Waktu menunjukkan pukul 15.15 ketika saya tiba di Nanjing Massacre Memorial Hall atau museum pembantaian Nanjing di kawasan Jiangdongmen atau tepatnya yang beralamat di 18 Shuiximen Street, Jianye, Nanjing, Provinsi Jiangsu. Kurang dari satu setengah jam lagi museum tersebut akan ditutup untuk kunjungan publik hari ini. Namun demikian, antrian di pintu masuk museum terlihat masih panjang meski tidak sampai mengular. Terlihat antusiasme yang sangat besar dari mereka untuk mengetahui isu museum yang berisikan benda-benda dokumentasi sejarah kekejaman tentara Jepang di Nanjing.
Berdasarkan data warga yang hilang, jumlah jenazah yang diketemukan dan laporan para saksi di Peradilan Militer Perang Nanjing, Pemerintah Tiongkok (China), para ahli sejarah dan organisasi internasional memperkirakan bahwa dalam rangkaian aksi kekejaman tentara Jepang yang berlangsung pada Desember 1937 – Maret 1938 dan dikenal sebagai “Nanjing Massacre (pembantaian Nanjing)” tersebut terdapat lebih dari 300.000 warga Nanjing yang tewas, sekitar sepertiga bangunan dan benda-benda bersejarah di Nanjing hancur atau rusak berat dan terjadi sekitar 20.000 kasus kekerasan dan perkosaaan dengan korban sekitar 80.000 wanita.
Agar tidak terlambat, saya pun segera mengikuti antrian pengunjung tanpa harus membeli tiket masuk terlebih dahulu karena museum memang disediakan gratis untuk masyarakat. Mereka dapat masuk ke museum sepanjang memenuhi jadwal museum yaitu jam 09.00-16.30.
Museum dibangun oleh Pemerintah Kota Nanjing pada tahun 1985 untuk mengenang masyarakat Tiongkok, khususnya warga Nanjing, yang menjadi korban pendudukan tentara Jepang dan agar masyarakat Tiongkok, terutama generasi muda, tidak lupa akan sejarah kelam yang menimpa mereka serta agar menjadi bahan pembelajaran bagi generasi mendatang agar peristiwa serupa tidak terulang di masa mendatang. Untuk maksud tersebut, Pemerintah Kota Nanjing sengaja membangun museum di Jiangdongmen karena daerah tersebut merupakan salah satu lokasi pembantaian dan dikuburkannya ribuan jenazah korban secara massal.