Isu pangkalan militer Tiongkok dibangun
di Indonesia kembali merebak menyusul publikasi dokumen Laporan Tahunan
Kementerian Pertahanan Amerika Serikat kepada Kongres pada 2 September 2020.
Dalam dokumen setebal 200 halaman berjudul “Military and Security
Development Involving the People’s Republic of China 2020” dijelaskan
kemungkinan Tiongkok menjadikan Myanmar, Thailand, Singapura, Indonesia,
Pakistan, Sri Lanka, dan negara-negara lain di Afrika dan Asia Tengah sebagai
lokasi fasilitas logistik militer.
Apresiasi layak disampaikan kepada
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi yang dengan cepat merespon isu tersebut agar
tidak menjadi bola liar.
“Kita membaca laporan Pentagon yang menyebut Indonesia sebagai salah satu negara yang dianggap RRT (Republik Rakyat Tiongkok) sebagai lokasi bagi fasilitasi logistik militer. Secara tegas, saya ingin menekankan bahwa sesuai dengan garis dan prinsip politik luar negeri Indonesia, maka wilayah Indonesia tidak dapat, dan tidak akan dijadikan basis atau pangkalan maupun fasilitas militer bagi negara manapun,” demikian pernyataan Menlu Retno dalam keterangannya pada Jumat, 4 September 2020.
Sebagai negara yang menerapkan politik
luar negeri bebas aktif, pernyataan Menlu Retno menunjukkan konsistensi dan ketegasan
sikap Indonesia untuk tidak memihak kekuatan-kekuatan negara lain yang tak
sejalan dengan landasan idiil kebijakan politik luar negeri bebas aktif yaitu
Pancasila.
Dalam sila-sila Pancasila terdapat
arahan dan pedoman bagi pelaksanaan politik luar negeri. Pada sila kedua misalnya,
terdapat arahan dan pedoman untuk menolak segala bentuk kekerasan dan
penindasan terhadap manusia. Karena Indonesia menjunjung tinggi kesederajatan
bangsa-bangsa, tidak membedakan status sosial.
Sementara itu dalam sila keempat, terdapat
arahan dan pedoman untuk menempatkan musyawarah untuk menyelesaikan setiap
permasalahan. Sehingga dalam menyelesaikan masalah, Indonesia menempuh
musyawarah dan perundingan.
Dengan merujuk pada landasan idiil
Pancasila dalam pelaksanaan kebijakan politik luar negeri bebas aktif tersebut,
maka penegasan Menlu Retno terkait penolakan keberadaan pangkalan militer asing
di Indonesia sekaligus juga untuk menunjukkan penolakan terhadap pandangan bahwa
kebijakan politik luar negeri bebas aktif sudah tidak relevan lagi bagi
Indonesia.
Prinsip bebas aktif dalam pelaksanaan
kebijakan luar negeri Indonesia selalu relevan karena disesuaikan dengan
dinamika nasional, regional, dan internasional, terutama dinamika yang
cenderung berdampak ataupun saling memengaruhi perkembangan di tingkat
nasional, regional, dan internasional.
Untuk mengoptimalkan kontribusi
internasional Indonesia dan mencapai kepentingan nasional secara menyeluruh
baik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan
masyarakat, maupun menciptakan ketertiban dunia, maka prinsip bebas aktif
diimplementasikan secara lebih pragmastis, proaktif, fleksibel, akomodatif, dan
asertif.
Dalam implementasinya hal tersebut
didukung karakter diplomasi dan diplomat Indonesia yang gigih dan mampu
beradaptasi. Seperti dikatakan Menlu Retno “Dua hal menjadi karakter diplomat
Indonesia sejak era kemerdekaan hingga saat ini, yakni kegigihan dan kemampuan
beradaptasi. Dengan karakter itu, mereka berdiplomasi memperjuangkan
nilai-nilai dan kepentintingan bangsa.” Pernyataan ini dibuktikan dalam
penanganan evakuasi dari wilayah konflik (Yaman) astaupun wilayah berdampak pandemik
Covid-19 di Wuhan.
Kini dalam masalah konflik di Laut Tiongkok
Selatan dimana banyak negara terlibat dan saling klaim wilayah, meski Indonesia
bukan menjadi salah satu negara yang mengklaim wilayah tersebut (claimant)
namun kemampuan adaptasi diplomasi Indonesia kembali diuji.
Sikap untuk tidak memihak pada salah
satu kekuatan super power dunia saat ini, membuat Indonesia dapat menolak
keinginan negara super power untuk membangun pangkalan militernya di wilayah
Indonesia. Karenanya Amerika Serikat dan Tiongkok pun tidak akan bisa membangun
pangkalan militer di Indonesia.
Bisa dibayangkan dampaknya bagi kepentingan
nasional dan regional apabila salah satu
dari kedua negara besar tersebut diijinkan membangun pangkalan militer di
wilayah Indonesia. Pelanggaran terhadap kedaulatan RI dapat dipastikan akan
meningkat drastis. Sebagai contoh, apabila Indonesia mengijinkan pembangunan
pangkalan militer Tiongkok di Indonesia maka nelayan-nelayan Tiongkok
diperkirakan akan semakin sering memasuki wilayah perairan Indonesia dengan
dikawal patrol keamanan lautnya dengan mengabaikan ketentuan hukum laut
internasional (UNCLOS). Belum lagi akan mendorong menguatnya ketegangan kawasan.
Karenanya kita jangan berimajinasi bahwa
wilayah Indonesia yang sudah dipersatukan oleh laut terbelah oleh kehadiran pangkalan
militer asing di satu tempat. Bahwa laut adalah pemersatu yang mempersatukan
sekitar 17.000 pulau di Indonesia merupakan sesuatu yang final, sama seperti
Pancasila yang mempersatukan kemajemukan dan perbedaan di antara bangsa
Indonesia dan sudah final sebagai sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia.
Pancasila ibarat lautan yang menyatukan
kita. Nilai-nilai Pancasila merupakan titik temu yang bisa diterima seluruh
kelompok masyarakat Indonesia. Pancasila juga ibarat lautan yang menyediakan
kebutuhan bangsa Indonesia agar sejahtera. Jika nilai-nilainya dijalankan
dengan baik, niscaya akan membawa bangsa ini menuju kemakmuran.
Pancasila juga ibarat samudera yang
menampung segala yang masuk ke dalamnya, namun itu semua tak pernah sanggup
mengubah dirinya. Masyarakat yang memegang teguh Pancasila akan bersikap ramah
dan terbuka, namun punya karakter yang khas, toleran, dan tak mudah dipecah
belah. Pancasila juga seperti lautan yang mendamaikan kita. Di dalamnya,
terkandung semangat kemanusiaan dan kebangsaan pencipta keharmonisan antarwarga
bangsa.
Penegasan bahwa Indonesia menolak
kehadiran pangkalan militer asing menguatkan kedaulatan wilayah, menjaga dan
memaksimalkannya. Melalui hamparan laut yang luas tanpa kehadiran kekuatan militer
asing, kita bisa merenungi dan melihat gambaran sifat-sifat Pancasila, yang
kuat, mendalam, luas, terbuka, menghidupi, sekaligus menyatukan, dan
mendamaikan.
Leave a Reply