Tag Archives: tiongkok

Demokrasi di Tiongkok

“Demokrasi itu seperti energi atom, jika dapat dikontrol dengan baik, dapat digunakan sebagai tenaga nuklir yang menguntungkan masyarakat. Namun jika tidak terkontrol dengan baik, dapat digunakan untuk membuat bom atom yang merusak masyarakat” (Lin Lianqi)

Begitu mungkin kata-kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana Tiongkok mengelola potensi demokrasi yang hidup di masyarakat sehingga menjadi sebuah negara adidaya seperti sekarang ini. Sadar bahwa kehidupan demokrasi merupakan suatu keniscayaan di era global dewasa ini, Tiongkok kemudian mengelola, lebih tepatnya mengontrol, potensi demokrasi yang hidup di masyarakat agar menjadi suatu hal yang menguntungkan dan menguatkan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hasilnya, proses transformasi kepemimpinan dari generasi pertama era Mao Zedong hingga generasi kelima era Xi Jinping saat ini dapat dikatakan relatif mulus tanpa ada gejolak yang berarti. Bahkan dalam transformasi kepemimpinan terakhir dari Hu Jintao ke Xi Jinping berlangsung dengan sangat mulus. Xi Jinping yang pada tahun 2012 menjabat sebagai Wakil Presiden RRT dipilih menjadi Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok pada November 2012 mengggantikan Hu Jintao.  Sekjen Partai adalah jabatan tertinggi di partai yang memiliki kewenangan penuh untuk mengendalikan kehidupan partai. Bukan hanya itu, Xi Jinping juga diangkat sebagai Ketua Tetap Politbiro yang beranggotakan 7 orang atau yang dikenal sebagai 7 naga. Puncaknya, pada  Maret 2013, Xi Jinping diangkat sebagai Presiden baru RRT periode 2013- 2018.

Penyebutan China / Tiongkok di Berbagai Negara

zhongguo china“Negara Tiongkok itu cuma ada di Indonesia, di negara lain namanya China”, begitu bunyi twit dari seorang wartawan sebuah media besar di Indonesia yang biasa menulis tentang masalah-masalah kebijakan luar negeri Tiongkok.

Bisa jadi sang wartawan tersebut hanya sedang bercanda karena di dalam artikel terbarunya dia juga tetap menyebut China dengan Tiongkok (entah kalau dia terpaksa harus menulis kata “Tiongkok” karena mengikuti kebijakan medianya yang patuh dengan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2014 yang memutuskan untuk mencabut Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967, yang pada pokoknya mengganti penggunaan istilah “Tionghoa/Tiongkok” dengan istilah “Tjina”).

Bunyi twit tersebut kemudian dibenarkan oleh beberapa followernya dan tidak ada yang mencoba memberikan masukan bahwa sebenarnya bukan hanya Indonesia yang menggunakan penyebutan berbeda bagi “China”, tetapi banyak pula negara-negara lainnya yang menggunakan istilah tersendiri sesuai dengan bahasa masing-masing.

Warisan Deng Xiaoping bagi Kebijakan Luar Negeri Tiongkok

deng xiaoping stampSeandainya masih hidup, maka pada tanggal 22 Agustus 2014 Deng Xiaoping genap berusia 110 tahun. Di usia tuanya tersebut Deng mungkin akan tersenyum lebar dan puas melihat Tiongkok dalam 30 tahun terakhir telah tumbuh dan berkembang pesat menjadi sebuah negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia.

Dia tersenyum karena upayanya mengarsiteki reformasi dan keterbukaan di Tiongkok pada tahun 1978 melalui pengembangan konsep “sosialisme dengan karakteristik Tiongkok” dan “ekonomi pasar sosialis” ternyata berhasil meningkatkan standar hidup sebagian besar penduduknya. Bukan hanya itu, keberadaan Tiongkok pun menjadi sangat diperhitungkan oleh negara-negara lain.

Dan senyum Deng akan semakin lebar jika mengetahui bahwa pemikiran-pemikirannya hingga saat ini masih tetap aktual dan diterapkan oleh para pemimpin nasional Tiongkok generasi kelima di bawah pimpinan Presiden Xi Jinping, salah satunya adalah pemikiran yang terkait kebijakan luar negeri seperti yang dituliskan oleh Gao Zhikai, Direktur China National Association of International Studies dan mantan penerjemah Deng Xiaoping dalam artikelnya di harian China Daily tanggal 21 Agustus 2014 yang berjudul “Learn from Deng’s Diplomacy”.

Kembali ke Tionghoa dan Tiongkok

tionghoa gusdurMelalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mengeluarkan  keputusan yang mencabut Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967, yang pada pokoknya mengganti penggunaan istilah “Tionghoa/Tiongkok” dengan istilah “Tjina”.

Dalam pertimbangannya disebutkan bahwa penyebutan istilah “Tjina/Cina” dalam surat edaran tersebut telah menimbulkan dampak psikososial-diskriminatif dalam relasi sosial yang dialami warga bangsa Indonesia yang berasal dari keturunan Tionghoa.

Pertimbangan lainnya adalah bahwa pandangan dan perlakuan diskriminatif terhadap seorang, kelompok, komunitas dan/atau ras tertentu, pada dasarnya melanggar nilai, prinsip perlindungan hak asasi manusia. Dan karenanya pula, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Liang Liji Duta Hubungan Indonesia-Tiongkok

Awal hingga pertengahan tahun 1970-an merupakan masa-masa sulit bagi jurusan Bahasa Indonesia di Univeristas Peking, Beijing, Tiongkok. Sejak terjadinya pemutusan hubungan diplomatik RI-RRT pasca pemberontakan G30S/PKI di Indonesia tahun 1965, jumlah mahasiswa yang mendaftar dan belajar di salah satu universitas ternama dan tertua di Tiongkok tersebut terus menurun dan universitas pun kesulitan mendapatkan referensi bahan pengajaran mengenai Indonesia. Karena itu banyak yang kemudian menyarankan agar jurusan Bahasa Indonesia dihapuskan.

Di tengah situasi sulit tersebut tampil sosok Prof. Liang Liji. salah seorang Huaqiao asal Bandung, Jawa Barat dan tenaga pengajar pada jurusan Bahasa Indonesia di Universitas Peking. Ia tidak sependapat dengan rencana penutupan jurusan Bahasa Indonesia dengan alasan bahwa universitas tidak bisa begitu saja menutup jurusan tersebut hanya karena adanya pemutusan hubungan diplomatik dengan Indonesia. Memang pemutusan hubungan diplomatik RI-RRT telah mengakibatkan penurunan minat mahasiswa untuk belajar Bahasa Indonesia dan kesulitan mendapatkan referensi, tetapi bukan berarti Bahasa Indonesia tidak diperlukan di Tiongkok.

Reog Meriahkan Beijing ASEAN Students Games

Beijing tengah terik-teriknya ketika beberapa mahasiswa Indonesia menampilkan kesenian reog Ponorogo dalam acara pembukaan Beijing ASEAN Students Games 2012 (BASG 2012) pada tanggal 14 April 2012. Dengan penuh semangat dan lincah mereka menarikan beberapa rangkaian kesenian reog, mulai dari tari Bujang Ganong atau Ganongan (tarian oleh seorang penari yang menampilkan adegan lucu), tari Jaran Kepang atau Jathilan (tarian oleh beberapa orang yang seolah-olah menunggang kuda), hingga kemunculan Barongan (tarian mengenakan topeng raksasa berwajah harimau). Saking semangatnya, para penari Jaran Kepang terlihat tidak mengenakan sepatu dan membiarkan kakinya bersentuhan dengan permukaan tanah yang hangat.

Semangat para mahasiswa Indonesia tersebut hanyalah salah satu wujud semangat keseluruhan mahasiswa Indonesia dan negara ASEAN lainnya yang sedang belajar di Tiongkok, khususnya Beijing, untuk bersama-sama menyukseskan penyelenggaraan BASG. Pada kegiatan yang baru pertama kali diselenggarakan di Tiongkok tersebut, para mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Indonesia di Tiongkok (PERMIT) menjadi tuan rumah kegiatan. 

Belajarlah Golf Sejak Muda

Alkisah sekelompok pengusaha  yang rata-rata berusia sekitar 40-an tahun sedang berlatih memukul bola golf di sebuah driving range di kawasan Cikarang, Kabupaten Bekasi. Ketika ditanya alasannya berlatih golf, padahal usia sudah tidak lagi muda, salah seorang dari mereka menjawab bahwa tujuannya bukan untuk menjadi pemain golf, mereka hanya ingin bisa bermain golf  sebagai sarana menjalin networking dengan mitra atau calon pelanggan potensialnya yang rata-rata adalah para pengambil keputusan.

Masih menurut pengusaha tersebut, sesuai pandangan bahwa golf merupakan olah raga yang sering digunakan untuk membicarakan transaksi bisnis, maka dengan bermain golf, sekali rengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sekali bermain golf, urusan bisnis lancar,” begitu ujar sang opengusaha UKM dengan penuh semangat.

Penjaga Toko Berbahasa Indonesia

“Apa kabaal, mulah-mulah, lima puluh lima puluh” begitu sapaan para penjual dan penjaga toko setiap kali saya dan istri melintas di depan kios-kios mereka yang berada di dalam Pasar Ya Show, sebuah pasar berlantai 6 di pusat kota yang oleh para wisatawan atau orang asing yang tinggal di Beijing dikenal sebagai sebuah pasar tempat menjual pakaian dan berbagai produk imitasi dengan harga murah.

“Wah hebat juga nich, bahasa Indonesia dikenal di Beijing, setidaknya di Pasar Ya Show” pikir saya kagum ketika baru pertama kali berkunjung dan mendengar sapaan para penjual dan penjaga toko, yang ternyata hampir sebagian besar bisa menggunakan beberapa kata dalam bahasa Indonesia dengan tepat.