Di tengah kesuksesan Go-Jek memanfaatkan teknologi informasi yang mulai menggeser ojek motor konvensional, ternyata masih ada jasa angkutan alternatif yang masih bisa bertahan tanpa sentuhan mesin bermotor ataupun teknologi canggih yaitu ojek sepeda ontel. Zaman yang semakin canggih sepertinya belum sepenuhnya mampu menyingkirkan kendaraan roda dua tanpa mesin ini. Keberadaan pengemudi ojek sepeda ontel ini masih bisa kita jumpai, antara lain di depan Stasiun Kota seperti yang saya saksikan pada Rabu (9/9/2015).
Siang itu, segera setelah keluar dari gerbang sebelah kanan Stasiun Kota, beberapa pengemudi ojek berjejer sambal memegang sepeda ontel menyongsong kehadiran para penumpang kereta yang baru saja keluar Stasiun. Mereka menawarkan jasa mengayuh sepeda ontel ke daerah-daerah di sekitar kawasan Kota Tua hingga Mangga Dua.
Panas terik matahari tidak menyurutkan semangat para pengemudi ojek untuk menawarkan jasanya dan kemudian mengayuh sepeda menyusuri gang dan bersaing dengan dengan angkutan kota dan sepeda motor. Wajah optimis dan penuh senyum diperlihatkan salah seorang pengemudi ojek sepeda yang saya abadikan gambarnya pada tulisan ini. Meski banyak penumpang yang memilih ojek motor, tapi pengemudi ojek berkaos biru ini tetap tersenyum dan berharap akan ada penumpang yang menaiki sepedanya.
Ojek yang ramah lingkungan ini setiap harinya beroperasi mulai pukul 07.00-17.00 WIB. Mereka pun tidak layaknya tukang ojek motor yang berkumpul di satu pangkalan. Namun, satu titik lokasi itu biasanya hanya ada tiga sampai lima orang saja.
Ojek sepeda di Stasiun Kota sebenarnya bukan lah satu-satunya. Daerah lain yang juga masih ada ojek sepeda adalah di kawasan pemukiman Tanjung Priok. Di kawasan pemukiman ini ojek justru muncul lebih dulu dari ojek motor sebagai moda transportasi alternatif.
Seperti diceritakan rekan saya M. Yamin, kemunculan ojek sepeda sebenarnya bukan tanpa alasan. Pernah ingat Daerah Bebas Becak (DBB) di jaman Bang Ali? Becak dibatasi operasinya sampai 30 meter dari jalan raya dari pkl 07.00 sampai 21.00. Rambu larangan itu terpasang persis di depan rumah bapak saya sejak saya masih kecil. Sejak saat itulah ojek sepeda muncul sebagai moda transportasi alternatif. Nah ketika periode BangGubernur Suprapto dan Wiyogo Atmodarminto, becak tanpa kecuali dilarang beroperasi di Jakarta, ojek sepeda menjadi transportasi utama di beberapa wilayah pemukiman. Kemana becaknya? Yang tertangkap operasi kamtib dijadikan rumpon di teluk Jakarta.
Pergesekan antara pengemudi becak dan ojek sepeda menjadi hal biasa ketika itu, tapi lambat laun berakhir. Dimulai saat tauke becak juga menjadi tauke ojek sepeda. Masih ingat kan becak dengan label Santoso yang berwarna biru, itu salah satu contoh tauke yang bertranformasi. Sebaliknya, pada saat ojek motor mulai ikut membentuk pangkalan di mulut jalan, hampir tidak ada friksi apapun. Kok berbeda? Ya karena pengemudi ojek motor itu kebanyakan adalah pengemudi ojek sepeda juga. Sebagian mendapat kepercayaan menggunakan motor sewaan dan sebagian lagi mendapat kredit motor dari dealer tertentu.
Andai saja pemerintah mau memberikan perhatian. Ojek sepeda ontel ini bisa tetap menjadi alternatif transportasi yang ramah lingkungan. Tidak hanya mengurangi polusi udara, bentuknya yang ramping dan tidak sebesar mobil atau motor bisa mengurangi kemacetan di Jakarta. Ojek sepeda ontel, asli Indonesia!
wow update banget mas blognya…. salam kenal
:)
Terima kasih dan salam kenal kembali