Setiap tanggal 21 April, masyarakat Indonesia selalu memperingati Hari Kartini. Anak-anak sekolah dan wanita pekerja kantoran kerap mengenakan pakaian tradisional untuk memperingati peran RA Kartini yang dianggap sebagai tokoh emansipasi wanita Indonesia.
Namun meski diperingati setiap tahun, kontroversi mengenai peringatan Hari Kartini selalu menyelimuti. Setidaknya ada 2 hal yang senantiasa menjadi kontroversi yaitu penetapan tanggal 21 April (hari kelahiran RA Kartini pada 21 April 1879) dan keraguan pada kebenaran surat RA Kartini.
Keberatan pertama terkait dengan penetapan hari kelahiran RA Kartini sebagai Hari Kartini. Sejak awal penetapan tanggal 21 April tersebut telah menuai kontroversi. Banyak yang menghendaki adanya persamaan di antara semua pahlawan perempuan di Indonesia. Sebab, tokoh perempuan di Indonesia yang dianggap berjasa bukan hanya Kartini. Sebut saja nama pahlawan nasional wanita seperti Tjut Nyak Dien, Christina Martha Tiahahu ataupun Dewi Sartika.
Alasan bahwa peringatan Hari Kartini dimaksudkan sebagai momentum kebangkitan kaum perempuan dan momentum emansiasi kaum Hawa di Indonesia juga senantiasa diperdebatkan. Jika dimaksudkan untuk dijadikan momentum emansipasi kaum perempuan, ada peringatan di hari lain yang lebih universal, misalnya Hari Ibu tanggal 22 Desember.