Revolusi Toilet

IMG_20151008_113842Ada pepatah lama yang mengatakan “kebersihan adalah pangkal kesehatan”.  Artinya kebersihan merupakan awal dari kesehatan. Dengan memelihara kebersihan seseorang bisa menjaga kesehatan dan beraktivitas dengan baik.

Pepatah tersebut masih tetap relevan hingga saat ini. Karena itu, tidak heran jika para orang tua dan guru-guru masih sering mengingatkan kita agar selalu menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh  agar bisa beraktivitas dengan baik. Dan salah satu tempat yang perlu dipelihara kebersihannya adalah toilet.

Toilet merupakan salah satu tempat yang paling sering dikunjungi setiap hari. Di toilet lah kegiatan dasar manusia sehari-hari berupa buang air besar/kecil dilakukan. Di rumah, di kantor, di hotel, di sekolah, sampai di tempat umum akan dijumpai tempat yang bernama toilet. Saat sudah ada ‘panggilan alam’, maka toilet lah tempat yang paling dicari.

“Kita paham bahwa toilet merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, namun pada kenyataannya masih banyak yang kurang sadar akan pentingnya toilet bersih. Bahkan tidak sedikit pengelola perkantoran yang mengabaikan pemeliharaan toilet di lingkungan kerja dan mengalokasikan anggaran pemeliharaan yang minim”, demikian dikatakan oleh ibu Enni dari Asosiasi Toilet Indonesia (ATI) saat berkunjung ke Kementerian Luar Negeri pada Kamis 8 Oktober 2015.

Hari itu Ibu Enni beserta anggota Tim Penilai Kebersihan Toilet  (TPKT) yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan, dan beranggotakan wakil-wakil dari Kementerian Kesehatan, ATI, Yayasan Lembaga Konsumen (YKLI), Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Pusat Penelitian Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, berkunjung ke Kementerian Luar Negeri dalam rangka melakukan penilaian untuk lomba kebersihan toilet memperingati Hari Kesehatan Nasional pada bulan Nopember 2015 mendatang.

Ditambahkan oleh ibu Enni bahwa tujuan pelaksanaan lomba kebersihan toilet adalah untuk mendorong peningkatan kebersihan dan kesehatan toilet di lingkungan kantor Pemerintahan  Pusat (Kementerian) yang untuk tahun 2015 ini diikuti 19 dari 34 Kementerian pada Kabinet Kerja atau hanya sekitar 56 persen saja.

“19 Kementerian yang dinilai adalah instansi yang menjawab dan mengembalikan kuisoner dari TPKT”, ujar Ibu Enni. “Sangat disayangkan 17 Kementerian lainnya tidak memberikan tanggapan, mungkin mereka tidak siap untuk dinilai”, ujar Ibu Enni lebih lanjut.

Sebagai bagian dari proses penilaian, TPKT melakukan pemeriksaan secara acak (random) terhadap sekitar 15 toilet dari 149 toilet (10%) yang ada di Kementerian Luar Negeri. Toilet-toilet yang ditinjau tersebut umumnya adalah toilet yang berada di area publik dan kerap digunakan, bukan saja oleh pegawai tetapi juga tamu-tamu kementerian.

Anggota tim memeriksa kelengkapan yang ada di toilet pria/wanita, seperti ketersediaan air bersih dan sabun atau lap/kertas pembersih, kloset, ventilasi dan pencahayaan, tempat cuci tangan, alat pengering tangan hingga kelembaban dinding dan lantai. Bahkan hal-hal pendukung lainnya seperti  papan larangan membuang sampah atau merokok di toilet dan informasi tempat pengaduan pun tidak luput dari perhatian. Komentar juga muncul  ketika Tim menemukan bercak hitam bekas rokok di toilet.

Selain kelengkapan sanitasi di toilet, Tim juga menanyakan kapabilitas pelaksanaan tugas dari penyedia jasa tenaga kebersihan seperti ada tidaknya kelengkapan sertifikat pengelolaan kebersihan dari organisasi profesi terkait ataupun sertifikasi tenaga kebersihan dalam menjaga kebersihan dan pelayanan kepada pengguna toilet.

Dari pengamatan sepintas selama proses penilaian tampak bahwa terdapat tiga faktor yang menjadi dasar penilaian yaitu disain, fungsi dan fasilitas toilet. Dari segi disain, toilet yang berada di Kementerian Luar Negeri bukanlah toilet dengan disain modern seperti di hotel ataupun bioskop XXI. Disain toilet yang ada masih  disain lama yang mengikuti struktur bangunan-bangunan utama yang umumnya didirikan sebelum tahun 1990an. Toilet ditempatkan di pojok dengsn sedikit ventilasi.

Dari segi fungsi, tidak ada toilet yang difungsikan rangkap misalnya sebagai tempat penyimpanan sementara alat-alat kantor atau tempat istirahat tenaga pembersih. Semua toilet yang ada sudah digunakan sesuai fungsinya untuk buang hajat besar/kecil. Namun harus diakui bahwa karena keterbatasan struktur ruangan maka toilet yang ada saat ini belum mendukung kebutuhan penyandang disabel.

Adapun terkait fasilitas toilet,  berbagai fasilitas standar sudah tersedia seperti ketersediaan air bersih yang memadai dan adanya sabun pembersih serta pengering tangan dan dinding keramik yang bersih. Selain itu ada informasi mengenai derajat warna urine yang bermanfaat untuk mengetahui tingkat dehidrasi seseorang dan informasi untuk melakukan pengaduan lewat SMS center atau telpon genggam.

Penyedia jasa kebersihan yang digunakan Kementerian Luar Negeri juga dinilai baik karena sudah memiliki berbagai sertifkat yang sesuai dengan bidang tugasnya. Tenaga kebersihan juga dipekerjakan sesuai fungsinya tanpa merangkap pekerjaan lain seperti membuat minuman atau membeli makanan atas suruhan pegawai. Namun untuk meningkatkan profesionalitas tenaga kebersihan dan memunculkan kebanggaan dalam bekerja, disarankan agar pihak penyedia tenaga kebersihan secara berkala melakukan pelatihan bersertifkat bagi personilnya.

Cukupkah semua hasil penilaian di atas? Tentu saja tidak. Hasil penilaian tidak bisa untuk berpuas diri. Justru hasil penilaian tersebut mesti digunakan sebagai masukan atau umpan balik (feedback) guna peningkatan pemeliharaan kebersihan dan kesehatan toilet. Masih banyak ruang untuk pembenahan dan peningkatan fasilitas dan kenyamanan penggunaan toilet seperti tersedianya toilet yang benar-benar bersih dan dapat digunakan untuk penyandang disabel, ketersediaan toilet basah dan kering yang lebih nyaman dan kamar mandi yang mendukung aktivitas setelah berolahraga. Harapan lain yang juga tidak kalah penting adalah meningkatnya dukungan dari para pegawai dan pengguna toilet lainnya untuk selalu menjaga kebersihan diri dan toilet tanpa bergantung pada tenaga kebersihan, misalnya gunakan air secukupnya jangan sampai becek, lakukan penyiraman setelah buang air, jangan buang pembalut di kloset atau buang sampah sembarangan atau tidak merokok saat di toilet. Berharap bahwa fasilitas toilet digunakan dengan penuh tanggung jawab, karena toilet itu milik bersama, bukan milik pribadi, dan biaya pemeliharaannya pun menggunakan anggaran negara.

Jangan bermimpi bisa melakukan revolusi mental di Indonesia jika tidak bisa menjaga kebersihan toilet dan meningkatkan kedisplinan dalam penggunaanya. Kita juga tidak bisa bermimpi menjadi masyarakat yang maju jika tidak membenahi toilet, malah jangan-jangan kita akan tertinggal dari negara-negara lainnya. Sebagian besar negara-negara di dunia saat ini mulai sadar tentang arti kesehatan toilet dan mendorong peningkatan kesadaran akan pentingnya kebersihan toilet dalam ikut memelihara kesehatan. Kesadaran itu tampak antara lain dari terbentuknya organisasi toilet dunia atau World Toilet Organization (WTO) yang didirikan pada tahun 2001 dan beranggotakan berbagai asosiasi toilet sedunia termasuk ATI dari Indonesia.

“Singkatannya sama dengan dua organisasi internasional lainnya yaitu World Trade Organization dan World Tourism Organization. Dan kedua-duanya sangat memerlukan WTO yang toilet”, canda Ibu Enni ketika saya menyinggung soal pembentukan Organisasi Toilet Dunia.

Dan memperhatikan data WHO/UNICEF’s Joint Monitoring Programme for Water Supply and Sanitation tahun 2014, tampaknya revolusi toilet perlu segera digulirkan karena ternyata dari sekitar 240 juta penduduk Indonesia, masih terdapat sekitar 109 juta penduduk yang belum memiliki fasilitas sanitasi (toilet yang terhubung ke septic tank atau sistem pembuangan/selokan). Selain itu, data ini juga memperlihatkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan reputasi toilet terburuk di dunia selain India, Tiongkok, Nigeria, Pakistaan, Ethiopia dan Bangladesh.  Toilet di negara-negara ini masih jauh dari standar minimal toilet higienis yang  bebas dari kotoran tertinggal, keadaan toilet selalu kering dan tersedia air bersih untuk bilas dan kertas pembersih untuk mengeringkan.

Karenanya revolusi toilet tidak dapat ditunda. Revolusi toilet diperlukan agar dapat memberikan perubahan dan menciptakan terobosan yang besar dalam penggunaan toilet. Kebersihan toilet, keberadaan air besih dan pembuangan limbah yang aman merupakan faktor penyebab peningkatan kesehatan masyarakat. Keberadaan toilet bersih dan sehat diharapkan menjangkau seluruh pelosok Indonesia.  Diperlukan pendekatan dan ide-ide baru demi toilet Indonesia yang lebih sehat.

Dan lomba kebersihan toilet tahunan yang diadakan Kementerian Kesehatan mestinya baru merupakan salah satu pintu masuk untuk melakukan revolusi toilet.

 

One Response to Revolusi Toilet

  1. ukfiber says:

    harus ada standarisasi toilet untuk semua mall di indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *