Horiyat Zaynidin (50-an tahun), wanita warga Urumqi, ibu kota wilayah otonomi khusus Uygur Xinjiang di utara Tiongkok mungkin tidak pernah menyangka kegiatannya menjalankan ibadah puasa Ramadan akan menjadi headline China Daily, sebuah harian terkemuka berbahasa Inggris di Tiongkok. Namun hari itu, Kamis (19 Juli 2013), foto diri dan kedua anaknya ketika sedang berbuka puasa muncul di halaman depan dengan ukuran besar. Foto yang diberi judul ‘Time to Eat’ tersebut menggambarkan Horiyat dan kedua anaknya sedang berdoa sebelum melakukan buka puasa bersama di kediamannya. Di bawah foto juga disebutkan bahwa pada bulan Ramadan, masyarakat Muslim di Tiongkok pun menjalankan ibadah puasa yang dimulai sejak Selasa, 9 Juli 2013.
Sementara di halaman 3 diceritakan pengalaman Horiyat dan keluarganya berpuasa di bulan Ramadan tahun ini, seperti bagaimana setiap hari Horiyah mesti bangun pagi sebelum jam 3 pagi untuk menyiapkan makan sahur bagi diri dan keluarganya. ‘Orang biasanya makan banyak sekali saat sahur agar tersedia cukup energi selama berpuasa’, demikian menurut Horiyah seperti dikutip wartawan China Daily.
Selain menyiapkan makan sahur, Horiyat yang berasal dari etnis minoritas Uygur juga ikut membangunkan tetangga-tetangganya yang Muslim untuk sahur agar tidak kelaparan saat berpuasa. Selain itu, Horiyah juga membina hubungan baik dengan para tetangganya, tanpa memandang asal etnis, Uygur ataupun Han.
Dan masih menurut Horiyah, puasa selama Ramadan dalam beberapa tahun terakhir ini jauh lebih baik dibanding saat ia masih anak-anak. Di masa lalu, ia dan keluarganya mengalami kesulitan untuk sahur dan berbuka dengan makanan yang cukup. Sekarang, ia dan keluarganya memiliki bekal sandang dan pangan yang cukup dan bebas menjalankan ibadahnya.
Selain mengutip pendapat Horiyat, China Daily juga mengutip pendapat putrinya, Alfira Abiat yang berusia 18 tahun yang mengatakan bahwa di sekolahnya tidak ada campur tangan pemerintah kepada siswa-siswa untuk tidak berpuasa. Para siswa diberikan kebebasan untuk melakukan ibadah.
Penampilan foto Horiyah sebagai head line dan kisahnya selama Ramadan di halaman 3 tampaknya seperti berita sosial budaya biasa yang memiliki nilai berita karena bertepatan dengan bulan Ramadan dan dilakukan oleh salah satu suku minoritas di Tiongkok.
Namun bagi mereka yang mengikuti perkembangan di Tiongkok akan segera paham bahwa berita tersebut sesungguhnya sarat pesan politis dan merupakan upaya menangkis pemberitaan media massa asing yang menyebutkan bahwa Tiongkok melarang warganya yang beragama Islam berpuasa di bulan Ramadan, terutama mereka yang berada di wilayah otonomi khusus Xinjiang.
Seperti diberitakan media massa, sejak terjadinya kerusuhan di Urumqi, beberapa hari sebelum Ramadan, wilayah tersebut diawasi secara ketat oleh Pemerintah Tiongkok. Tentara dan polisi melakukan siaga dan tersebar dimana-mana untuk menjaga keamanan. Untuk mengurangi potensi terjadinya kerusuhan, masyarakat pun dilarang bergerombol atau melakukan kegiatan kumpul-kumpul.
Karena bertepatan dengan Ramadan, tidak mengherankan jika kebijakan Pemerintah Tiongkok memperketat pengawasan di Urumqi pada akhirnya menyinggung pelaksanaan ibadah puasa yang dilakukan umat Muslim disana. Muncul berita di media massa asing bahwa Pemerintah Tiongkok melarang warga Xinjiang, khususnya anak sekolah, untuk berpuasa, memerintahkan restoran untuk tetap buka seperti biasa dan menempatkan pengawas yang memonitor setiap kegiatan warga.
Menanggapi pemberitaan di atas, Pemerintah Tiongkok tidak membantah atau membenarkan kabar tersebut. Tidak seperti di Indonesia, yang para pejabatnya kerap memberikan sanggahan ke publik setiap kali ada peristiwa, di Tiongkok pejabatnya sangat irit dalam memberikan pernyataan, apalagi jika terkait masalah politik. Namun mereka memiliki cara tersendiri untuk menyampaikan pesan yang diinginkan.
Salah satu cara yang digunakan adalah dengan membuat reportase mengenai pelaksanaan ibadah puasa di Xinjiang. Warga disana, terutama dari etnis minoritas Uygur seperti Horiyah, diberi kesempatan untuk menceritakan pengalamannya berpuasa, lengkap dengan foto-foto. Judul beritanya pun menarik ‘saat memberi dan berbagi’. Pesan yang ingin disampaikan sangat jelas yaitu Pemerintah Tiongkok tidak campur tangan terhadap pelaksanaan ibadah umat Muslim di Xinjiang.
Pesan tersebut antara lain disampaikan lewat Alfira yang mengatakan, ‘Tidak ada instruksi apapun dari pemerintah untuk melakukan sesuatu atau sebaliknya (selama Ramadan). Bahkan di sekolah tidak ada paksaan bagi siswanya untuk tidak berpuasa’
Salam Ramadan
Follow twitter: @arisheruutomo
Alhamdulillah kalo memang di China boleh buat berpuasa :D