Tag Archives: China

Saat Militer China Unjuk Gigi

Salah satu cara mengisi kebosanan dalam penerbangan panjang Jakarta – Tokyo – Mexico City adalah dengan menonton film di pesawat, khususnya film-film baru (new releases) yang belum sempat ditonton. Dari beberapa film baru yang ditawarkan, salah satu film yang menarik perhatian adalah “Operation Red Sea”.

Menarik karena film tersebut bertema perang, salah satu tema film yang saya sukai, dan setahu saya film tersebut belum beredar di Jabodetabek. Dari googling diketahui bahwa “Operation Red Sea” benar-benar film baru produksi 2018 buatan China dan disutradarai oleh Dante Lam, salah satu sutradara kondang di negeri panda serta disponsori antara lain oleh Chinese People’s Liberation Army (PLA).

Film ini dibuat sebagai kado ulang tahun ke-90 dari Chinese PLA dan Kongres Nasional ke-19 Partai Komunis China. Begiti ditayangkan pada Mei 2018, film ini langsung disambut hangat masyarakat China dan menjadikannya sebagai salah satu film box office di China.

Mencermati China Pasca Kongres ke-19 Partai Komunis

Seperti sudah diprediksi banyak pengamat, akhirnya Kongres Nasional ke-19 Partai Komunis China (PKC) yang berlangsung pada 18-25 Oktober 2017 sepakat mengubah konstitusi partai dengan memasukkan pemikiran-pemikiran politik Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKC dan Presiden RepubliK Rakyat China (RRC) Xi Jinping mengenai “Sosialisme dengan Karakteristik China untuk Era Baru” ke dalam konstitusi, dan menjadikannya sebagai salah satu panduan utama partai. Melalui kesepakatan tersebut terlihat bagaimana kuatnya posisi Xi dalam kepemimpinan di China, yang bahkan disejajarkan dengan posisi pendiri RRC, Mao Zedong.

Menguatnya posisi Xi semakin terlihat ketika pada akhir kongres ia terpilih kembali sebagai orang nomor satu di Komite Tetap Politbiro, Sekjen PKC, dan Ketua Komisi Militer untuk lima tahun ke depan. Berbekal tiga jabatan penting tersebut, sudah dapat dipastikan bahwa penetapan Xi sebagai Presiden Republik Rakyat China periode 2018-2023 pun hanya tinggal menunggu ketok palu dari Kongres Rakyat Nasional (sidang parlemen nasional) pada Maret 2018 mendatang.

Posisi Xi dalam kepemimpinan di China bukanlah hal yang asing mengingat sejak berada di tampuk kekuasaan dengan terpilih sebagai Sekjen PKC pada 2012, ia telah berhasil mengkonsolidasikan kekuatan internal PKC. Melalui kampanye anti-korupsi selama lima tahun terakhir, Xi berhasil membersihkan keanggotaan dalam tubuh partai dari faksi politik yang berseberangan dengannya. 

7 Naga Yang Memerintah China

Suksesi kepemimpinan di China baru saja usai dengan berakhirnya Kongres ke-19 Partai Komunis China (PKC) pada 25 Oktober 2017 lalu. Kongres lima tahunan yang diikuti sekitar 2.300 orang anggota yang mewakili 89 juta anggota PKC dan 40 elektoral tersebut berhasil menetapkan kebijakan partai dan memilih pemimpin tertinggi partai periode 2017-2022.

Terpilih sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen), sebutan bagi ketua partai, adalah Xi Jinping yang akan menjabat untuk masa jabatan kedua. Selain itu berhasil dipilih 7 orang anggota Komite Tetap Politbiro, 25 orang anggota Politbiro dan 205 orang anggota Komite Pusat Partai. Mereka semua inilah yang nantinya akan menjalankan dan mengontrol garis kebijakan partai selama lima tahun ke depan. Dan mengingat bahwa PKC merupakan satu-satunya partai yang berkuasa di China, maka kebijakan partai adalah juga kebijakan negara untuk lima tahun ke depan.

Untuk itu penting untuk mengetahui siapa saja yang akan menjalankan dan mengendalikan pemerintahan di China pada lima tahun mendatang. Dan untuk mengetahui hal tersebut, langkah awal adalah mengetahui siapa saja yang duduk dalam keanggotaan di Komite Tetap Politbiro. Komite yang kerap disebut kelompok naga ini merupakan organ tertinggi partai yang diisi oleh orang-orang paling berkuasa, yang kali ini berjumlah tujuh orang. Ketujuh orang tersebut merupakan hasil seleksi ketat dari 25 orang anggota Politbiro yang dipilih oleh 205 orang anggota Komite Pusat Partai. Mereka adalah Xi Jinping, Li Keqiang, Li Zhanshu, Wang Yang, Wang Huning, Zhao Leji, dan Hang Zheng.  

Penyebutan China / Tiongkok di Berbagai Negara

zhongguo china“Negara Tiongkok itu cuma ada di Indonesia, di negara lain namanya China”, begitu bunyi twit dari seorang wartawan sebuah media besar di Indonesia yang biasa menulis tentang masalah-masalah kebijakan luar negeri Tiongkok.

Bisa jadi sang wartawan tersebut hanya sedang bercanda karena di dalam artikel terbarunya dia juga tetap menyebut China dengan Tiongkok (entah kalau dia terpaksa harus menulis kata “Tiongkok” karena mengikuti kebijakan medianya yang patuh dengan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2014 yang memutuskan untuk mencabut Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967, yang pada pokoknya mengganti penggunaan istilah “Tionghoa/Tiongkok” dengan istilah “Tjina”).

Bunyi twit tersebut kemudian dibenarkan oleh beberapa followernya dan tidak ada yang mencoba memberikan masukan bahwa sebenarnya bukan hanya Indonesia yang menggunakan penyebutan berbeda bagi “China”, tetapi banyak pula negara-negara lainnya yang menggunakan istilah tersendiri sesuai dengan bahasa masing-masing.

Kembali ke Tionghoa dan Tiongkok

tionghoa gusdurMelalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mengeluarkan  keputusan yang mencabut Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967, yang pada pokoknya mengganti penggunaan istilah “Tionghoa/Tiongkok” dengan istilah “Tjina”.

Dalam pertimbangannya disebutkan bahwa penyebutan istilah “Tjina/Cina” dalam surat edaran tersebut telah menimbulkan dampak psikososial-diskriminatif dalam relasi sosial yang dialami warga bangsa Indonesia yang berasal dari keturunan Tionghoa.

Pertimbangan lainnya adalah bahwa pandangan dan perlakuan diskriminatif terhadap seorang, kelompok, komunitas dan/atau ras tertentu, pada dasarnya melanggar nilai, prinsip perlindungan hak asasi manusia. Dan karenanya pula, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Berburu Makanan Halal Di China

IMG01920-20130304-2123Salah satu pertanyaan yang kerap diajukan umat Muslim ketika akan bepergian ke China adalah, “Adakah makanan Muslim atau halal di China? Kalau ada, makanan apa yang tersedia?”. Pertanyaan berikutnya adalah, “apakah  penyembelihan hewan dilakukan dengan menyebut nama Allah?’.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut wajar mengemuka karena China bukanlah negara Muslim, terlebih setiap kali berbicara tentang makanan China, maka yang terbayang adalah berbagai masakan yang berbahan baku daging atau lemak babi. Dan sebagai negara non Muslim, mereka juga tidak menyembelih hewan berdasarkan syariat Islam.

Namun meski China merupakan negara non Muslim, di negeri Panda ini dapat dijumpai komunitas Muslim yang melaksanakan ajaran Islam dengan taat, salah satunya menghindari makan makanan yang diharamkan seperti daging babi dan turunannya. Jumlah umat Muslim di China pun cukup besar yaitu diperkirakan berkisar antara 1-2 persen dari total penduduk China yang berjumlah 1,3 milyar atau sekitar 22 juta jiwa, tersebar di berbagai wilayah.

Menghapus Salah Paham Indonesia – China

“Indonesia dan China merupakan dua negara yang telah sejak lama menjalin hubungan persahabatan. Tapi saya melihat bahwa hubungan tersebut masih didasarkan pada cara pandang lama. Masyarakat Indonesia masih melihat China sebagai suatu negara yang tertutup dan tidak reformis. Bahkan tidak sedikit yang mengira China sama dengan Korea Utara. Sebaliknya, masyarakat China pun tidak tahu banyak tentang Indonesia. Sebagian besar masyarakat China hanya tahu Jakarta dan Pulau Bali”, begitu pandangan yang disampaikan seorang mahasiswi jurusan bahasa Indonesia di Beijing Foreign Studies University (BFSU) kepada Duta Besar RI untuk RRC dan Mongolia, Imron Cotan pada acara kuliah umum mengenai Kebijakan Politik Luar Negeri RI terhadap China dan ASEAN di BFSU, Selasa 29 Mei 2012.

Berbicara dalam bahasa Indonesia yang baik dan lancar, mahasiswi tersebut kemudian mempertanyakan mengenai upaya kedua negara untuk mengurangi kesenjangan pandangan atau menghilangkan kesalahpahaman yang ada tersebut.

Kunjungan ke Negeri Surga Chengdu

Pagi baru saja menjelang dan suhu udara di Beijing berkisar -2 derajat Celcius ketika saya mesti bergegas menuju Beijing Capital International Airport (BCIA). Pagi itu (07/02/2012), saya dan beberapa teman akan ke Chengdu, ibu kota Provinsi Sichuan yang terletak di Barat Daya RRT, menggunakan Air China pada pukul 9 pagi.

Chengdu yang berjarak sekitar 1600-an km atau sekitar 3 jam penerbangan dari Beijing dan terletak di dataran subur lembah Sichuan, merupakan sebuah kota yang dikenal dengan berbagai produk pertanianya yang melimpah dan industri ringan. Dan dengan jumlah penduduk sebanyak 14 juta jiwa dan GDP per kapita sebesar US$ 6.400, Chengdu menjadi salah satu kota terpenting yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, perdagangan, dan keuangan, serta menjadi hub transportasi dan komunikasi RRT bagian barat daya dan jalur masuk utama ke Tibet.

Alibaba, Yahoo dan Lobi Politik

Menjelang berakhirnya tahun 2011, Alibaba Group, perusahaan internet raksasa China yang berkedudukan di Hangzhou, membuat gebrakan dengan menyewa jasa perusahaan pelobi “Duberstein Group Inc” milik Kenneth Duberstein, mantan Kepala Kabinet semasa pemerintahan Presiden AS Ronald Reagan.

Rumor pun mencuat bahwa Alibaba Group memerlukan pelobi karena memang berkeinginan membeli salah satu perusahaan internet raksasa AS, Yahoo Inc., yang saat ini tengah bermasalah pasca pemecatan CEOnya Carol Bartz. Rumor yang sepertinya dibenarkan CEO dan ChairmanAlibaba Group, Jack Ma, yang mengatakan kepada Bloomberg News bahwa pembicaraan mengenai kemungkinan pembelian keseluruhan saham Yahoo Inc. sebenarnya sudah dilakukan, namun tertunda karena isu politik.

Spekulasi bahwa Alibaba Group akan membeli Yahoo Inc. sendiri berawal dari pernyataan Jack Ma dalam suatu acara di Standford University tanggal 1 Oktober 2011. Dalam acara tersebut Jack Ma mengatakan ketertarikannya untuk membeli Yahoo Inc., dan untuk itu pihaknya telah didekati sejumlah lembaga pendanaan potensial yang akan merealisasikan keinginannya.

Sholat Jumat di Masjid Niujie Beijing

Waktu masih menunjukkan sekitar pukul 11.00 ketika Jumat kemarin saya tiba di komplek Masjid Niujie, sebuah mesjid tertua di Beijing yang dibangun pada tahun 996 oleh seorang cendikiawan Arab bernama Nasuruddin. Sesuai nama yang diberikan oleh Kaisar Zhengtong dari Dinasti Ming pada tahun 1474, masjid ini sebenarnya bernama “Libaisi (puisi putih)”. Namun karena bangunan komplek masjid tersebut menghadap sisi Niu Jie, sebuah nama jalan yang berarti Jalan Sapi (Niu=Sapi, Jie=jalan), maka komplek masjid tersebut pun lebih dikenal sebagai Masjid Niujie.

Dibangun di atas area seluas 10 ribu meter persegi di Distrik Xuanwu, sebuah distrik dengan komunitas muslim terbesar di Beijing, di dalam komplek terdapat sebuah bangunan utama yang disebut sebagai Grand Hall dan bangunan pendukung yang dikelilingi tembok setinggi sekitar 4 meter. Bangunan utama berfungsi sebagai masjid utama, sedangkan gedung-gedung penunjang berfungsi sebagai tempat wudhu, ruang pertemuan dan pamer, tempat tinggal imam masjid, dapur, gudang, dan masjid khusus untuk wanita.  Selain bangunan-bangunan tersebut, terdapat pula 2 makam Sheikh yang pernah menjadi guru di masjid tersebut dan meninggal pada tahun 1280 dan 1283.

Penjaga Toko Berbahasa Indonesia

“Apa kabaal, mulah-mulah, lima puluh lima puluh” begitu sapaan para penjual dan penjaga toko setiap kali saya dan istri melintas di depan kios-kios mereka yang berada di dalam Pasar Ya Show, sebuah pasar berlantai 6 di pusat kota yang oleh para wisatawan atau orang asing yang tinggal di Beijing dikenal sebagai sebuah pasar tempat menjual pakaian dan berbagai produk imitasi dengan harga murah.

“Wah hebat juga nich, bahasa Indonesia dikenal di Beijing, setidaknya di Pasar Ya Show” pikir saya kagum ketika baru pertama kali berkunjung dan mendengar sapaan para penjual dan penjaga toko, yang ternyata hampir sebagian besar bisa menggunakan beberapa kata dalam bahasa Indonesia dengan tepat.

China Luncurkan Modul Stasiun Ruang Angkasa

Dua hari menjelang liburan panjang memperingati Hari Nasional RRC ke-62 yang jatuh tanggal 1 Oktober 2011, Badan Antariksa China meluncurkan modul laboratorium stasiun ruang angkasa pertama yang diberi nama Tiangong-1 (artinya Istana Surgawi) pada 29 September 2011 sekitar pukul 20.00 waktu setempat.

Modul Tiangong-1 seberat 8.5 ton dan panjang 10.4 meter serta berdiameter 3.35 diluncurkan dengan mengggunakan roket Long March-2FT1 dari Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan, Gurun Gobi, Barat Laut China. Tujuan peluncuran adalah sebagai langkah awal dari serangkaian uji coba pembangunan stasiun ruang angkasa China. Kesuksesan Tiangong-1 akan disusul dengan misi pengiriman modul stasiun ruang angkasa berikutnya menggunakan pesawat ruang angkasa tanpa awak Shenzhou-8 pada November 2011, dilanjutkan Shenzhou-9 dan Shenzho-10 pada 2012.