“Apa kabaal, mulah-mulah, lima puluh lima puluh” begitu sapaan para penjual dan penjaga toko setiap kali saya dan istri melintas di depan kios-kios mereka yang berada di dalam Pasar Ya Show, sebuah pasar berlantai 6 di pusat kota yang oleh para wisatawan atau orang asing yang tinggal di Beijing dikenal sebagai sebuah pasar tempat menjual pakaian dan berbagai produk imitasi dengan harga murah.
“Wah hebat juga nich, bahasa Indonesia dikenal di Beijing, setidaknya di Pasar Ya Show” pikir saya kagum ketika baru pertama kali berkunjung dan mendengar sapaan para penjual dan penjaga toko, yang ternyata hampir sebagian besar bisa menggunakan beberapa kata dalam bahasa Indonesia dengan tepat.
“Halo, bagus, bagus, boleh pilih” teriak seorang wanita penjaga toko membuyarkan konsentrasi saya saat berada di depan sebuah kios yang menjual pakaian. Saya dan istri yang awalnya hanya sekedar ingin melihat-lihat dari luar jadi tertarik untukmasuk ke kios tersebut, sekaligus ingin mengetahui sampai sejauh mana penguasaan bahasa Indonesia si penjaga toko tersebut.
“Bisa bahasa Indonesia?” tanya saya kepada seorang wanita penjaga toko yang tadi bilang “bagus, bagus”.
“Sedikit-sedikit” jawab si penjaga toko tersebut. “are you Malaysia?, I have Ringgit. Some Malaysian give me Ringgit for collection” lanjutnya kemudian dalam bahasa Inggris ala kadarnya.
“Don’t worry, for Amerika I give high price, but for Malaysia I give special discount, special price, lower price, very low price. This is tali pinggang murah, bagus” lanjut si penjaga toko tadi sambil menawarkan sebuah ikat pinggang yang kelihatannya terbuat dari kulit. “Mana yang suka, pilih-pilih, kasut ada, murah”
“I am not Malaysian, I am Indonesian” ujar saya mencoba menjelaskan.
“Ooh sorry, I think you Malaysian. Because you almost the same. Many Malaysian shopping here. They buy many things here.” Jelas si penjaga toko tanpa saya minta.
“Ai belajar bahasa dari orang Malaysia beli beli disini (maksudnya belajar dari orang Malaysia yang belanja di kiosnya). Juga dari teman saya, orang Malaysia tinggal disini (maksudnya orang Malaysia yang tinggal di Beijing)” jelasnya lagi ketika saya menanyakan dari mana ia bisa mengetahui beberapa kata dalam bahasa Indonesia.
“ehm pantes saja para penjaga toko bisa bercakap-cakap sepatah dua patah kata menggunakan kata-kata dalam bahasa Indonesia, ternyata banyak orang Malaysia yang belanja di pasar ini. Saya kira tadinya orang-orang Indonesia lah yang banyak mempopulerkan kata-kata dalam bahasa Indonesia. Maklum orang Indonesia kan juga dikenal suka belanja ketika sedang berwisata. Pantas saja ada beberapa kata yang jarang digunakan orang Indonesia tapi digunakan si penjaga toko seperti “tali pinggang” dan “kasut” ujar saya dalam hati.
Penasaran dengan keterangan penjaga toko bahwa banyak orang Malaysia yang berkunjung ke Pasar Ya Show di Beijing, dan menjadikan Malaysia lebih dikenal dibandingkan Indonesia, setibanya di apartemen, saya mencoba melihat data statistik kunjungan orang asing ke China lewat situs China National Tourist Office (CNTO). Berapa jumlah orang Malaysia dan Indonesia yang berkunjung ke China. Benarkah secara keseluruhan jumlah orang Malaysia yang berkunjung ke China lebih banyak dibandingkan orang Indonesia dan karenanya menjadikan Malaysia lebih popular di China, lagi-lagi setidaknya di Pasar Ya Show yang merupakan wilayah publik dan tempat interaksi beragam anggota masyarakat.
Dari data statistik CNTO diketahui bahwa ternyata pada tahun 2010 terdapat sekitar 1.24 juta orang Malaysia yang berkunjung ke China dengan sekitar 917 ribu orang diantaranya melakukan kunjungan wisata. Sementara jumlah orang Indonesia yang berkunjung ke China tidak sampai separuhnya yaitu sekitar 570 ribu orang dengan sekitar 440 ribu orang diantaranya melakukan kunjungan wisata.
Dari data tersebut, jelas sekali terlihat bahwa jumlah orang Malaysia yang berkunjung ke China memang jauh lebih banyak, bahkan lebih dari dua kali lipat, dibandingkan jumlah kunjungan orang Indonesia ke China. Karena itu, tanpa menggunakan berbagai teori yang rumit, secara cepat kita dapat menarik kesimpulan bahwa memang benar Malaysia lebih popular dibanding Indonesia. Tidak salah jika warga China seperti si penjaga toko lebih mengenal Malaysia dibandingkan Indonesia karena memang interaksi dengan warga Malaysia jauh lebih banyak. Tingginya interaksi dengan warga setempat, antara lain lewat transaksi jual beli di Pasar, tentu saja menjadi peluang yang baik untuk mengenalkan negerinya secara langsung atau pun tidak langsung.
Pengenalan lewat interaksi antar warga masyarakat seperti di atas tampaknya terkesan sebagai suatu hal yang remeh. Namun kalau kita mengingat pepatah yang mengatakan “tak kenal maka tak sayang” maka kita akan paham bagaimana interaksi tersebut ternyata juga dapat meningkatkan hubungan antar negara secara lebih luas lagi, misalnya meningkatkan kegiatan saling kunjung antar warga masyarakat suatu negara dan selanjutnya diikuti dengan peningkatan hubungan perdagangan dan investasi.
Karena itu merupakan suatu tantangan tersendiri bagi semua pihak untuk bisa lebih mengenalkan Indonesia di China, baik melalui pendekatan politik, ekonomi dan perdagangan ataupun sosial budaya yang antara lain melalui kegiatan saling kunjung antar warga masyarakat. Dengan lebih mengenalkan dan mendekatkan Indonesia di kalangan masyarakat China, maka diharapkan akan terbuka berbagai peluang peningkatan kerjasama yang seimbang dan saling menguntungkan bagi kedua negara di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor pariwisata yang menargetkan peningkatan kunjungan jumlah wisatawan China ke Indonesia sebanyak 1 juta orang pada tahun 2012, meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2010 yang berjumlah 500 ribu orang wisatawan. Semua itu bisa terwujud jika masyarakat China mengenal Indonesia dengan segala potensinya secara lebih baik lagi. Itu baru di sektor pariwisata, belum lagi di sektor perdagangan dan investasi. Jadi jangan dipandang remeh interaksi antar anggota masyarakat seperti yang terjadi di Pasar Ya Show Beijing.
Warga China keturunan Jawa, ada gak Pak :-)
sama kayak di mesir kang mas.. waktu ane kesana dikira orang malaysia.. dan promo wisata malaysia lebih mantap disana dibandingkan promo wisata indonesia.
Ada mas Bah, katanya di bagian selatan China. Mudah2an suatu saat berkesempatan berkunjung kesana :)
Benar mas, kita memang selalu kalah langkah :)
Salam kenal mas. Saya mampir di blognya karena tertarik kehidupan China. Kemarin sempat jalan2 ke Beijing selama 6 hari dan ingin tahu banyak tentang Chengda. Juga Yunnan. Apa benar nenek moyang orang Jawa dari Yunnan? Katanya di Yunnan, profil, kehidupan dan tradisi mirip sekali dengan orang Jawa. Apa benar mas?
Salam dari Bontang
Salam kenal juga mas Sunaryo. Wah info menarik soal nenek moyang orang jawa dari Yunnan. Mudah2an suatu saat saya berkesempatan ke Yunnan dan buat reportasenya. Salam