‘Untuk suatu negara, Indonesia beruntung karena setidaknya memiliki 3 hal yaitu geografi hebat, demografi yang menguntungkan dan sejarah yang panjang. Namun amat disayangankan jika dengan kondisi tersebut, yang punya negara seperti para pemudanya tidur. Yang saya juga takutkan, pas pemilu anda (pemuda) malahan golput, ini kan lepas tanggung jawab’, demikian disampaikan Prof. Dorojatun Kuntjoro-Jakti Ph.D dalam acara diskusi dengan tema ‘Propsek Indonesia selepas Pemilu 2014’ di KBRI Beijing, 19 Juni 2013 yang dihadiri masyarakat Indonesia yang terdiri dari staf KBRI, akademisi, mahasiswa, media, para pekerja Indonesia dan wakil dari Indonesia Diaspora Network.
‘Tidak bisa, kalau anda golput itu berarti anda lupa bahwa sejarah di dunia membuktikan bahwa pembaruan selalu dilakukan oleh generasi muda. Orang yang melihat sejarah China tau betul akibat dari Sun Yat Sen dan demontrasi mahasiswa pada tahun 1910. Di Indonesia juga sama, Budi Utomo dan Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945. Setiap perubahan di Indonesia selalu oleh yang muda. Jadi saya khawatir sekali melihat hal ini. Makin lama demokrasi makin jalan, tapi kemudian absen di pemilu. Padahal mestinya pada tahun 2014 anda memilih dengan lebih cerdas, calon anda seperti apa untuk memimpin Indonesia, setidaknya untuk 10 tahun ke depan, seperti Mahathir atau Lee Kuan Yew. Kalau baru 5 tahun kemudian dikirim ke makam pahlawan, kan akan putus (programnya).Jangan absen, jangan golput. Anda harus kampanye lewat internet dan sebagainya agar jangan golput. Sebab kalau itu terjadi, anda sama saja melepaskan tanggung jawab terhadap negara ini.’, demikian ditambahkan oleh Prof. Dorojatun
‘Pelajari lah, ternyata nanti pada tahun 2014, first voter (umur 17-22 tahun) jumlahnya 36 juta, ditambah dengan yang absen sekitar 30 persen, maka totalnya akan ada sekitar 60 juta orang yang akan memilih untuk pertama kali. Persoalannya, jumlah tersebut harus dipakai. Sebab nasib kita akan ditentukan dari tahun 2014 sampai 2045, yaitu saat NKRI merayakan 100 tahun kemerdekaan Indonesia’, ujar Prof. Dorojatun lebih lanjut.