Lupakan hiruk pikuk rencana kenaikan harga BBM, mari sejenak kita dengarkan kabar gembira dari Beijing. Dalam rangkaian kunjungan kenegaraan Presiden SBY ke RRT belum lama ini, selain diterima 3 naga tertinggi RRT (Presiden, Ketua Parlemen dan Perdana Menteri) dan menerima anugerah gelar doktor kehormatan dari Universitas Tsinghua, terdapat pula aktivitas lain yang tidak kalah penting yaitu peresmian Pusat Studi Indonesia Pertama di Beijing Foreign Studies University (BFSU) pada tanggal 23 Maret 2012.
Berbeda dengan kegiatan kenegaraan SBY dan penganugerahan gelar doktor yang diliput luas media massa yang mendampingi kunjungan presiden, peresmian Pusat Studi Indonesia di BFSU tidak terlalu mendapatkan perhatian media. Bisa jadi karena peresmian Pusat Studi tersebut tidak dilakukan langsung oleh SBY tetapi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh.
Namun meski diresmikan oleh Menteri dan kurang diliput media, peresmian tersebut tidak menghilangkan arti penting dari pembentukan Pusat Studi Indonesia dalam pengembangan hubungan Indonesia-Tiongkok. Pemerintah Indonesia sepertinya menyadari bahwa pengembangan hubungan bilateral antar negara tidak terbatas pada hubungan antar pemerintah, tetapi juga melibatkan peran serta masyarakat secara lebih luas, termasuk keterlibatan akademisi. Untuk itu kehadiran Mohammad Nuh, yang direstui dan khusus diperintahkan SBY untuk ikut dalam rombongan kepresidenan, memberikan sinyal kuat mengenai perlunya penguatan hubungan Indonesia-Tiongkok melalui jalur akademis.
Hubungan bilateral Indonesia-Tiongkok yang sempat terputus pada tahun 1965 saat meletusnya pemberontakan G-30-S/PKI dan normal kembali pada tahun 1990, kini kembali menguat dan berada pada kondisi terbaik. Perkembangan tersebut juga semakin mendorong keinginan masyarakat Tiongkok untuk lebih mengenal Indonesia dan secara perlahan menjalin dan mengembangkan kembali komunikasi yang sempat terhenti selama 25 tahun.
Pada peresmian Pusat Studi Indonesia, selain Menteri Mohammad Nuh, hadir para petinggi BFSU seperti acting Presiden Prof. Yang Xueyi dan Wakil Presiden Prof. Zhong Meisun, Atase Pendidikan dan staf KBRI Beijing, para ahli dari jurusan bahasa Indonesia, mahasiswa BFSU dan masyarakat Indonesia di Tiongkok.
Dalam sambutannya, Menteri Nuh mengemukakan bahwa Pusat Studi Indonesia memiliki arti penting sebagai jembatan persahabatan untuk mewujudkan pertukaran budaya antara Tiongkok dan Indonesia. Pusat Studi Indonesia juga merupakan wadah promosi budaya Indonesia di Tiongkok, sehingga diharapkan tercipta pemahaman dan persahabatan erat antar kedua bangsa saat ini dan di masa yang akan datang. Pusat ini diharapkan menjadi pusat informasi budaya, pendidikan, pariwisata, dan perkembangan keadaan masyarakat Indonesia.
Pernyataan Menteri Nuh ini kiranya patut digarisbawahi mengingat akibat pemutusan hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok, upaya mendorong saling pemahaman antar masyarakat kedua negara relatif terhenti pula. Seperti dikatakan dosen Universitas Indonesia, Dahana, hal tersebut tidak terlepas dari sikap emosional Indonesia yang menutup segala sesuatu yang berkaitan dengan Tiongkok. Ditambahkan oleh Dahana, beruntung studi tentang Indonesia di Tiongkok justru menguat. Pasang-surut hubungan Indonesia-Tiongkok rupanya tak mempengaruhi minat mahasiswa Tiongkok mempelajari indonesia (Tempo, November 2011).
Di BFSU sendiri, Universitas yang dijuluki “the cradle of diplomat” karena banyak lulusannya yang menjadi diplomat, jurusan bahasa Indonesia sudah didirikan sejak tahun 1960. Hingga kini, jurusan tersebut tetap berjalan dan secara regular menerima mahasiswa untuk belajar bahasa Indonesia dan memberikan beasiswa bagi mahasiswa yang belajar bahasa Indonesia. Setiap 4 tahun dilakukan penerimaan mahasiswa dengan mengundang calon mahasiswa dari berbagai provinsi yang akan dibiayai oleh pemerintah.
Kepiawaian berbahasa Indonesia menjanjikan lapangan kerja yang lebih luas. Lulusan jurusan bahasa Indonesia ada yang menjadi diplomat dan ditugaskan di Indonesia. Ada pula yang bertugas di kantor pemerintah daerah, seperti di Foreign Affairs Office. Karenanya jangan heran jika berkunjung ke daerah kita bisa diajak bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia oleh seorang staf di kantor pemerintahan daerah.
Ke depan, diharapkan dengan terbentuknya Pusat Studi Indonesia di BFSU, upaya untuk memperkenalkan Indonesia di Tiongkok menjadi lebih luas dan terbuka, bukan sekedar bahasa tetapi juga sejarah, kesusastraan dan filsafat Indonesia. Diharapkan pula, menyusul pembentukan Pusat Studi Indonesia tersebut, berikutnya di buka pula Pusat Studi sejenis di berbagai perguruan tinggi lainnya di RRT.
Suatu cita-cita yang tidak ringan dan merupakan tantangan tersendiri untuk merealisasikannya, khususnya bagi akademisi dan pakar-pakar Indonesia yang berkeinginan untuk memberikan gambaran tentang Indonesia secara utuh dan komprehensif, serta menjadikan pusat informasi budaya, pendidikan, pariwisata, dan perkembangan keadaan masyarakat Indonesia.
Leave a Reply