Minggu 24 Mei 2020 atau 1 Syawal 1441 H merupakan
Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, hari yang istimewa bagi umat Muslim di
seluruh dunia karena merupakan hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa
di bulan Ramadhan. Pada hari raya ini umat Muslim merayakan Lebaran dengan saling
mengucapkan selamat.
Momen mengucapkan Lebaran sudah terjadi
sejak dahulu kala. Ucapan yang paling sering digunakan yaitu Ied (Eid) Mubarak yang
artinya Lebaran berkah. Ucapan tersebut dapat diartikan sebagai perayaan
kegembiraan umat Muslim. Makna ucapan Lebaran adalah perayaan kegembiraan,
sekaligus doa untuk umat muslim yang merayakannya. Untuk mengungkapkan
kegembiraan dan doa tersebut dilakukan dengan berbagai cara.
Di di kawasan Timur Tengah, ucapan
Lebaran biasanya menggunakan kalimat Taqabbalallahu
minna waminkum, siyamana wasiyamakum, kullu am wa antum bikhair. “Artinya,
semoga Allah menerima puasa kami dan kalian.
Di Turki, masyarakatnya menyampaikan
ucapan selamat Lebaran dengan kalimat Ramazan
Bayraminiz Mubarek Olsun. Artinya selamat berlebaran Ramadhan semoga
berkah.
Sedangkan di Indonesia, ucapan selamat
Lebaran dengan kalimat Selamat Hari Raya Idul Fitri, Minal Aidin Walfaizin yang “Artinya semoga kembali suci dan
gapai kemenangan.” Selanjutnya ditambahkan dengan ucapan “Mohon maaf lahir dan batin.”
Pada saat normal sebelum terjadinya pandemik
Covid-19, penyampaian ucapan selamat Lebaran dan permohonan maaf disampaikan langsung
saat bersilahturahmi dengan saudara, sahabat, teman-teman dan tetangga sekitar
sambil bersilahturahmi. Berkat kemajuan teknologi informasi, penyampaian
selamat Lebaran dan permohonan maaf pun banyak dilakukan secara elektronik.
Namun dengan terjadinya pandemik
Covid-19 sekarang ini, kegiatan silahturahmi yang dilakukan mengalami
penyesuaian sesuai kondisi normal baru, menjaga jarak (physical distancing) untuk mencegah penyebarluasan virus corona. Akibatnya
penyampaian selamat Lebaran dan permohonan maaf tidak bisa langsung tidak bisa
lewat silahturahmi langsung, namun lebih banyak dilakukan secara daring.
Terlepas dari cara penyampaiannya, mengucapkan
permohonan maaf lahir batin di saat Lebaran tentu saja merupakan sesuatu yang
baik, meski dalam kenyataannya permohonan maaf tersebut tidak lantas dijawab dengan
“kami atau saya terima permohonan maafnya dan kami atau saya maafkan anda.” Biasanya
jawaban yang mengemuka adalah “sama-sama, kami juga mohon maaf lahir dan bathin.”
“Saat Lebaran, hampir seluruh umat
muslim Indonesia ramai-ramai menyampaikan permohonan maaf lahir dan bathin,
tapi tidak ada yang secara terbuka menyatakan penerimaan permohonan maaf
tersebut dan bersedia memaafkannya,” begitu komentar seseorang.
“Kalau semuanya menyampaikan permohonan
maaf, namun tidak ada yang menyatakan menerima permohonan maafnya tersebut,
apakah lantas permohonan tersebut diterima dan kesalahannya dimaafkan?” begitu
tanyanya lebih lanjut.
“Wah kalau pernyataannya seperti itu, bisa
jadi nantinya hanya sedikit orang yang akan memohon maaf karena takut dipandang
telah berbuat salah,” jawab yang lain
“Lalu apa maksudnya memohon maaf di
akhir Ramadhan apabila orang yang menyampaikannya memang tidak merasa berbuat
salah?. Kenapa pula hanya dilakukan saat Lebaran, kenapa tidak setiap hari atau
saat berbuat kesalahan>,” tanya orang yang pertama kali berkomentar
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya
akan membahasnya dengan melihat pada kondisi individu dan sosiologis masyarakat
Indonesia.
Secara individu, kita melihat bahwa salah
satu kekurangan manusia adalah suka berbuat salah dan dosa, karenanya
dibutuhkan cara untuk menutupi kekurangannya tersebut kepada sesama manusia. Saat
seseorang berbuat salah dan dosa kepada orang lain, Islam mengajarkan untuk
meminta maaf. Karena maaf hanya datang jika seseorang menyadari kesalahannya,
sehingga dengan tulus memintanya. Bukan hanya itu, Islam pun mengajarkan setiap
manusia untuk saling memaafkan.
Seperti disebutkan dalam Al Quran Surat
Ali ‘Imran ayat 134, seorang Muslim yang bertakwa dianjurkan untuk mengambil
paling tidak satu dari tiga sikap dari seseorang yang melakukan kekeliruan
terhadapnya, yaitu menahan amarah, memaafkan, dan berbuat baik terhadapnya.
Dan dalam surat yang lain disebutkan “Dan
tidaklah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya,
melainkan dengan benar. Dan, sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang.
Maka, maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” (QS AL Hijr:85)
Untuk bisa memohon maaf dan memaafkan,
seseorang mesti terus berlatih untuk meningkatkan kelapangan dan kerendahaan hatinya
antara lain dengan berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Puasa bukan
sekedar menahan lapar dan haus, namun hakikat puasa adalah melatih seorang
Muslim untuk senantiasa bersabar. Sikap sabar selama Ramadhan adalah kunci
menuju kemenangan yang hakiki, seperti sabda Rasulullah SAW,”Puasa itu
separuh sabar.” (HR. Ibnu Majah)
Berbekal kesabaran yang diraih selama
Ramadhan maka pesan yang ingin disampaikan ssaat menyampaikan permohonan maaf
di hari Lebaran adalah bahwa dengan segala kerendahan hati memohon maaf atas
segala salah dan khilafnya serta pada saat bersamaan telah memaafkan salah dan
khilaf orang lain tanpa harus mengeluarkan kata “memaafkan.” Kata orang
Inggris, “It goes without saying” alias
satu paket, memohon maaf sekaligus memaafkan.
Selanjutnya secara sosiologis manusia
adalah mahluk sosial yang berhubungan secara timbal-balik dengan manusia lain
dalam suatu struktur sosial yang disebut masyarakat. Manusia tergantung satu
sama lain untuk menjaga keutuhan masyarakat dengan antara lain bersikap terbuka
untuk saling memaafkan karena dalam hubungan antar manusia tidak luput dari
kesalahan.
Dalam konteks sosiologis pula kita
melihat bahwa masyarakat Indonesia yang terdiri dari beragam suku, bangsa dan
agama tinggal tersebar di berbagai tempat, mulai dari pedesaan hingga
perkotaan. Kita pun melihat bahwa anggota masyarakat desa yang karena beragam alasan
hijrah ke perkotaan, tinggal menetap untuk sementara ataupun selamanya.
Mereka yang hijrah ke kota ini tentu tidak
bisa bersilahturahmi dan bermaaf-maafan apabila tidak pulang kampung atau mudik.
Karena itu hari Lebaran menjadi momen yang tepat untuk kembali mempererat tali
silahturahmi karena hampir sebagian besar anggota keluarga atau masyarakat
melakukan ritual mudik agar dapat berhalal bihalal, bertemu dan bersilahturahmi
dengan keluarga di tempat asal. Mereka mudik untuk mendapatkan pengampunan
sosial yaitu menghapuskan dosa kemanusiaan yang penyelesaiannya dilakukan antar
anggota masyarakat itu sendiri yang disesuaikan dengan kearifan lokal.
Dari pendekatan individu dan sosiologis seperti
di atas tampak bahwa maaf memaafkan saat hari raya Lebaran merupakan kearifan
lokal Indonesia. Saling memaafkan merupakan bagian dari ijtihad masyarakat
untuk menyempurnakan ibadah puasa Ramadhan seseorang. Harapannya, seseorang
yang berpuasa dengan sungguh-sungguh bisa terlahir kembali dengan bersih. Bukan
hanya bersih di mata Allah SWT, tetapi juga bersih di hadapan sesamanya.
Karenanya saling memaafkan menjadi
sebuah kebutuhan, bukan sekedar sebagai tanda ada rasa bersalah dan pengakuan
atas seluruh kesalahan yang telah dibuat. Saling memaafkan menunjukkan bahwa
hakekatnya hati manusia itu penuh dengan kelapangan dan kerendahan hati.
Dengan saling memaafkan maka berbagai
manfaat bisa didapat diantaranya permusuhan maupun rasa dendam dapat
dihapuskan, hubungan yang retak dapat dieratkan kembali, teman bisa bertambah
dan kedamaian, tindakan destruktif dan agresif dapat dihindarkan, dan
ketenangan hidup bisa didapatkan kembali.
Dan yang tidak kalah penting, kata “memohon
maaf” dan “memaafkan” merupakan satu paket yang tidak terpisahkan. “It goes without
saying”, dibalik kata “Memohon maaf (atas segala salah dan khilaf saya)” tersirat
pula kata “Saya pun memaafkan (segala salah dan khilaf kalian).”
Bekasi, 25 Mei 2020
terimakasih informasina, banyak wawasan yang bisa diambil dari sini