Setelah menunggu 2 tahun, akhirnya pada tanggal 1 Desember 2009 mendatang Traktat Lisbon dipastikan secara resmi akan diberlakukan bagi seluruh negara anggota Uni Eropa (UE). Kepastian ini diperoleh setelah pada hari Selasa (3 November 2009) Presiden Ceko Vacvlav Klaus akhirnya menandatangani Traktat Lisbon. Ceko menjadi negara terakhir yang menyatakan kesediaannya untuk menandatangani Traktat Lisbon.
Dengan telah ditandatanganinya Traktat Lisbon oleh seluruh negara anggota UE yang berjumlah 27 negara, berakhirlah ketidakpastian mengenai kelanjutan proses integrasi dan masa depan UE. Traktat Lisbon ini sekaligus pula akan menggantikan traktar sebelumnya yaitu Traktat Nice 2001.
Sebelumnya, ketika UE mempersiapkan sebuah rancangan Konstitusi UE, konsitusi tersebut ditolak masyarakat Perancis dan Belanda lewat referendum pada tahun 2005. Gagal dengan rancangan Konsitusi UE, pada Desember 2007 para pemimpin negara anggota UE kemudian menyepakati Traktat Lisbon sebagai pengganti rancangan Konstitusi UE. Lagi lagi terjadi penolakan, adalah masyarakat Irlandia yang menolaknya lewat referendum di tahun 2008. Setelah memperoleh sejumlah konsesi, barulah pada referendum kedua pada tanggal 2 Oktober 2009 Irlandia menyetujui Traktat Lisbon. Sementara Ceko, meski telah mendapat persetujuan dari Parlemen, namun Presiden Vacvlav Klaus masih memperlihatkan keengganannya hingga saat saat akhir.
Melalui Traktat Lisbon, terjadi transformasi pada struktur organisasi UE yang berpengaruh pada hubungan internal dan eksternal UE. Terdapat perubahan mendasar pada kepemimpinan di UE pada level kepala negara/pemerintahan. UE akan memiliki seorang Presiden Tetap Dewan UE yang menduduki jabatan Presidensi selama 2,5 tahun dan dimungkinkan perpanjangan selama 2,5 tahun lagi. Sebelum ini jabatan Presidensi digilir setiap 6 bulan oleh setiap negara anggota UE. Sebagai contoh, jabatan Presidensi UE pada bulan Januari s/d Juni 2009 adalah PM Ceko, sedangkan jabatan Presiden UE saat ini (Juli s/d Desember 2009) dipegang oleh PM Swedia.
Seorang Presiden Dewan UE akan bertanggung jawab pada masalah politik, keamanan dan kebijakan luar negeri serta menyiapkan berbagai pertemuan Dewan UE. Secara internal, perubahan ini akan berpengaruh pada penyiapan setiap agenda pertemuan UE yang bisa jadi tergantung pada visi individu sang Presidensi. Semua kebijakan UE dalam kurun waktu 2,5 tahun akan dikoordinasikan oleh presiden terpilih.
Selain itu, Presiden Tetap UE juga akan memimpin setiap pertemuan Kepala Negara (KTT) UE, dan mewakili setiap kepentingan UE keluar. Hal ini tentu saja berbeda dengan sistem rotasi presidensi selama ini, dimana setiap 6 bulan sekali dilakukan pergantian kepemimpinan di UE. Karenanya tiap 6 bulan berganti kepemimpinan, maka setiap 6 bulan pula fokus kebijakan UE selalu berbeda, tergantung kepentingan setiap negara yang menjabat sebagai presiden.
Sementara secara eksternal, Presiden Tetap Dewan UE akan berperan dalam menentukan kebijakan dan pelaksanaan politik luar negeri UE dan mewakili UE di fora internasional. Presiden Tetap Dewan UE ini akan membawahi “Menteri Luar Negeri” UE yang menangani masalah hubungan luar negeri.
Penunjukkan seorang Menlu yang akan menangani masalah kebijakan luar negeri memperlihatkan bahwa UE akan memiliki kebijakan luar negeri terpadu, selain kebijakan luar negeri negara anggotanya. Hal ini juga dapat diterjemahkan bahwa secara eksternal UE akan mempergunakan Kemlu UE sebagai mesin diplomasinya, disamping kemlu negara anggotanya. Bagi UE tentu saja akan sangat menguntungkan, baik dalam kerangka kerjasama bilateral maupun multilateral.
Dari bursa kandidat yang beredar saat ini, semula nama mantan PM Inggris Tony Blair cukup dijagokan untuk menduduki jabatan Presiden Tetap Dewan UE. Tetapi pamor Blair meredup seiring rekam jejak Inggris di UE dan persaingan politik diantara sesama anggota UE yang ingin mendudukkan calonnya di berbagai jabatan penting UE lainnya seperti Ketua Parlemen Eropa, Presiden Komisi Eropa dan Menlu UE. Calon lain yang mengemuka adalah PM Belanda Jan Peter Balkenende dan PM Belgia Herman Van Rumpuy.
Beberapa aspek penting lainnya seiring penetapan Traktat Lisbon adalah mekanisme voting yang menyangkut ketentuan UE, terutama yang terkait dengan masalah peradilan dan keamanan. Diberikannya kewenangan yang lebih besar kepada Parlemen Eropa dalam proses pembuatan kebijakan UE. Dikuranginya jabatan komisioner dari 27 menjadi 15 pada tahun 2014. Serta disiapkannya exit clause yang memungkinkan setiap negara anggotanya keluar dari UE.
Semua perubahan ini memperlihatkan kesungguhan UE untuk menuntaskan proses integrasi kawasan baik secara internal maupun eksternal. Ke depan bisa saja cita-cita membentuk United States of Europe dan menjadikan UE mitra junior AS tercapai. Dan bagi Negara di luar UE, menjadi tantangan tersendiri untuk menjalin hubungan kemitraan yang lebih solid guna dapat memperoleh manfaat dari perubahan dan peluang yang berlangsung di UE.
Leave a Reply