 dan rencana puncak pilkada pada saat pemungutan suara
tanggal 9 Desember 2020.
Aktor-aktor utama dalam pesta demokrasi politik
lima tahunan ini adalah para calon kepala/wakil kepala daerah yang didukung partai
politik pengusung dan panitia penyelenggara yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Pusat dan daerah.
Sementara aktor pendukungnya adalah
masyarakat, salah satunya aparatur sipil negara (ASN). Sudah menjadi
pengetahuan umum bahwa setiap pilkada ASN terlibat dalam proses pilkada.
Meski hanya pendukung, keterlibatan ASN
dalam Pilkada, sejak tahapan pencalonan
hingga pemungutan suara, tidak dapat diremehkan begitu saja karena potensinya
bisa mengalahkan dukungan partai politik pengusung dalam mendulang suara.
Selain berpotensi mempengaruhi keluarga dekat, ASN yang menduduki jabatan strategis
juga bisa mempengaruhi masyarakat sekitarnya dalam menentukan pilihan.
Permasalahannya kemudian adalah apakah
keterlibatan ASN dalam proses pilkada tidak melanggar prinsip netralitas dan etika
Pancasila serta bagaimana kita menyikapinya?
Pasal 4 butir d Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang ASN secara tegas menyebutkan bahwa ASN sebagai profesi
berlandaskan pada prinsip nilai dasar yang salah satunya adalah menjalankan
tugas secara profesional dan tidak berpihak.
Prinsip tidak berpihak atau netral ASN tersebut
kemudian lebih dipertegas melalui pasal 4 ayat 15 Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang menyebutkan bahwa ASN
dilarang untuk memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah, seperti mendukung kampanye, memberikan fsilitas jabatan selama kampanye
dan membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah
satu pasangan calon selama masa kampanye.
Bahwa ASN terlibat dalam proses pilkada
tampak dari data Komisi ASN per 19 Agustus 2020 yang menunjukkan bahwa sebelum
memasuki masa kampanye saja terdapat 490 ASN yang dilaporkan melanggar. Pelanggaran
yang kerap dilakukan ASN adalah kampanye di media sosial, kegiatan yang
berpihak ke calon kepala daerah, dan pemasangan baliho atau spanduk.
Ketidaknetralan ASN dalam pilkada tentu saja
memprihatinkan, terlebih karena laporan Komisi ASN juga menunjukkan bahwa sebanyak
33 persen dari ketidaknetralan ASN dalam pilkada ternyata dilakukan pejabat
tinggi daerah dan dipicu oleh lemahnya penegakan hukum, terutama bila ASN
pelanggarnya justru pejabat pembina kepegawaian (PPK), yaitu para gubernur,
bupati, dan wali kota.
Banyaknya gubernur, bupati dan wali kota
yang tidak menegakkan prinsip netralitas bukan berarti mereka tidak memahami peraturan
perundang-undangan tentang pilkada dan etika Pancasila. Mereka justru adalah
para pejabat yang semestinya memiliki kompetensi dalam mengelola administrasi
pemerintahan di daerah karena telah menempuh proses panjang dalam karirnya.
Menyikapi ketidaknetralan ASN dalam
pikada maka salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah mengoreksi sektor
hulunya yaitu PPK itu sendiri. PPK yang baik akan bisa menjadi teladan dalam
sikap dan perbuatan, bersikap netral selama proses pilkada dan melakukan
penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran prinsip netralitas ASN.
Guna mencegah keterlibatan ASN dalam
politik praktis, meminimalisir ketidaknetralan ASN dalam pilkada, dan mendorong
ASN untuk tetap fokus menjalankan fungsinya sebagai pelaksana kebijakan publik,
pelayan publik, serta perekat dan pemersatu bangsa Indonesia, maka PPK perlu
dukungan dari banyak pihak yang mampu untuk melakukan pengawasan.
Untuk itu, kehadiran Surat Keputusan
Bersama (SKB) tentang Pedoman Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam
Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020 yang ditandatangani pada 10
September 2020 oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Kepegawaian Negara, Ketua Komisi
ASN, dan Kepala Badan Pengawas Pemilu layak diapresiasi sebagai upaya untuk
mendukung PPK bersikap netral dan melakukan tindak pengawasan dan penegakan
hukum netralitas ASN selama pilkada.
Kehadiran Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan
Netralitas ASN yang akan dibentuk untuk mengawal ASN dalam pesta demokrasi
politik serentak ini tenrtu sangat dinantikan kiprahnya. Kehadiran Satgas diharapkan
bukan sekedar mengawasi dan melakukan penegakan hukum kepada ASN rendahan, tetapi
juga mengawasi dan melakukan penegakan hukum kepada pejabat tinggi di daerah.
Bukan hanya itu, Satgas juga diharapkan
dapat membantu untuk menata kembali sistem merit dalam pembinaan ASN dan
penegakan hukum. Melalui sistem merit yang baik, ASN akan mendapatkan kepastian
karir berdasarkan kapabilitas, integritas dan kompetensinya.
Dengan adanya kepastian karir, ASN tidak
akan mudah tergiur dengan berbagai iming-iming jabatan yang ditawarkan seorang
calon kepala daerah dan tekanan dari atasannya. ASN tidak akan tergiur untuk mengambil
jalan pintas selama pilkada untuk mendapatkan atau mencapai jabatan tinggi.
Hal lain lagi yang tidak kalah penting
dalam menjaga netralitas ASN dalam pilkada adalah dengan memperkuat pemahaman
etika Pancasila yaitu etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada
nilai-nilai Pancasila: nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan.
Untuk memperkuat pemahaman etika
Pancasila perlu dilakukan pembudayaan dan pendidikan Pancasila bagi ASN secara
terus menerus. Kegiatan dilakukan sejak seseorang menjadi ASN hingga akhir
pengabdiannya sebagai ASN. Hal ini menjadi suatu kebutuhan yang mendesak
mengingat tingginya tingkat pelanggaran netralitas oleh ASN dalam pilkada,
terutama oleh pejabat tinggi di daerah.
Dengan mendorong pembudayaan dan
pendidikan etika Pancasila, diharapkan ASN dan pejabat tinggi di daerah dapat
lebih memahami nilai-nilai Pancasila dan
secara sadar menjunjung tinggi nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai
Persatuan, nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan. Pada gilirannya, semua hal
tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran ASN untuk senantiasa menegakkan
prinsip netralitas dalam pilkada berdasarkan etika Pancasila.
Jakarta, 23 September 2020
Leave a Reply