“Demokrasi itu seperti energi atom, jika dapat dikontrol dengan baik, dapat digunakan sebagai tenaga nuklir yang menguntungkan masyarakat. Namun jika tidak terkontrol dengan baik, dapat digunakan untuk membuat bom atom yang merusak masyarakat” (Lin Lianqi)
Begitu mungkin kata-kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana Tiongkok mengelola potensi demokrasi yang hidup di masyarakat sehingga menjadi sebuah negara adidaya seperti sekarang ini. Sadar bahwa kehidupan demokrasi merupakan suatu keniscayaan di era global dewasa ini, Tiongkok kemudian mengelola, lebih tepatnya mengontrol, potensi demokrasi yang hidup di masyarakat agar menjadi suatu hal yang menguntungkan dan menguatkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hasilnya, proses transformasi kepemimpinan dari generasi pertama era Mao Zedong hingga generasi kelima era Xi Jinping saat ini dapat dikatakan relatif mulus tanpa ada gejolak yang berarti. Bahkan dalam transformasi kepemimpinan terakhir dari Hu Jintao ke Xi Jinping berlangsung dengan sangat mulus. Xi Jinping yang pada tahun 2012 menjabat sebagai Wakil Presiden RRT dipilih menjadi Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok pada November 2012 mengggantikan Hu Jintao. Sekjen Partai adalah jabatan tertinggi di partai yang memiliki kewenangan penuh untuk mengendalikan kehidupan partai. Bukan hanya itu, Xi Jinping juga diangkat sebagai Ketua Tetap Politbiro yang beranggotakan 7 orang atau yang dikenal sebagai 7 naga. Puncaknya, pada Maret 2013, Xi Jinping diangkat sebagai Presiden baru RRT periode 2013- 2018.